Perang Padri (1803-1838) adalah sebuah konflik yang kompleks dan transformatif di Dataran Tinggi Minangkabau. Bermula sebagai perang saudara antara Kaum Padri—sekelompok ulama puritan yang ingin memurnikan ajaran Islam—dan Kaum Adat yang mempertahankan tradisi, konflik ini kemudian beralih menjadi perang kolonial. Intervensi Belanda, yang awalnya diundang oleh Kaum Adat, memanfaatkan perpecahan ini untuk memperluas dominasinya. Perang ini tidak hanya mengubah peta politik, tetapi juga meninggalkan dampak sosial, budaya, dan ekonomi yang mendalam, termasuk sintesis filosofis “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” dan perluasan pengaruh Islam hingga ke wilayah yang kini menjadi bagian dari Sumatera Utara. Laporan ini menyajikan analisis mendalam mengenai dinamika, tokoh, dan konsekuensi dari perang bersejarah ini, menempatkannya sebagai salah satu fondasi perlawanan nasional dan pembentukan identitas regional di Indonesia.

Tulisan ini mengulas secara mendalam Perang Padri, sebuah konflik yang berlangsung dari tahun 1803 hingga 1838 di wilayah yang kini dikenal sebagai Sumatera Barat, dan memperluas analisisnya hingga ke wilayah Sumatera Utara. Meskipun episentrum pertempuran terletak di Minangkabau dan Kerajaan Pagaruyung , analisis terhadap jejak sejarah menunjukkan bahwa dampak dan medan perangnya meluas secara signifikan ke utara, ke Mandailing dan Tapanuli, melalui perjuangan tokoh-tokoh seperti Tuanku Tambusai. Penyebutan “Sumatera Utara” dalam konteks Perang Padri bukanlah kekeliruan geografis, melainkan sebuah indikasi akan jangkauan pengaruh gerakan ini yang melampaui batas-batas tradisional Minangkabau. Gerakan Padri, yang berakar pada ideologi pemurnian Islam, memiliki visi ekspansionis yang ingin menyebarkan ajaran dan pengaruhnya hingga ke wilayah yang dihuni oleh suku Batak, sehingga secara de facto memiliki jejak nyata di wilayah yang kini termasuk Sumatera Utara.

Perang Padri tidak dapat dipahami hanya sebagai pertarungan antara dua kelompok lokal. Sebaliknya, konflik ini merupakan sebuah epik sejarah yang mencerminkan gejolak internal masyarakat Minangkabau yang didorong oleh faktor agama dan ekonomi, yang kemudian dimanfaatkan secara oportunistis oleh kekuatan kolonial untuk tujuan ekspansionis. Pergeseran dari perang saudara menjadi perang kolonial ini tidak hanya membawa kerugian fisik dan politik yang masif, tetapi juga memicu transformasi budaya dan sosial yang fundamental, membentuk identitas baru dan meletakkan dasar bagi perlawanan nasional di kemudian hari.

Akar dan Dinamika Konflik Internal (1803-1821)

Periode awal Perang Padri adalah sebuah cermin dari ketegangan internal yang mendalam di masyarakat Minangkabau. Konflik ini pada dasarnya merupakan pertarungan antara dua pandangan hidup yang berbeda, yang masing-masing berakar pada nilai-nilai yang mereka pegang teguh

Gerakan Puritanisme Islam: Ideologi Kaum Padri

Konflik ini berawal dari pertentangan antara dua kelompok yang berbeda paham: Kaum Padri dan Kaum Adat. Kaum Padri adalah sebutan untuk sekelompok ulama puritan yang terinspirasi dari gerakan Wahabisme di Mekkah. Gerakan ini dipelopori oleh tiga ulama yang baru saja kembali dari ibadah haji pada tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. Mereka merasa sangat prihatin dengan kondisi masyarakat Minangkabau yang dianggap telah mengesampingkan nilai-nilai Islam dan menyimpang dari syariat.

