Prospek Bisnis Energi Terbarukan di Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Arah Strategis
I. Pendahuluan: Lanskap Energi Indonesia dan Komitmen Transisi
Indonesia berada di persimpangan jalan krusial dalam transisi energi global, dengan komitmen yang semakin kuat untuk beralih dari energi fosil ke sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Visi jangka panjang negara ini adalah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, sebuah tujuan ambisius yang selaras dengan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. Transformasi ini tidak hanya dipandang sebagai keharusan lingkungan, tetapi juga sebagai peluang ekonomi yang signifikan untuk mendorong pertumbuhan industri, menciptakan jutaan lapangan kerja hijau, dan memacu inovasi.
Visi dan Target Nasional Energi Terbarukan (EBT)
Komitmen Indonesia terhadap EBT tercermin dalam berbagai kebijakan nasional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), target bauran EBT dalam bauran energi nasional ditetapkan minimal 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Namun, perjalanan menuju target ini diwarnai oleh dinamika dan penyesuaian. Realisasi bauran EBT pada akhir tahun 2023 tercatat hanya 13,1%. Menanggapi tantangan ini, target 23% untuk tahun 2025 telah direvisi. Dewan Energi Nasional (DEN) pada Januari 2024 mengubah target menjadi 17-19%, dan Wakil Menteri ESDM pada Februari 2025 bahkan menurunkan target menjadi 16% untuk tahun 2025.
Meskipun target jangka pendek mengalami penyesuaian ke bawah, visi jangka panjang Indonesia tetap sangat ambisius. Pemerintah menargetkan bauran EBT mencapai 52% pada tahun 2044 dan melonjak hingga 74% pada tahun 2060. Konsistensi dalam penetapan target jangka panjang ini menunjukkan arah strategis yang jelas, meskipun pencapaian target jangka pendek menghadapi kendala. Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, menyatakan optimisme dalam mencapai target bauran energi ini, dengan penekanan pada upaya mitigasi penurunan gas rumah kaca sebagai salah satu langkah kunci dalam transformasi menuju energi bersih.
Adanya fluktuasi target EBT jangka pendek, di tengah optimisme pemerintah dan ambisi jangka panjang, menunjukkan adanya kesenjangan antara aspirasi kebijakan dan kapasitas implementasi di lapangan. Kesenjangan ini dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor yang memerlukan stabilitas dan prediktabilitas kebijakan untuk investasi jangka panjang yang bersifat padat modal. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tantangan mendasar seperti keterbatasan infrastruktur, pembiayaan, dan ketergantungan pada energi fosil mungkin lebih sulit diatasi daripada yang diperkirakan semula. Untuk mencapai target jangka panjang, diperlukan strategi yang lebih realistis namun agresif dalam mengatasi hambatan struktural, bukan hanya penetapan target yang berfluktuasi.
Peran EBT dalam Ketahanan Energi dan Dekarbonisasi
Pengembangan EBT dipandang sebagai peta jalan esensial untuk mencapai target penurunan emisi Indonesia, sejalan dengan upaya global mengatasi pemanasan global. Transisi menuju energi bersih diharapkan tidak hanya memenuhi tujuan lingkungan tetapi juga memberikan dorongan signifikan bagi pertumbuhan industri, penciptaan jutaan lapangan kerja hijau, dan memicu inovasi teknologi dalam manufaktur energi bersih dan teknologi digital. Secara ekonomi, EBT berkontribusi pada peningkatan ketahanan energi nasional dengan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM).
Indonesia diberkahi dengan potensi cadangan energi baru terbarukan yang sangat besar, termasuk panas bumi, angin, surya, dan energi arus laut. Khususnya, Indonesia memiliki sekitar 40% dari potensi energi panas bumi dunia, yang dapat menempatkannya di antara 10 negara penghasil panas bumi terbesar jika dikelola dengan baik.
Meskipun EBT dipromosikan sebagai solusi untuk dekarbonisasi dan ketahanan energi, ketergantungan berkelanjutan pada batu bara dan penurunan target EBT dalam RUPTL terbaru menunjukkan bahwa pertimbangan jangka pendek terkait stabilitas pasokan dan biaya energi (yang seringkali dipenuhi oleh fosil) masih mendominasi pengambilan keputusan. Hal ini menciptakan dilema kebijakan di mana kebutuhan mendesak akan energi yang terjangkau dan andal bersaing dengan imperatif strategis untuk masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Pemerintah perlu mengembangkan strategi yang lebih koheren untuk menyeimbangkan tujuan-tujuan ini, mungkin dengan memperkenalkan mekanisme transisi yang lebih kuat atau insentif yang lebih menarik untuk EBT agar dapat bersaing secara ekonomi dengan energi fosil yang sudah mapan.
Tabel berikut merangkum evolusi target bauran energi terbarukan di Indonesia:
Tabel 1: Target Bauran Energi Terbarukan Indonesia (2025-2060) dan Perbandingannya
Tahun | Target Bauran EBT Awal (%) | Target Bauran EBT Revisi (%) | Realisasi Bauran EBT (%) | Sumber |
2023 | – | – | 13.1 | |
2024 | – | 19.49 | – | |
2025 | 23 | 16 – 19 | – | |
2044 | – | 52 | – | |
2050 | 31 | – | – | |
2060 | – | 74 | – |
II. Potensi Sumber Daya Energi Terbarukan di Indonesia
Indonesia diberkahi dengan kekayaan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, menjadikannya salah satu negara dengan potensi EBT terbesar di dunia. Pemanfaatan potensi ini menjadi kunci untuk mencapai tujuan transisi energi dan ketahanan energi nasional.
Surya, Panas Bumi, Hidro, Angin, dan Bioenergi: Potensi dan Kapasitas Terpasang
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa besar, diperkirakan mencapai sekitar 7.879,4 GW (skenario 1) atau 6.811,3 GW (skenario 2). Laporan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) juga menyebutkan potensi EBT hingga 333 GW, dengan tenaga surya sebagai potensi tertinggi. Namun, kapasitas terpasang EBT nasional pada tahun 2023-2024 tercatat hanya 14,8 GW (14.883 MW), dengan penambahan instalasi sebesar 1,2 GW. Pada Semester I 2024, kapasitas terpasang EBT bertambah 217,7 MW. Kesenjangan yang sangat besar antara potensi dan kapasitas terpasang ini menunjukkan bahwa masalah utama bukan pada ketersediaan sumber daya, melainkan pada hambatan sistemik dalam mengkonversi potensi tersebut menjadi kapasitas operasional. Ini mengindikasikan bahwa tantangan utama terletak pada faktor-faktor eksternal seperti kebijakan yang belum optimal, kendala pembiayaan, keterbatasan infrastruktur, dan kesiapan teknis. Bagi pelaku bisnis, ini adalah pasar yang belum tergarap dengan potensi pertumbuhan eksponensial, tetapi juga menuntut pemahaman mendalam tentang cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut secara efektif.
