Dalam bulan ini, setidaknya ada dua buah buku yang menyentak harga diri dan keilmuan saya, pertama, buku yang berjudul Ahmadinejad :  David ditengah angkara Goliath dunia, yang bagi saya turut mengobarkan semangat revolusioner (dalam pengertian positif : Untuk mengubah diri saya menjadi konsisten dan teguh terhadap iman dan kepercayaan serta ideologi saya). Ahamdinejad, menurut saya adalah pimpinan baru dunia kita yang selama ini tidak punya pemimpin. dengan kesederhanaan dan ilmu yang mumpuni, dia menguraikan konstelasi politik dunia saat ini yang menurutnya ada kecenderungan hegemoni dunia barat terutama AS, hegemoni ini timbul akibat ketakutan yang berlebihan atas menggeliatnya kehidupan Islam pasca Revolusi Islam Iran 1979 yang selalu coba digagalkan oleh Barat. pernyataan yang paling mengejutkan adalah dia sama sekali tidak percaya kejadian holocaust yang terjadi pada Perang Dunia II sehingga menyebabkan eksodusnya warga Yahudi eropa ke Palestina, yang menututny lagi Yahudi tidak pernah punya negara. Teori Holocaust selama ini menganggap, bahwa pembantaian kurang lebih 6 Juta yahudi yang katanya dilakukan oleh NAZI Jerman sehingga mau tak mau mereka kembai ke palestina yang telah dihuni oleh penduduk asli palestina dan sekarang kita tahu bahwa mereka merampok tanah palestina dengan, tentunya dukungan barat, menjadi sebuah negara berdaulat. Ahmadinejat, menyangkal semua teori itu dan menyebutkan ini kebohongan dan konspirasi terbesar abad ini

Buku kedua adalah Karangan Amartya Sen yang berjudul Ilusi tentang kekerasan, yang mencoba mencari akar setiap pertikaian antar etnis yang pernah terjadi didunia. menurut Sen, Islam bukan agama teror ataupun kekerasan, namun pemahaman minim oleh barat akan islam yang menyebabkan pelabelan itu salah. Sen berpendapat, bahwa setiap manusia  mempunyai banyak preferensi, misalnya saja saya, pada saat tertentu menjadi seorang muslim, terus menjadi seorang sarjana ekonomi, seorang anggota partai, seorang yang punya hobby travellling, dan penganut poligami. namun manusia beradab, katanya harus bisa memisahkan preferensi itu ke dalam suatu yang positif. hal ini mungkin reevan dengan kekerasan yang terjadi di Tanah air kita sebut saya Ambon berdarah, perang Flores- Batak di batam tahun 1999, pertikaian Madura – Dayak di Kalimantan, menunjukkan bahwa penonjolan identitas tunggal menyebabkan kita melihat orang lain sebagai musuh.

By ulb1998

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.