Tujuan utama mereka adalah melakukan “pemurnian Islam”  Penyimpangan yang menjadi target utama dan dianggap bertentangan dengan ajaran Islam adalah praktik-praktik seperti sabung ayam, perjudian, minum-minuman keras (tuak), dan penggunaan candu. Gerakan ini tidak hanya berfokus pada dakwah, tetapi juga mendeklarasikan jihad yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Tuanku Nan Renceh. Kaum Padri menerapkan pendekatan yang keras, bahkan menggunakan kekerasan jika metode dakwah tidak berhasil untuk mengubah masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam yang murni.

Posisi Kaum Adat dan Ketegangan Sosial-Ekonomi

Di sisi lain, Kaum Adat berpegang teguh pada tradisi dan hukum adat matrilineal yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau selama berabad-abad. Meskipun dalam beberapa perundingan mereka setuju untuk meninggalkan kebiasaan yang dilarang, dalam praktiknya mereka tetap mempertahankannya. Hal ini menunjukkan adanya resistensi yang kuat terhadap perubahan yang dipaksakan.

Di balik alasan agama, perpecahan ini juga didorong oleh gejolak ekonomi yang krusial. Perang ini dapat ditelaah lebih dalam sebagai sebuah pertarungan untuk mengendalikan sumber daya dan mereformasi tatanan sosial yang dianggap korup dan tidak Islami oleh kaum Padri. Praktik-praktik seperti sabung ayam, perjudian, dan perdagangan yang tidak sehat tidak hanya sekadar “kebiasaan buruk” tetapi juga merupakan kegiatan ekonomi dan sosial yang penting bagi kaum Adat. Gerakan Padri juga didukung oleh kebangkitan ekonomi, terutama perdagangan kopi dan gambir, yang memungkinkan banyak pedagang Minangkabau berhaji. Dukungan dari para pedagang ini menunjukkan bahwa gerakan Padri juga merupakan ekspresi dari golongan yang merasa tidak diuntungkan oleh sistem adat yang lama dan melihat Islam sebagai jalan menuju tatanan sosial-ekonomi yang lebih adil atau menguntungkan. Oleh karena itu, konflik ini dapat diinterpretasikan sebagai pertarungan untuk merebut kekuasaan dan menguasai jalur ekonomi.

Transformasi Menjadi Perang Kolonial (1821-1838)

Konflik internal antara Kaum Padri dan Kaum Adat mencapai titik balik yang fatal ketika sebuah kekuatan eksternal melihat peluang untuk campur tangan dan mengubah arah sejarah.

Campur Tangan Belanda dan Politik Adu Domba (Devide et Impera)

Ketika Kaum Adat terdesak oleh serangan Kaum Padri , mereka mengambil langkah yang mengubah jalannya sejarah secara fundamental: mereka meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821. Belanda, yang baru saja menerima kekuasaan di Padang dari Inggris pada tahun 1819, melihat kesempatan ini sebagai jalan emas untuk menguasai pedalaman Minangkabau. Tujuan utama Belanda terlibat dalam konflik ini adalah untuk menguasai sumber-sumber pedalaman yang kaya, khususnya kopi, dan pada saat yang sama melemahkan posisi Inggris di bidang ekonomi.

Belanda segera memanfaatkan perpecahan ini dengan menggunakan politik adu domba (devide et impera) untuk memperkeruh perseteruan yang sudah ada Mereka menduduki Pagaruyung dan membangun benteng-benteng pertahanan yang dikenal sebagai Benteng Stelsel guna mempersempit ruang gerak Kaum Padri dan mengisolasi kekuatan mereka.

Masa Gencatan Senjata dan Bersatunya Kaum Minangkabau

Pada tahun 1825, Belanda menghentikan pertempuran sementara. Alasan di balik gencatan senjata ini adalah karena Belanda harus memusatkan pasukannya untuk menghadapi Perang Diponegoro yang meletus di Jawa. Periode ini merupakan sebuah jeda yang krusial, di mana Belanda dan Kaum Padri membuat perjanjian damai di Bonjol, meskipun perjanjian ini pada akhirnya dilanggar oleh pihak Belanda.