Berikut adalah rincian potensi dan kapasitas terpasang untuk setiap jenis EBT:
- Energi Surya (Solar): Potensi teknis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia mencapai 207,8 GWp. Dengan iradiasi surya rata-rata lebih dari 4,8 kWh per meter persegi per hari sepanjang tahun, negara ini memiliki kapasitas untuk menghasilkan antara 7,7 hingga 20 TW tenaga surya. Potensi ini adalah yang tertinggi di antara sumber EBT lainnya.
- Energi Panas Bumi (Geothermal): Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, mencakup 40% dari total potensi global, dengan estimasi 29,5 GW. Meskipun demikian, hingga akhir tahun 2024, kapasitas terpasang baru mencapai 2,68 GW. Pemerintah menargetkan penambahan 1,1 GW kapasitas PLTP hingga 2030.
- Energi Air (Hydropower): Potensi tenaga air (hidro) di Indonesia diperkirakan mencapai 94,5 GW. Untuk pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), potensinya berkisar antara 6,3 GW hingga 28,1 GW tergantung skenario.
- Energi Angin (Bayu): Potensi energi angin diidentifikasi sebesar 60,6 GW, dengan potensi PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) yang lebih luas, antara 19,8 GW hingga 106 GW.
- Bioenergi (Biomassa, Biogas): Bioenergi, yang bersumber dari limbah pertanian dan sampah organik, memiliki potensi 32,6 GW. Khususnya, potensi pemanfaatan sampah sebagai sumber EBT mencapai 2.000 MW. Potensi PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) adalah 30,73 GW.
Peta Potensi dan Lokasi Utama
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) Kementerian ESDM telah mengembangkan peta potensi EBT, termasuk angin, surya, PLTS terapung, hidro bendungan, dan potensi sampah, yang dapat diakses melalui onemap.esdm.go.id. Lokasi-lokasi dengan potensi surya utama meliputi Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Potensi angin terbesar terdapat di Sulawesi Selatan (Sidrap & Jeneponto) dan Nusa Tenggara Timur. Sumatera, Kalimantan, dan Papua merupakan wilayah dengan potensi tenaga air yang signifikan. Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi adalah lokasi utama potensi panas bumi. Meskipun potensinya sangat besar, sebagian besar sumber energi terbarukan ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal.
Meskipun semua jenis EBT penting, fokus strategis dan alokasi sumber daya harus lebih diintensifkan pada pengembangan surya dan panas bumi. Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia dan potensi surya yang sangat besar. Biaya PLTS juga terus menurun secara signifikan dan waktu konstruksinya relatif cepat. Panas bumi menawarkan kapasitas baseload yang stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa panas bumi dapat menjadi tulang punggung pasokan listrik yang stabil, sementara surya dapat memberikan percepatan kapasitas yang cepat dan biaya yang kompetitif. Ini juga membuka peluang untuk pengembangan industri manufaktur komponen surya di dalam negeri, menciptakan nilai tambah ekonomi yang lebih besar.
Tabel berikut menyajikan ringkasan potensi dan kapasitas terpasang EBT di Indonesia:
Tabel 2: Potensi dan Kapasitas Terpasang Energi Terbarukan per Jenis
Jenis Energi | Potensi (GWp/GW/TW) | Kapasitas Terpasang (GW/MW) (2024) | Lokasi Utama |
Surya | 207.8 GWp / 7.7-20 TW | 14.8 GW (total EBT) | Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi |
Angin | 60.6 GW / 19.8-106 GW | 14.8 GW (total EBT) | Sulsel (Sidrap & Jeneponto), NTT |
Air (Hidro) | 94.5 GW | 14.8 GW (total EBT) | Sumatera, Kalimantan, Papua |
Panas Bumi | 29.5 GW | 2.68 GW | Jawa Barat, Sumut, Sulawesi |
Bioenergi | 32.6 GW | 14.8 GW (total EBT) | Limbah pertanian, sampah organik |
Catatan: Kapasitas terpasang 14.8 GW dan 217.7 MW adalah penambahan total EBT pada 2023-2024 dan Semester I 2024, bukan kapasitas spesifik per jenis EBT kecuali Panas Bumi yang disebutkan secara terpisah.
III. Kebijakan dan Regulasi Pendukung Transisi Energi
Kerangka kebijakan dan regulasi memainkan peran sentral dalam membentuk prospek bisnis energi terbarukan di Indonesia. Berbagai peraturan dan rencana telah disusun untuk mendukung transisi energi, meskipun implementasinya menghadapi tantangan.
Evolusi Target Bauran EBT (2025, 2050, 2060)
Target bauran energi terbarukan Indonesia telah mengalami beberapa revisi. Awalnya, Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan 23% EBT pada tahun 2025. Namun, target ini kemudian direvisi oleh Dewan Energi Nasional (DEN) pada Januari 2024 menjadi 17-19% untuk tahun 2025, dan selanjutnya Wakil Menteri ESDM pada Februari 2025 menyatakan target sebesar 16% untuk tahun yang sama. Realisasi bauran EBT di energi primer pada tahun 2023 hanya mencapai 13,1%.
Meskipun target jangka pendek direvisi turun, komitmen jangka panjang tetap kuat, dengan target 52% EBT pada 2044 dan 74% pada 2060, sejalan dengan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Presiden Prabowo juga telah menyatakan komitmen untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil pada 2040, meskipun RUPTL terbaru mengindikasikan “phase-down” daripada “early retirement” untuk batu bara.
Inkonsistensi kebijakan ini, dengan target ambisius jangka panjang tetapi penyesuaian ke bawah pada target jangka pendek dan RUPTL yang masih mengandalkan fosil, menciptakan lingkungan investasi yang berisiko. Hal ini meningkatkan risiko regulasi bagi investor, membuat mereka enggan melakukan investasi jangka panjang yang besar di sektor EBT. Meskipun ada komitmen di tingkat tinggi, implementasi di lapangan masih terhambat oleh kebijakan yang belum sepenuhnya selaras atau bahkan bertentangan. Ini menuntut pemerintah untuk segera menyelaraskan semua regulasi dan memberikan sinyal kebijakan yang jelas dan konsisten untuk menarik investasi yang dibutuhkan.
Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Terbaru (2025-2034) dan Implikasinya
Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, yang merupakan rencana pasokan listrik 10 tahun dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), telah diterbitkan pada 26 Mei 2025 dan dirilis ke publik pada 3 Juni 2025. Rencana ini menyerukan investasi besar dalam pembangkit listrik baru (69,5 GW) dan aset transmisi, dengan fokus pada 42,6 GW energi baru dan terbarukan (EBT), 10,3 GW sistem penyimpanan energi, dan 10,3 GW pembangkit listrik tenaga gas.
Namun, analisis oleh Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan bahwa RUPTL 2025-2034 justru menurunkan target energi terbarukan dari 20,9 GW (dalam RUPTL 2021-2030) menjadi 17 GW kapasitas bersih baru hingga 2030. RUPTL baru ini juga memproyeksikan peningkatan lebih dari 40% dalam pembangkitan listrik dari batu bara dan gas hingga 2034, dengan penambahan 16,6 GW kapasitas fosil baru. Batu bara akan tetap mendominasi pembangkitan listrik tanpa rencana penghentian yang jelas. Rencana ini dikritik sebagai “kesempatan yang terlewatkan” untuk mempercepat energi bersih dan berisiko mengunci negara pada sistem energi yang mahal dan berpolusi.
RUPTL juga mencakup investasi substansial dalam jalur transmisi (47.758 km) dan gardu induk (107.950 MVA), yang terkait dengan strategi Smart Grid PLN untuk meningkatkan efisiensi dan integrasi EBT.
Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2022: Percepatan Pengembangan EBT
Perpres Nomor 112 Tahun 2022, yang berlaku sejak 13 September 2022, mengatur percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan. Peraturan ini mengamanatkan Menteri ESDM untuk menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU sebagai bagian dari transisi energi sektor ketenagalistrikan. Perpres 112/2022 juga menyediakan insentif fiskal dan non-fiskal bagi badan usaha yang mengembangkan EBT.
Salah satu aspek krusial dari Perpres ini adalah penetapan Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN, yang mencakup Harga Patokan Tertinggi untuk berbagai jenis EBT (Air, Panas Bumi, Surya, Angin, Biomassa, Biogas) dan Harga Kesepakatan untuk jenis tertentu (BBN, Energi Laut, Peaker). Mekanisme pembelian tenaga listrik dapat dilakukan melalui penunjukan langsung atau pemilihan langsung. Namun, Perpres ini memiliki celah kritis di Pasal 3 Ayat 4 Huruf b, yang mengizinkan pembangunan PLTU baru untuk keperluan industri, berpotensi menghambat upaya dekarbonisasi dan melemahkan kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP).
Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) No. 10 Tahun 2025: Peta Jalan Transisi Energi Kelistrikan
Diterbitkan pada 22 April 2025, Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2025 merupakan amanat dari Perpres 112/2022. Permen ini mengatur peta jalan transisi energi di sektor ketenagalistrikan untuk mencapai target NZE 2060 atau lebih cepat. Strategi utama meliputi: co-firing biomassa di PLTU, pengurangan penggunaan BBM (melalui dedieselisasi dan gasifikasi), retrofitting pembangkit fosil (dengan teknologi Carbon Capture Storage/CCS dan penggunaan green ammonia), pembatasan penambahan PLTU baru (dengan pengecualian), akselerasi pengembangan Variable Renewable Energy (VRE), produksi hidrogen hijau/amonia hijau, pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir, pembangunan dan peningkatan kapasitas smart grid, serta percepatan pengakhiran operasional PLTU. Penerbitan Permen ini diikuti dengan keputusan pensiun dini PLTU Cirebon I 650 MW, menunjukkan langkah konkret pemerintah.
Status dan Progres Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET)
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) telah berlangsung lama, ditargetkan selesai akhir 2021 , namun masih tertunda hingga Juni 2025. Per Juni 2025, 61 dari 63 pasal telah disepakati, menyisakan 2 pasal krusial yang belum mencapai kesepakatan. RUU EBET sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan insentif bagi investor EBT. Tanpa pengesahan UU ini, insentif yang diperlukan tidak akan ada.
Salah satu poin krusial yang menjadi hambatan adalah skema “power wheeling” (penggunaan bersama jaringan transmisi PLN oleh produsen EBT langsung ke konsumen), yang akhirnya tidak dimasukkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pemerintah. Penundaan pengesahan RUU EBET menimbulkan ketidakpastian bagi iklim investasi EBT di Indonesia.
Transisi energi di Indonesia bukan hanya masalah teknis atau lingkungan, tetapi juga masalah politik ekonomi dan sosial yang kompleks. Konsep “transisi yang adil” (JETP) menekankan penciptaan lapangan kerja hijau dan keterjangkauan energi. Namun, ketergantungan pada batu bara yang murah dan kekhawatiran tentang dampak sosial dari pensiun dini PLTU menunjukkan bahwa aspek ekonomi dan sosial seringkali menjadi prioritas di atas percepatan dekarbonisasi murni. Isu “power wheeling” yang ditolak juga menunjukkan resistensi terhadap perubahan yang dapat mengganggu model bisnis PLN yang ada. Kebijakan harus secara cermat menyeimbangkan tujuan lingkungan dengan menjaga stabilitas ekonomi, ketersediaan energi yang terjangkau, dan dampak sosial terhadap pekerja dan komunitas yang bergantung pada industri fosil. Kegagalan dalam menyeimbangkan ini dapat memperlambat transisi dan menimbulkan resistensi dari berbagai pemangku kepentingan.
IV. Peluang Bisnis di Sektor Energi Terbarukan
Sektor energi terbarukan di Indonesia menawarkan beragam peluang bisnis yang menarik, didorong oleh potensi sumber daya yang melimpah dan komitmen transisi energi jangka panjang.