Jeda yang tak terduga ini menjadi titik balik paling penting dalam Perang Padri, bukan sekadar jeda militer biasa. Ini adalah sebuah “jendela” sosiologis yang memungkinkan Kaum Padri dan Kaum Adat untuk melakukan refleksi kolektif. Mereka menyadari bahwa kekuatan kolonial yang menggunakan politik adu domba jauh lebih destruktif daripada perselisihan internal mereka. Momen ini menjadi katalisator bagi rekonsiliasi dan lahirnya identitas Minangkabau yang baru, yang berhasil menyatukan nilai-nilai adat dan agama. Rekonsiliasi ini menghasilkan konsensus filosofis yang melegenda: “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (Adat bersendi Syariat, Syariat bersendi Kitabullah). Perjanjian damai ini tidak hanya bersifat taktis, tetapi juga menandai evolusi kesadaran dari perlawanan lokal yang terfragmentasi menjadi perlawanan kolektif yang proto-nasionalis.

Tabel di bawah ini memberikan visualisasi kronologi yang lebih jelas dari fase-fase penting dalam konflik ini, menyoroti pergeseran dari perang saudara ke perang kolonial.

Tabel 1. Kronologi Kunci Perang Padri (1803-1838)

Tahun Peristiwa Kunci Keterangan
1803-1821 Perang Saudara Kaum Padri vs Kaum Adat Dipicu oleh gerakan purifikasi Islam oleh Kaum Padri yang menentang tradisi adat yang menyimpang.
1815 Puncak Perang Saudara Kaum Padri, dipimpin oleh Tuanku Pasaman, menyerang dan berhasil menekan Kerajaan Pagaruyung.
1821 Intervensi Belanda Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang melihat ini sebagai peluang untuk menguasai pedalaman Minangkabau
1825 Gencatan Senjata Belanda menghentikan perang untuk fokus pada Perang Diponegoro di Jawa. Masa ini digunakan Kaum Padri untuk mengajak Kaum Adat bersatu.
1830 Perang Berlanjut Belanda kembali ke Sumatera setelah Perang Diponegoro berakhir. Mereka menyerang Bonjol, memicu perlawanan total.
1837 Jatuhnya Benteng Bonjol Benteng Bonjol, pertahanan utama kaum Padri, jatuh ke tangan Belanda di bawah pimpinan Frans David Cochius
1838 Akhir Perang Perlawanan terakhir, dipimpin oleh Tuanku Tambusai, berakhir setelah ia melarikan diri ke Malaysia.

Tokoh Kunci, Strategi, dan Perluasan Medan Perang ke Sumatera Utara

Perang Padri tidak lepas dari peran sentral para pemimpin karismatik dan strategi militer yang cerdas dari kedua belah pihak.

. Tokoh Kunci dari Pihak Padri

  • Tuanku Imam Bonjol: Dikenal sebagai pemimpin spiritual dan militer utama dalam Perang Padri. Nama aslinya adalah Muhammad Shahab, lahir pada tahun 1772 di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat. Setelah ditunjuk sebagai pemimpin Kaum Padri di Bonjol oleh Tuanku Nan Renceh, ia mengambil peran sentral dalam menyatukan Kaum Padri dan Kaum Adat untuk melawan Belanda. Ia dikenal sebagai ahli strategi perang yang tangguh, baik dalam pertahanan benteng maupun taktik gerilya.
  • Tuanku Tambusai: Tokoh sentral dalam perluasan perlawanan ke wilayah utara. Nama aslinya Muhammad Saleh, lahir di Dalu-Dalu, Riau. Karena kegigihannya yang luar biasa, Belanda menjulukinya “De Padrische Tijger van Rokan” atau “Harimau Padri dari Rokan”. Ia berhasil melarikan diri dari kepungan Belanda dan melanjutkan perjuangan di Semenanjung Malaya.
  • Tuanku Nan Renceh: Ia adalah ulama besar yang mendeklarasikan jihad dan menjadi guru bagi Tuanku Imam Bonjol. Perannya sangat krusial dalam menyebarkan ide-ide gerakan Padri ke berbagai pelosok Minangkabau.
  • Tuanku Pasaman: Memimpin serangan awal yang menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah, Raja Pagaruyung, melarikan diri pada tahun 1815. Peran ini menandai puncak pertempuran saudara sebelum campur tangan Belanda.
  • Tuanku Rao: Tokoh penting lainnya yang memimpin perlawanan di wilayah utara dan Mandailing. Ia memimpin pasukan bersama Tuanku Tambusai di Natal dan Rao.