Sub-sektor Potensial: PLTS, PLTP, PLTA, Biomassa, Biogas
Berbagai sub-sektor EBT menunjukkan prospek yang cerah:
- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS): Dengan potensi 207,8 GWp dan iradiasi surya yang melimpah, PLTS menawarkan peluang besar. Pemerintah juga mendorong pengembangan PLTS atap sebagai cara untuk mencapai target EBT. Biaya PLTS yang terus menurun membuatnya semakin kompetitif, dan IESR mengidentifikasi PLTS sebagai sumber EBT dengan potensi tertinggi. Peluang bisnis mencakup penyediaan dan pemasangan panel surya untuk rumah tangga atau industri.
- Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP): Indonesia memiliki 40% potensi panas bumi dunia, menjadikan pengembangan PLTP sangat strategis. Proyek-proyek PLTP besar terus diresmikan, menunjukkan komitmen terhadap sub-sektor ini.
- Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA): Potensi hidro yang besar (94,5 GW) dan pengembangan mikrohidro menawarkan peluang untuk pembangkitan skala kecil, terutama di daerah terpencil.
- Biomassa dan Biogas: Pemanfaatan limbah pertanian dan sampah organik untuk bioenergi (potensi 32,6 GW) dan biogas adalah area yang menjanjikan. Potensi pemanfaatan sampah sebagai sumber EBT mencapai 2.000 MW. Program co-firing biomassa di PLTU juga menjadi strategi pemerintah untuk “menghijaukan” pembangkit eksisting. Peluang bisnis meliputi pengolahan limbah organik menjadi biogas untuk memasak atau listrik.
Peluang dalam Pengembangan Teknologi Baru: Battery Energy Storage Systems (BESS) dan Hidrogen Hijau
Selain pembangkit listrik EBT tradisional, ada penekanan yang jelas pada pengembangan teknologi pendukung dan baru yang strategis:
- Battery Energy Storage Systems (BESS): Indonesia adalah pasar yang menjanjikan untuk investasi BESS. Teknologi ini mampu menyimpan energi listrik dalam kapasitas besar (hingga ratusan MW), berfungsi sebagai cadangan daya untuk industri (misalnya pusat data, pabrik), media penyimpanan energi dari PLTS/PLTB, dan sumber listrik utama untuk daerah terpencil. BESS sangat penting untuk mengintegrasikan EBT yang intermiten ke dalam jaringan listrik. Pasar BESS global berkembang pesat, dengan pertumbuhan 44% pada tahun 2024. PLN telah meluncurkan proyek percontohan BESS, dan proyek-proyek besar seperti yang dilakukan Sembcorp dengan PLN di Nusantara juga mengintegrasikan BESS.
- Hidrogen Hijau (Green Hydrogen): Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen dan eksportir hidrogen hijau, dengan potensi teknis kapasitas terpasang lebih dari 38 GW untuk produksinya. Permintaan hidrogen di Indonesia diproyeksikan melonjak setelah 2030, mencapai 2-5 juta ton per tahun pada 2040. PLN telah memiliki 21 pabrik hidrogen hijau, dengan kapasitas hampir 200 ton per tahun. Pertamina NRE berambisi menjadi pelopor hidrogen hijau di Asia Tenggara dan mulai mengekspor pada 2030. Proyeksi menunjukkan pasar hidrogen hijau global akan meningkat signifikan, dengan potensi menciptakan ekonomi hidrogen yang besar.
Penciptaan Lapangan Kerja dan Kontribusi Ekonomi Hijau
Transisi energi diperkirakan akan mendorong pertumbuhan industri, menciptakan jutaan lapangan kerja baru (“green jobs”), dan memicu inovasi. Pengembangan hidrogen hijau saja diproyeksikan dapat menciptakan sekitar 300.000 lapangan kerja dan menghasilkan sekitar 70 miliar USD dalam bentuk devisa pada tahun 2060. Ini menunjukkan bahwa investasi di sektor EBT tidak hanya memenuhi tujuan lingkungan tetapi juga memberikan kontribusi ekonomi yang substansial.
Dukungan Pembiayaan dan Investasi: Green Bonds, Blended Finance, dan Kemitraan Internasional (JETP)
Pemerintah menyediakan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal untuk mendorong investasi EBT, termasuk pengurangan pajak (tax holiday), penyusutan/amortisasi dipercepat, fasilitas impor, dan insentif penurunan emisi (carbon credit). Green Bonds telah muncul sebagai instrumen keuangan baru di pasar modal Indonesia, diatur oleh POJK Nomor 60 Tahun 2017.
Bank Dunia telah menyetujui paket pembiayaan campuran (blended finance) senilai total US2,128 miliar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan akses energi bersih di Indonesia, termasuk mobilisasi tambahan US345 juta investasi swasta untuk proyek surya dan angin. Just Energy Transition Partnership (JETP) adalah kemitraan penting yang dipimpin oleh Jerman dan Jepang, melibatkan G7, Bank Dunia, ADB, dan UNDP. JETP bertujuan memobilisasi US$20 miliar dalam pembiayaan publik dan swasta untuk mendukung transisi energi yang adil di Indonesia, dengan target ambisius untuk sektor ketenagalistrikan. Kemitraan internasional ini berfungsi sebagai mekanisme de-risking yang penting bagi investor swasta, memberikan kerangka kerja kebijakan yang lebih stabil dan dukungan finansial yang dapat mengurangi risiko proyek. Bagi pelaku bisnis, ini berarti bahwa proyek-proyek yang selaras dengan tujuan dan kerangka kerja JETP atau didukung oleh lembaga keuangan internasional mungkin memiliki jalur yang lebih mulus untuk mendapatkan pembiayaan dan menghadapi risiko yang lebih rendah, meskipun tantangan domestik masih ada.
Tabel berikut menyajikan proyeksi pasar untuk teknologi BESS dan Hidrogen Hijau di Indonesia:
Tabel 3: Proyeksi Pasar BESS dan Hidrogen Hijau Indonesia (2030)
Teknologi | Proyeksi Kapasitas/Volume (2030) | Proyeksi Nilai Pasar (2030) | Sumber Data |
BESS | XX GW (total global >1 TW) | $XX Billion | |
Hidrogen Hijau | 2-5 juta ton/tahun (2040) | $51 Billion (Asia Tenggara) |
Catatan: Data spesifik untuk pasar BESS Indonesia pada 2030 tidak tersedia secara eksplisit dalam semua dokumen, namun proyeksi global dan inisiatif lokal menunjukkan pertumbuhan signifikan. Proyeksi nilai pasar hidrogen hijau Asia Tenggara juga relevan untuk konteks Indonesia.