Strategi Perang dan Pihak Belanda

Kaum Padri mengandalkan pertahanan benteng yang kuat, terutama di Bonjol. Mereka juga sangat mahir dalam perang gerilya. Tuanku Imam Bonjol dikenal cerdas dalam strategi perang dan memiliki penembak jitu yang mampu menyulitkan pasukan Belanda. Sebaliknya, Belanda menggunakan strategi Benteng Stelsel dengan membangun benteng-benteng pertahanan dan pos-pos militer untuk menguasai wilayah strategis dan memotong pergerakan musuh. Ketika taktik militer konvensional gagal, mereka menggunakan taktik licik seperti ajakan berunding untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol  dan memengaruhi tokoh-tokoh lokal, seperti Tuanku nan Cerdik, untuk membocorkan kekuatan markas kaum Padri. Penaklukan Benteng Bonjol pada tahun 1837 dipimpin oleh Frans David Cochius. Laporan-laporan juga mencatat peran komandan Belanda lainnya, seperti Hubert J.J.L. de Stuers dan saudaranya, François Vincent Henri Antoine de Stuers. Hubert de Stuers bahkan sempat mencoba menjalin perdamaian dengan Imam Bonjol, meskipun upaya tersebut kemudian digagalkan oleh pihak Belanda sendiri.

Perjuangan Tuanku Tambusai dan Dampak di Sumatera Utara

Perjuangan Tuanku Tambusai memainkan peran penting sebagai “penyangga” yang memungkinkan pertahanan Bonjol bertahan lebih lama. Ia memimpin pasukan gabungan dari etnis Minangkabau, Mandailing, dan Melayu  melawan Belanda. Perjuangannya meluas hingga ke Natal, Mandailing, dan Tapanuli. Fakta bahwa Tuanku Tambusai berhasil menyatukan berbagai etnis di bawah panji perlawanan Padri menunjukkan bahwa ideologi ini memiliki daya tarik trans-etnis, yang mampu merangkul suku-suku di luar Minangkabau.

Perluasan pertempuran ini memiliki konsekuensi yang signifikan di Mandailing dan Tapanuli. Perang ini tidak hanya menyebabkan kerugian masif dan pengungsi, tetapi juga memiliki dampak sosial-agama yang mendalam. Proses pengislaman Tapanuli Selatan secara besar-besaran oleh pasukan Padri mengubah demografi dan keyakinan masyarakat setempat. Jejak-jejak seperti Benteng Batang Ayumi di Padangsidimpuan menjadi bukti nyata perluasan pengaruh ini. Perjuangan Tuanku Tambusai di utara memperlihatkan bahwa gerakan Padri merupakan sebuah arus kuat dari purifikasi agama yang meluas dan beradaptasi untuk menjadi sebuah gerakan perlawanan lokal yang kuat, bahkan membentuk komunitas baru dan mengubah keyakinan mayoritas di wilayah yang jauh dari pusat konflik aslinya.

Penaklukan Tapanuli dan Dampaknya

Setelah berhasil menguasai Mandailing, pasukan Padri bergerak lebih jauh ke utara dengan tujuan menaklukkan “tanah Batak” yang saat itu masih menganut keyakinan animisme. Dalam ekspedisi ini, pasukan Padri, termasuk pasukan yang dipimpin oleh Tuanku Lelo, membangun Benteng Batang Ayumi di Padangsidimpuan pada tahun 1821. Keberadaan benteng ini menjadi bukti fisik perluasan pengaruh Padri di wilayah Tapanuli.