V. Tantangan dan Hambatan Pengembangan EBT
Meskipun potensi dan peluang bisnis di sektor EBT Indonesia sangat besar, sejumlah tantangan dan hambatan struktural masih perlu diatasi untuk mewujudkan transisi energi yang efektif dan berkelanjutan.
Ketergantungan pada Energi Fosil dan Isu Pensiun Dini PLTU
Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, terutama batu bara, yang menyumbang lebih dari 60% produksi listrik pada tahun 2021 dan diproyeksikan tetap dominan hingga 2030 (59,4% dalam RUPTL 2021-2030). Preferensi terhadap batu bara sebagai sumber daya domestik yang murah menghambat pertumbuhan EBT. RUPTL 2025-2034 yang baru justru meningkatkan proyeksi pembangkitan listrik dari batu bara dan gas sebesar lebih dari 40% hingga 2034, dengan penambahan 16,6 GW kapasitas fosil baru. Batu bara akan tetap mendominasi pembangkitan listrik tanpa rencana penghentian yang jelas.
Infleksibilitas kontrak Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dengan Independent Power Producer (IPP) PLTU yang ada membatasi ruang bagi EBT baru. Meskipun Permen ESDM 10/2025 mengatur percepatan pensiun dini PLTU, prosesnya kompleks dan harus mempertimbangkan keandalan sistem, biaya listrik, dan prinsip transisi yang adil. Celah dalam Perpres 112/2022 yang mengizinkan pembangunan PLTU captive baru untuk industri juga melemahkan upaya dekarbonisasi.
Penggunaan biomassa co-firing untuk “menghijaukan” PLTU dan celah dalam Perpres 112/2022 yang mengizinkan PLTU captive baru, bersamaan dengan penurunan target EBT dalam RUPTL terbaru, dapat menimbulkan persepsi “greenwashing”. Persepsi ini berpotensi merusak kredibilitas Indonesia di mata investor internasional dan mitra global yang berkomitmen pada dekarbonisasi sejati, serta menghambat aliran investasi hijau yang sangat dibutuhkan. Untuk mengatasi ini, pemerintah perlu menunjukkan komitmen yang lebih kuat dan transparan melalui kebijakan yang konsisten, penghapusan celah hukum yang kontradiktif, dan fokus pada solusi EBT murni yang berkelanjutan.
Tantangan Infrastruktur dan Integrasi Jaringan Listrik
Infrastruktur jaringan listrik yang terbatas dan belum merata menjadi kendala utama, menyulitkan penyebaran EBT ke daerah terpencil. Integrasi sumber EBT yang fluktuatif (seperti surya dan angin) ke dalam jaringan listrik yang stabil memerlukan jaringan transmisi yang kuat dan sistem manajemen grid yang canggih (smart grid). Meskipun RUPTL 2025-2034 mencakup investasi besar dalam transmisi dan smart grid , penekanan pada penyimpanan energi dibandingkan operasi grid yang lebih cerdas berisiko memperpanjang dominasi energi fosil.
Kendala Pembiayaan dan Daya Tarik Investasi
Biaya investasi awal yang tinggi untuk proyek EBT merupakan hambatan signifikan, meskipun biaya operasional jangka panjang cenderung rendah. Kurangnya akses terhadap pembiayaan yang memadai, birokrasi yang kompleks, dan ketidakpastian kebijakan investasi menghambat minat investor. Meskipun pembiayaan bahan bakar fosil mulai kehilangan daya tarik secara global, sektor perbankan di Indonesia masih memiliki portofolio yang jauh lebih besar pada pembiayaan energi fosil dibandingkan EBT. Penurunan target EBT dapat menyebabkan penurunan minat dari investor yang telah berkomitmen. Biaya produksi hidrogen hijau saat ini masih sekitar empat kali lebih mahal dibandingkan hidrogen abu-abu dari gas alam, menjadi tantangan dalam adopsi.
Isu Regulasi dan Konsistensi Kebijakan (termasuk PPA dan harga listrik EBT)
Regulasi yang tidak konsisten dan perubahan kebijakan yang sering membuat investor enggan berinvestasi jangka panjang. Penundaan pengesahan RUU EBET menciptakan ketidakpastian hukum dan menghambat penyediaan insentif yang diperlukan. Meskipun Perpres 112/2022 mengatur PPA dan harga patokan, ada kekhawatiran tentang kekuatan tawar PLN sebagai pembeli tunggal dan klausul force majeure yang bisa membebaskan PLN dari kewajiban pembelian listrik. Tarif EBT masih dirasa tinggi oleh beberapa pihak, meskipun data menunjukkan penurunan bertahap.
Keterbatasan Keahlian Teknis dan Isu Lahan
Pengembangan dan operasionalisasi EBT memerlukan keahlian teknis khusus dan tenaga kerja terampil yang terbatas di Indonesia. Kendala akses pembebasan lahan merupakan hambatan signifikan dalam pengembangan proyek EBT. Beberapa proyek EBT, seperti panas bumi, telah menghadapi penolakan dan potensi konflik sosial terkait isu lahan. Selain itu, pengembangan biomassa berisiko memicu deforestasi dan konflik pangan.
Tantangan-tantangan ini bukanlah masalah terpisah, melainkan saling terkait dan membentuk hambatan struktural yang memperparah diri. Misalnya, biaya investasi tinggi diperparah oleh ketidakpastian kebijakan dan birokrasi yang kompleks, mengurangi daya tarik proyek EBT. Ketergantungan pada fosil diperkuat oleh infrastruktur yang sudah ada dan kontrak jangka panjang, membuat transisi sulit. Mengatasi hambatan ini memerlukan pendekatan holistik dan terkoordinasi dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan, bukan hanya solusi parsial. Reformasi tata kelola energi yang fundamental, sinyal kebijakan yang jelas dan konsisten, serta mekanisme pembiayaan inovatif yang dapat mengurangi risiko investasi EBT sangat dibutuhkan. Tanpa ini, Indonesia berisiko gagal mencapai target EBT jangka panjangnya.