Penaklukan ini memiliki konsekuensi signifikan terhadap masyarakat Tapanuli:

  • Penyebaran Agama Islam: Pasukan Padri melakukan penyebaran Islam secara besar-besaran. Proses ini dilakukan melalui pendekatan fikih dan, jika diperlukan, kekerasan atau perang. Akibatnya, banyak penduduk Tapanuli Selatan memeluk agama Islam.
  • Perubahan Sosial: Perang ini menyebabkan kerugian masif, pengungsian, dan bahkan perbudakan bagi banyak rakyat Tapanuli yang terimbas. Namun, di sisi lain, masuknya Islam juga memicu perubahan budaya, seperti cara berpakaian masyarakat yang mulai mengikuti syariat Islam.
  • Perubahan Politik: Pasca-penaklukan, sistem pemerintahan tradisional di Tapanuli Selatan yang sebelumnya dipimpin oleh Raja Pamusuk digantikan oleh Petinggi Kuria (Hakim). Sistem ini mengatur masalah adat, keuangan, sosial, dan memastikan kesesuaian antara hukum adat dan ajaran Islam.

Meskipun demikian, penaklukan ini tidak sepenuhnya mulus. Wabah kolera yang melanda wilayah tersebut menjadi alasan bagi pasukan Padri untuk akhirnya meninggalkan pusat kerajaan Batak dan kembali ke Minangkabau untuk menghadapi Belanda yang mulai menduduki wilayah mereka.

Dampak Multidimensi Pasca-Perang

Kekalahan kaum Padri pada tahun 1838 tidak berarti berakhirnya konsekuensi dari Perang Padri. Sebaliknya, perang ini memicu perubahan jangka panjang di berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Dampak Politik dan Teritorial

Secara politik, Perang Padri menyebabkan runtuhnya Kerajaan Pagaruyung dan kekuasaannya diambil alih sepenuhnya oleh Belanda. Belanda berhasil menguasai seluruh pedalaman Minangkabau, yang dikenal sebagai Pax Netherlandic, dan memperluas kekuasaannya secara masif di Sumatera. Para pemimpin utama perlawanan, seperti Tuanku Imam Bonjol, ditangkap dan diasingkan ke berbagai tempat—Cianjur, Ambon, dan akhirnya Manado—hingga ia wafat pada 8 November 1864.

Dampak Sosial dan Budaya: Sintesis Filosofis

Salah satu warisan terpenting dari Perang Padri adalah rekonsiliasi yang terjadi antara kaum Adat dan kaum Padri, yang menghasilkan konsensus filosofis Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Kesepakatan ini, yang disimbolkan oleh Sumpah Sati Bukik Marapalam, menunjukkan bagaimana sebuah masyarakat mampu menciptakan sintesis baru dari konflik internal yang traumatis.

Meskipun mendapat kritik keras dari Kaum Padri, sistem hukum adat matrilineal Minangkabau tidak dihapus. Sebaliknya, ia mengalami penyesuaian untuk dapat beriringan dengan ajaran Islam. Pergeseran ini terlihat dalam hukum waris, di mana harta pencaharian suami tidak lagi secara otomatis menjadi harta kaum istri, meskipun harta pusaka tetap diwariskan secara matrilineal untuk melindungi dan menjaga kelangsungan kaum. Selain itu, perang ini juga menyebabkan kerugian jiwa dan material yang masif serta penderitaan bagi rakyat.

Dampak Ekonomi: Eksploitasi Pasca-Perang

Kemenangan Belanda memuluskan jalan bagi eksploitasi ekonomi. Johannes van den Bosch, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, mengintroduksi Sistem Tanam Paksa Kopi (Cultuurstelsel) di Minangkabau. Di bawah sistem ini, Belanda menguasai seluruh perdagangan hasil bumi, menetapkan harga yang jauh di bawah harga pasar  dan memaksa penduduk untuk menanam kopi demi keuntungan kolonial.

Terdapat ironi mendalam dalam hal ini. Awalnya, Kaum Padri menentang praktik ekonomi yang dianggap menyimpang, seperti perjudian. Namun, setelah kekalahan mereka, sistem ekonomi yang ada digantikan bukan oleh sistem yang lebih “murni” sesuai ajaran Padri, melainkan oleh sebuah sistem eksploitasi kolonial yang jauh lebih opresif dan memiskinkan rakyat. Dampak budaya (ABS-SBK) dan dampak ekonomi (Tanam Paksa) adalah dua sisi mata uang yang sama dari sebuah proses rekonfigurasi sosial dan politik yang dipicu oleh perang.

Berikut adalah tabel perbandingan yang mengilustrasikan motif dan dampak yang berbeda bagi setiap pihak yang terlibat.