VI. Proyek-Proyek EBT Unggulan dan Pemain Kunci
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, sektor EBT di Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan melalui berbagai proyek unggulan dan keterlibatan pemain kunci, baik dari dalam maupun luar negeri.
Proyek Pemerintah dan Swasta Terkini yang Diresmikan/Dikembangkan
Pada 26 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto meresmikan pengoperasian dan pembangunan 55 pembangkit energi baru terbarukan di 15 provinsi, dengan total investasi mencapai Rp 25 triliun. Ini merupakan tonggak penting menuju kemandirian energi. Proyek-proyek yang diresmikan meliputi 351,9 MW proyek PLTP (Panas Bumi) dan 47 proyek PLTS (Surya) dengan kapasitas 27,8 MW.
Contoh PLTP yang diresmikan meliputi: PLTP Ulubelu Ext Gunung Tiga 55 MW, PLTP Muara Laboh Unit 2 80 MW, PLTP Sorik Marapi Unit 5 41,25 MW, PLTP Salak Binary 16,15 MW, PLTP Salak Unit 7 40 MW, PLTP Wayang Windu Unit 3 30 MW, PLTP Ijen Unit 1 34,5 MW, dan PLTP Patuha Unit 2 55 MW. PLTS yang diresmikan tersebar di berbagai provinsi, termasuk Kalimantan Timur, Maluku, Sulawesi Utara, Papua Barat, Bali (PLTS Bali Timur 25 MW), Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Papua, banyak di antaranya adalah PLTS off-grid untuk desa-desa terpencil. Medco Energi juga telah mengoperasikan PLTS Bali Timur (25 MWp) dan PLTP Blawan Ijen di Jawa Timur.
Dalam pengembangan teknologi baru, RGE dan TotalEnergies telah sepakat membangun PLTS dengan Battery Energy Storage System (BESS) di Provinsi Riau, yang juga akan melayani ekspor ke Singapura. Selain itu, Sembcorp (Singapura) berkolaborasi dengan PLN Nusantara Renewables meluncurkan proyek Nusantara Sembcorp Solar Energi (NSSE) di Nusantara, Kalimantan, yang mencakup PLTS 50MW dan BESS 14.2 MWh.
Meskipun ada tantangan regulasi dan revisi target di tingkat kebijakan, peresmian puluhan proyek EBT baru dan investasi besar yang sedang berjalan menunjukkan bahwa momentum pengembangan EBT di lapangan tetap ada. Keterlibatan pemain besar seperti PLN, Pertamina, dan perusahaan internasional mengindikasikan adanya daya tarik investasi yang kuat. Ini berarti bahwa meskipun lingkungan kebijakan belum sempurna, potensi pasar dan dorongan global untuk dekarbonisasi cukup kuat untuk mendorong realisasi proyek. Bagi investor, ini adalah sinyal bahwa proyek-proyek yang terstruktur dengan baik dan memiliki dukungan kuat dari mitra lokal atau internasional masih memiliki prospek yang baik, bahkan dalam menghadapi tantangan kebijakan yang dinamis.
Perusahaan Pengembang EBT Nasional dan Internasional yang Berperan
Sektor EBT di Indonesia didukung oleh beragam pemain, baik domestik maupun internasional:
- Pemain Nasional Utama:
- PT Pertamina Geothermal Energy (PGE): Anak perusahaan Pertamina yang merupakan pemain utama di sektor panas bumi, mengelola banyak PLTP di seluruh Indonesia.
- PT PLN (Persero): BUMN kelistrikan yang aktif mengembangkan berbagai proyek EBT seperti PLTA, PLTS, dan PLTB, serta terus meningkatkan kapasitas EBT dalam portofolionya. PLN juga terlibat dalam proyek percontohan BESS dan memiliki 21 pabrik hidrogen hijau.
- PT Energi Mitra Investama (SUN Group/SUN Energy): Pengembang proyek tenaga surya terkemuka di Indonesia, telah mengembangkan lebih dari 350 MWp proyek surya di wilayah Asia-Pasifik.
- PT Sumberdaya Sewatama: Menyediakan solusi energi berkelanjutan, termasuk PLTS, biomassa, dan mikrohidro, khususnya untuk daerah terpencil.
- PT Dharma Hydro Nusantara: Mengkhususkan diri pada pengembangan pembangkit listrik mikrohidro dan minihidro.
- Jakarta Green Energy: Berkontribusi dalam mempromosikan EBT dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
- Pertamina NRE: Bagian dari Pertamina, baru-baru ini meluncurkan fasilitas manufaktur modul panel surya bekerja sama dengan LONGi. Berambisi menjadi pelopor hidrogen hijau di Asia Tenggara.
- Pemain Internasional dan Investor:
- Star Energy Geothermal: Pemain kunci di sektor panas bumi, mengoperasikan lapangan panas bumi terbesar di Cirebon dan Salak.
- Vena Energy: Berkomitmen mendukung infrastruktur EBT di Indonesia melalui investasi proyek surya dan angin.
- LONGi Green Technology Co., Ltd. (Tiongkok): Bermitra dengan Pertamina NRE untuk pembangunan fasilitas manufaktur panel surya di Indonesia.
- World Bank: Memberikan dukungan finansial melalui paket pembiayaan campuran untuk energi bersih.
- Asian Development Bank (ADB): Berpartisipasi dalam kemitraan JETP.
- Jerman & Jepang: Memimpin kelompok donor dalam JETP.
- TotalEnergies (Prancis): Bermitra dengan RGE untuk proyek surya+BESS di Riau.
- Sembcorp (Singapura): Bermitra dengan PLN untuk proyek surya+BESS di Nusantara.
- Citicore Renewable Energy (Filipina): Perusahaan EBT yang menjadi target investasi Pertamina.
Kerjasama Pertamina NRE dengan LONGi untuk manufaktur modul panel surya dan fokus pada peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya ingin meningkatkan kapasitas EBT, tetapi juga membangun industri pendukung di dalam negeri. Ini mencerminkan visi jangka panjang untuk menciptakan kemandirian energi dan nilai tambah ekonomi dari transisi energi. Bagi investor asing, ini berarti bahwa peluang terbesar mungkin terletak pada kemitraan yang melibatkan transfer teknologi, pengembangan kapasitas manufaktur lokal, atau integrasi ke dalam rantai pasok domestik. Perusahaan yang dapat menawarkan solusi dengan komponen lokal yang tinggi atau berkontribusi pada pengembangan ekosistem industri EBT di Indonesia akan memiliki keunggulan kompetitif.
Tabel berikut menyajikan beberapa contoh proyek EBT besar yang telah diresmikan atau sedang dikembangkan di Indonesia:
Tabel 4: Contoh Proyek EBT Besar yang Diresmikan/Dikembangkan (Kapasitas & Investasi)
Nama Proyek | Jenis EBT | Kapasitas (MW/MWp) | Nilai Investasi (Rp/USD) | Lokasi | Status | Pemain Kunci/Pengembang |
PLTP Ulubelu Ext Gunung Tiga | Panas Bumi | 55 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Lampung | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTP Muara Laboh Unit 2 | Panas Bumi | 80 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Sumatera Barat | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTP Sorik Marapi Unit 5 | Panas Bumi | 41,25 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Sumatera Utara | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTP Salak Binary | Panas Bumi | 16,15 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Jawa Barat | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTP Salak Unit 7 | Panas Bumi | 40 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Jawa Barat | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTP Wayang Windu Unit 3 | Panas Bumi | 30 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Jawa Barat | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTP Ijen Unit 1 | Panas Bumi | 34,5 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Jawa Timur | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah, Medco Energi |
PLTP Patuha Unit 2 | Panas Bumi | 55 MW | Rp 23,49 T (total PLTP) | Jawa Barat | Diresmikan (26 Juni 2025) | Pemerintah |
PLTS Bali Timur | Surya | 25 MWp | Rp 319 Miliar | Bali | Diresmikan (26 Juni 2025) | Medco Power, Solar Philippines |
PLTS + BESS Riau | Surya + BESS | N/A | N/A | Riau | Kesepakatan (Mei 2025) | RGE, TotalEnergies |
NSSE Project (Nusantara) | Surya + BESS | 50MW + 14.2 MWh | N/A | Nusantara, Borneo | Diluncurkan (Jan 2025) | Sembcorp, PLN Nusantara Renewables |
VII. Proyeksi Permintaan Energi dan Outlook Masa Depan
Perkembangan permintaan energi di Indonesia menjadi faktor krusial dalam menentukan prospek bisnis EBT di masa depan. Proyeksi menunjukkan peningkatan signifikan dalam konsumsi listrik, yang akan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan sektor EBT.
Tren Konsumsi Listrik Nasional dan Faktor Pendorongnya
Listrik telah menjadi kebutuhan dasar dalam kehidupan sehari-hari, dengan sektor industri dan rumah tangga sebagai penyumbang terbesar konsumsi. Pertumbuhan konsumsi ini mencerminkan perkembangan ekonomi dan kebutuhan energi masyarakat yang pesat. Pada tahun 2023, konsumsi listrik mencapai 384 TWh, dengan sektor industri menyumbang 184 TWh dan rumah tangga 122 TWh. Proyeksi untuk tahun 2024 menunjukkan konsumsi akan mencapai 430 TWh.
Faktor-faktor pendorong pertumbuhan meliputi peningkatan aktivitas industri, urbanisasi yang cepat, dan kebutuhan listrik yang semakin tinggi di kalangan rumah tangga. Perkembangan teknologi dan peningkatan kapasitas pembangkit juga berkontribusi pada tingginya permintaan. Proyeksi jangka panjang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) menunjukkan permintaan tenaga listrik akan mencapai sekitar 539 TWh pada tahun 2025 dan melonjak hingga sekitar 1.813 TWh pada tahun 2060. Sektor industri diperkirakan akan menjadi pengguna utama listrik, menyumbang 43% dari total kebutuhan listrik pada tahun 2060. Rasio elektrifikasi telah mencapai 99,83% pada tahun 2024, dengan target 100% desa berlistrik pada 2025 dan 100% rasio elektrifikasi pada 2029.
Meskipun ada fluktuasi kebijakan jangka pendek dan ketergantungan pada energi fosil, proyeksi jangka panjang menunjukkan pergeseran yang jelas dan signifikan menuju dominasi EBT dalam bauran listrik. Hal ini didorong oleh peningkatan pesat permintaan listrik dan komitmen nasional terhadap NZE. Skala pertumbuhan permintaan yang sangat besar berarti kapasitas baru harus ditambahkan, dan EBT adalah pilihan strategis jangka panjang. Ini menunjukkan bahwa ketidaksesuaian kebijakan saat ini mungkin merupakan titik gesekan sementara dalam tren jangka panjang yang tidak dapat dihindari.
Proyeksi Pertumbuhan EBT Jangka Panjang Menuju Net Zero Emission
EBT diharapkan akan mendominasi produksi listrik pada tahun 2060. Bauran energi pada tahun 2060 diproyeksikan akan terdiri dari sekitar 73,6% EBT, yang mencakup 24,1% energi baru dan 49,5% energi terbarukan (termasuk 20,7% VRE dan 28,8% non-VRE). Porsi EBT ditargetkan akan melebihi energi fosil (51,6%) paling lambat pada tahun 2044.
Total kapasitas terpasang pembangkit listrik pada tahun 2060 diproyeksikan sekitar 443 GW, terdiri dari sekitar 41,5% pembangkit VRE yang dilengkapi dengan penyimpanan sekitar 34 GW, dan sekitar 58,5% pembangkit dispatchable (non-VRE). Kebutuhan investasi untuk pembangkit dan transmisi tenaga listrik antarprovinsi dari tahun 2025 hingga 2060 diperkirakan mencapai sekitar US1,092 triliun, atau rata-rata sekitar US30,333 miliar per tahun.
Untuk mendukung distribusi energi yang efisien, rencana interkoneksi antarpulau juga telah disusun: Sumatera-Batam (2028), Jawa-Bali (2029), Sumatera-Jawa (2031), Bali-Lombok-Sumbawa (2035), Jawa-Kalimantan (2040), serta Sumbawa-Flores dan Kalimantan-Sulawesi (2041).