Tabel 2. Perbandingan Aktor, Motif, dan Dampak Perang Padri

Aktor Motif Utama Tujuan Utama Dampak Politik & Sosial Dampak Ekonomi
Kaum Padri Pemurnian agama Islam Menghapus tradisi adat yang dianggap menyimpang Awalnya menciptakan perpecahan, kemudian memicu persatuan dengan Kaum Adat Menentang praktik ekonomi tidak sehat seperti perjudian dan minuman keras
Kaum Adat Mempertahankan tradisi dan sistem matrilineal Mengalahkan Kaum Padri dan mempertahankan status quo Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung, tetapi melahirkan konsensus ABS-SBK dan adaptasi hukum adat Terpaksa menerima intervensi Belanda dan menghadapi sistem monopoli pasca-perang
Belanda Ekspansionisme dan ambisi ekonomi Menguasai pedalaman Minangkabau dan sumber daya alam Berhasil menguasai seluruh wilayah Minangkabau dan menjadikan Kerajaan Pagaruyung bagian dari kekuasaan kolonial Membangun monopoli perdagangan dan menerapkan Sistem Tanam Paksa Kopi

Interpretasi Historiografi dan Signifikansi Modern

Perang Padri tidak hanya menjadi babak penting dalam sejarah Minangkabau, tetapi juga memiliki peran krusial dalam narasi sejarah nasional Indonesia.

Redefinisi dalam Historiografi

Sejarawan modern, seperti Christine Dobbin dan Taufik Abdullah, menolak pandangan yang terlalu sederhana bahwa Perang Padri hanya seputar pertentangan agama. Mereka melihatnya sebagai bagian dari perubahan sosial-intelektual yang lebih luas. Mereka berpendapat bahwa konflik ini juga didorong oleh gejolak ekonomi—terutama perdagangan kopi—dan perjuangan Kaum Padri untuk memperkuat dan menyatukan identitas Minangkabau di tengah perubahan sosial. Dengan demikian, perang ini diinterpretasikan sebagai sebuah pertarungan kultural dan ekonomi yang membalut dirinya dalam narasi agama.

Penyatuan yang terjadi antara etnis Minangkabau dan Batak di bawah pimpinan Tuanku Tambusai  memperkuat narasi bahwa Perang Padri merupakan cikal bakal dari gerakan perlawanan nasional. Perlawanan yang awalnya bersifat internal dan fragmentaris, kemudian berkembang menjadi sebuah perjuangan kolektif melawan kekuatan kolonial, mengilhami gerakan-gerakan perlawanan di kemudian hari.

Warisan dalam Sejarah Nasional Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengakui Perang Padri sebagai bagian integral dari perjuangan kemerdekaan dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai.5 Tindakan ini merupakan sebuah langkah historiografis yang penting. Dengan menganugerahkan gelar pahlawan, negara secara efektif “menghilangkan” fase perang saudara dan menempatkan perang ini sepenuhnya dalam narasi perjuangan anti-kolonial. Hal ini memungkinkan bangsa Indonesia untuk melihat Perang Padri bukan sebagai sejarah kelam perpecahan, melainkan sebagai sebuah narasi heroik persatuan melawan penjajah, yang sangat relevan untuk pembentukan identitas nasional.

Warisan terpenting dari Perang Padri adalah konsensus filosofis Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Filosofi ini menjadi panduan hidup yang mengikat masyarakat Minangkabau hingga saat ini.12 Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dihadapkan pada kekalahan fisik, masyarakat Minangkabau mampu menciptakan sebuah fondasi ideologis yang abadi, yang menyatukan dua kekuatan pendorong utama—agama dan adat—sebagai modal untuk menghadapi perubahan dan tantangan di masa depan.

 

Daftar Pustaka :

  1. Sejarah Perang Padri di Sumatra Barat dan Kronologinya, accessed August 18, 2025, https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20221128161206-569-879846/sejarah-perang-padri-di-sumatra-barat-dan-kronologinya
  2. Sejarah Perang Padri: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak – Kompas Regional, accessed August 18, 2025, https://regional.kompas.com/read/2022/07/20/183104878/sejarah-perang-padri-tokoh-penyebab-kronologi-dan-dampak?page=all
  3. 4 Tokoh Perang Padri, dari Tuanku Nan Renceh hingga Tuanku …, accessed August 18, 2025, https://regional.kompas.com/read/2023/09/07/235124078/4-tokoh-perang-padri-dari-tuanku-nan-renceh-hingga-tuanku-imam-bonjol?page=all
  4. Mengenal Peran 4 Tokoh Penting dalam Perang Padri, Materi …, accessed August 18, 2025, https://bobo.grid.id/read/083937856/mengenal-peran-4-tokoh-penting-dalam-perang-padri-materi-sejarah?page=all
  5. Perjuangan Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai – Halaman all – TribunPekanbaru Wiki, accessed August 18, 2025, https://tribunpekanbaruwiki.tribunnews.com/2020/10/15/perjuangan-pahlawan-nasional-tuanku-tambusai?page=all
  6. Perjuangan Tuanku Tambusai di Daerah Rokan Kanan Tahun 1820-1839, accessed August 18, 2025, https://jips.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/download/17421/pdf
  7. eksistensi jejak peninggalan islam di kota padangsidimpuan (tapanuli selatan), proses pengislamisasian dilakukan oleh kaum paderi – Sejurnal.com, accessed August 18, 2025, https://sejurnal.com/pub/index.php/jimt/article/download/1566/1811/5307
  8. TUANKU RAO PERANANNYA DALAM GERAKAN PADERI.pdf, accessed August 18, 2025, https://repositori.kemendikdasmen.go.id/27732/1/TUANKU%20RAO%20PERANANNYA%20DALAM%20GERAKAN%20PADERI.pdf
  9. REDEFINISI KAUM PADERI MELALUI METODOLOGI GENEALOGIS FOUCAULDIAN SEBAGAI REKONSILIASI ETNIS MINANGKABAU–BATAK, accessed August 18, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1655664&val=7494&title=Redefinisi%20Kaum%20Paderi%20Melalui%20Metodologi%20Genealogis%20Foucauldian%20Sebagai%20Rekonsiliasi%20Etnis%20Minangkabau-Batak
  10. Penyebab dan Akibat dari Perang Padri beserta Tokoh-tokoh yang …, accessed August 18, 2025, https://m.kumparan.com/sejarah-dan-sosial/penyebab-dan-akibat-dari-perang-padri-beserta-tokoh-tokoh-yang-terlibat-22S0HeD2aNU
  11. pengaruh pemikiran muhammad bin abdul wahhab terhadap kaum paderi di minangkabau, accessed August 18, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/multikultura/vol3/iss2/1/
  12. Cap Wahabi dan Dinamika yang Tidak Hitam Putih – Tirto.id, accessed August 18, 2025, https://tirto.id/cap-wahabi-dan-dinamika-yang-tidak-hitam-putih-ckg6
  13. Jurnal Studi Islam dan Kemuhammadiyahan (JASIKA) Kaum Padri …, accessed August 18, 2025, https://jasika.umy.ac.id/index.php/jasika/article/download/3/3/96
  14. Dampak Perang Padri dan Faktor Penyebabnya | kumparan.com, accessed August 18, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/dampak-perang-padri-dan-faktor-penyebabnya-20n6XmlAUYB
  15. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang … – Repository Unja, accessed August 18, 2025, https://repository.unja.ac.id/56761/2/Bab%20I.pdf
  16. Penyebab Perang Padri dengan Tahapan Terjadinya | kumparan.com, accessed August 18, 2025, https://m.kumparan.com/ragam-info/penyebab-perang-padri-dengan-tahapan-terjadinya-20h3CfI0wyi
  17. Analisis Sejarah, Sosial-Budaya, dan Ekonomi dalam Peristiwa Perang Padri (1821-1825), accessed August 18, 2025, https://www.kompasiana.com/kadallompat/64d2096f633ebc20851fb1c2/analisis-sejarah-sosial-budaya-dan-ekonomi-dalam-peristiwa-perang-padri-1821-1825?page=2&page_images=5
  18. PERAN KAUM PADRI DALAM MEMPERTAHANKAN DATARAN TINGGI MINANGKABAU (1818-1825), accessed August 18, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/61080/1/Falasifa%20Ayu%20Wardhana_A92219084%20ok.pdf
  19. 360 AL-AFKAR: Journal for Islamic Studies Gerakan Reformisme Islam dan Pembaharuan Sistem Kewarisan di Minangkabau, accessed August 18, 2025, https://al-afkar.com/index.php/Afkar_Journal/article/download/1468/1120/14439
  20. Hukum Kewarisan Adat Matrilineal : Eksistensi dan Pergeseran | Oleh : Benny Suryanto (1/11) – Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama – Ditjen Badilag, accessed August 18, 2025, https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/benny-suryanto
  21. Analisis Sejarah, Sosial-Budaya, dan Ekonomi dalam Peristiwa …, accessed August 18, 2025, https://www.kompasiana.com/kadallompat/64d2096f633ebc20851fb1c2/analisis-sejarah-sosial-budaya-dan-ekonomi-dalam-peristiwa-perang-padri-1821-1825
  22. Tujuan Belanda Terlibat dalam Perang Padri – Kompas.com, accessed August 18, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2025/02/16/193000579/tujuan-belanda-terlibat-dalam-perang-padri
  23. Strategi Belanda dalam Perang Padri – Kompas.com, accessed August 18, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/16/110000979/strategi-belanda-dalam-perang-padri
  24. Taktik Belanda untuk Menangkap Tuanku Imam Bonjol – Kompas.com, accessed August 18, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/30/110000279/taktik-belanda-untuk-menangkap-tuanku-imam-bonjol
  25. Perang Padri: Sejarah hingga Kronologi Pertempuran – detikNews, accessed August 18, 2025, https://news.detik.com/berita/d-4789216/perang-padri-sejarah-hingga-kronologi-pertempuran
  26. TITIK TEMU ADAT DENGAN SYARAK DALAM PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI MINANGKABAU DISERTASI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu, accessed August 18, 2025, http://repository.uin-suska.ac.id/86939/2/DISERTASI%20FIRDAUS.pdf
  27. Perang Padri: Faktor Penyebab, Dampak, dan Profil Tuanku Imam Bonjol – Detik.com, accessed August 18, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6046533/perang-padri-faktor-penyebab-dampak-dan-profil-tuanku-imam-bonjol
  28. 4 Strategi Perang Padri pada Masa Kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol | kumparan.com, accessed August 18, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/4-strategi-perang-padri-pada-masa-kepemimpinan-tuanku-imam-bonjol-22FLfsMVt2P
  29. TOKOH-TOKOH GERAKAN PADRI – Badan Pengembangan dan …, accessed August 18, 2025, https://badanbahasa.kemendikdasmen.go.id/resource/doc/files/Tokoh-Tokoh_Gerakan_Paderi-S_Metron_Masdison.pdf
  30. Taktik Licik Belanda Runtuhkan Perlawanan Imam Bonjol dan Pasukan Padri, accessed August 18, 2025, https://daerah.sindonews.com/read/1526487/29/taktik-licik-belanda-runtuhkan-perlawanan-imam-bonjol-dan-pasukan-padri-1738890151
  31. Hubert de Stuers, Komandan Belanda Pengagum Imam Bonjol – Tirto.id, accessed August 18, 2025, https://tirto.id/hubert-de-stuers-komandan-belanda-pengagum-imam-bonjol-cHGc
  32. Kolonialisme dalam Pusaran Konflik PEMBAHARUAN ISLAM: Menelususri Keterlibatan dan Peran Belanda dalam Keberlangsungan, accessed August 18, 2025, https://rjfahuinib.org/index.php/tabuah/article/download/18/208
  33. View of Kepemilikan Tanah (Adat) di Minangkabau – Jurnal Online Universitas Jambi, accessed August 18, 2025, https://online-journal.unja.ac.id/titian/article/view/15914/12179
  34. ADAT BASANDI SYARAK NORMA DAN PENERAPANNYA.pdf – Scholar UIN IB, accessed August 18, 2025, https://scholar.uinib.ac.id/233/1/ADAT%20BASANDI%20SYARAK%20NORMA%20DAN%20PENERAPANNYA.pdf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.