Proyeksi RUKN 2060 yang mencakup kapasitas VRE substansial dengan penyimpanan energi dan interkoneksi jaringan antarpulau yang ekstensif, secara implisit mengakui bahwa penyebaran EBT skala besar, terutama surya dan angin, memerlukan jaringan yang kuat dan fleksibel untuk mengelola intermitensi dan mendistribusikan daya secara efisien di seluruh kepulauan. Ini menunjukkan bahwa peluang investasi meluas di luar pembangkit listrik ke modernisasi jaringan, teknologi smart grid, dan proyek transmisi antarpulau. Perusahaan yang berspesialisasi dalam infrastruktur jaringan, sistem manajemen energi, dan penyimpanan baterai akan menjadi enabler krusial bagi Indonesia untuk mencapai target EBT jangka panjangnya. Keberhasilan integrasi EBT sangat bergantung pada investasi “tulang punggung” ini, menyoroti area kunci untuk fokus strategis dan kolaborasi.
VIII. Rekomendasi Strategis untuk Pelaku Bisnis dan Investor
Melihat lanskap energi terbarukan di Indonesia yang dinamis, dengan potensi besar namun juga tantangan signifikan, pelaku bisnis dan investor perlu mengadopsi strategi yang adaptif dan komprehensif.
Memanfaatkan Insentif dan Membangun Kolaborasi Strategis
Pelaku bisnis disarankan untuk secara aktif berinteraksi dengan lembaga pemerintah terkait seperti Kementerian ESDM, PLN, dan Dewan Energi Nasional (DEN) guna memahami dan memanfaatkan insentif yang tersedia. Insentif ini meliputi dukungan fiskal seperti tax holiday, penyusutan/amortisasi dipercepat, fasilitas impor, dan carbon credit, serta insentif non-fiskal.
Penting juga untuk menjalin kemitraan strategis dengan BUMN lokal seperti PLN dan Pertamina, serta pengembang domestik yang berpengalaman. Kemitraan semacam ini dapat membantu menavigasi kompleksitas lokal dan membuka akses ke peluang proyek spesifik. Selain itu, eksplorasi kolaborasi di bawah kerangka kerja internasional seperti JETP dan program pembiayaan campuran Bank Dunia sangat direkomendasikan, karena inisiatif ini dapat mengurangi risiko proyek dan menyediakan akses ke sumber pendanaan yang substansial.
Mitigasi Risiko Terkait Kebijakan dan Infrastruktur
Mengingat lingkungan kebijakan yang dinamis dan terkadang kontradiktif, pelaku bisnis harus melakukan uji tuntas yang cermat terhadap perubahan regulasi dan implikasinya, terutama terkait ketentuan PPA dan penetapan harga. Advokasi untuk kerangka regulasi yang konsisten dan dapat diprediksi, mungkin melalui asosiasi industri atau keterlibatan langsung dengan pembuat kebijakan, juga merupakan langkah penting.
Dalam perencanaan proyek, penting untuk memperhitungkan keterbatasan infrastruktur dan tantangan integrasi jaringan. Ini dapat diatasi dengan berinvestasi pada solusi lokal (misalnya, BESS untuk daerah terpencil) atau memprioritaskan proyek yang berdekatan dengan infrastruktur jaringan yang ada. Isu pembebasan lahan harus ditangani secara proaktif melalui proses yang transparan dan adil, melibatkan komunitas lokal sejak dini untuk menghindari konflik.
Mengingat lanskap kebijakan yang dinamis dan terkadang kontradiktif, di samping sifat investasi EBT yang bersifat jangka panjang, strategi investasi yang statis tidak akan memadai. Pelaku bisnis perlu menjadi tangkas, mampu beradaptasi dengan regulasi yang berkembang dan kondisi pasar. Ini menuntut strategi investasi yang adaptif dan tangguh.
Fokus pada Inovasi Teknologi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Investasi dalam adopsi teknologi EBT mutakhir, khususnya di bidang PLTS (mengingat potensi besar dan biaya yang terus menurun) dan BESS (untuk stabilitas jaringan dan manajemen energi), sangat disarankan. Selain itu, peluang di sektor hidrogen hijau yang masih baru namun memiliki potensi tinggi harus dieksplorasi, dengan fokus pada proyek percontohan dan pengembangan infrastruktur awal.
Pengembangan keahlian teknis lokal dan tenaga kerja terampil melalui program pelatihan dan kemitraan dengan institusi pendidikan juga merupakan prioritas. Hal ini tidak hanya mengatasi keterbatasan tenaga kerja tetapi juga dapat meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mendapatkan dukungan pemerintah.
Peran Serta dalam Ekosistem Hidrogen Hijau dan BESS
Pelaku bisnis perlu memposisikan diri untuk memanfaatkan pertumbuhan permintaan hidrogen hijau yang diproyeksikan setelah tahun 2030, mempertimbangkan potensinya untuk sektor industri, transportasi, dan pasar ekspor. Investasi dalam solusi BESS, baik untuk aplikasi skala jaringan maupun solusi behind-the-meter (BTM) untuk sektor komersial dan industri, serta untuk menyediakan daya yang andal di daerah terpencil, sangat prospektif.
Kontribusi terhadap pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk hidrogen (produksi, penyimpanan, distribusi) dan BESS (manufaktur, penyebaran) juga krusial untuk membangun ekosistem yang kuat. Meskipun proyek pembangkit listrik adalah inti, banyak tantangan berasal dari kurangnya infrastruktur pendukung (jaringan, penyimpanan) dan modal manusia (keahlian teknis). Visi jangka panjang untuk dominasi EBT dan NZE membutuhkan ekosistem yang lengkap, bukan hanya pembangkit listrik individu. Investor yang cerdas akan mencari peluang untuk berinvestasi dalam ekosistem pendukung yang lebih luas ini. Ini mencakup manufaktur komponen EBT, pengembangan dan penyebaran BESS, solusi smart grid, dan inisiatif pengembangan modal manusia. Area-area ini mungkin menawarkan persaingan yang lebih sedikit dan potensi nilai strategis yang lebih tinggi dalam jangka panjang, karena mereka mengatasi hambatan fundamental terhadap transisi energi secara keseluruhan.
Daftar Pustaka :
1. Indonesia Energy Transition Outlook 2025 – IESR, https://iesr.or.id/wp-content/uploads/2024/12/Indonesia-Energy-Transition-Outlook-2025-Digital-Version.pdf
2. Executive summary – Enhancing Indonesia’s Power System – Analysis – IEA, https://www.iea.org/reports/enhancing-indonesias-power-system/executive-summary
3. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) – Mendukung Pertahanan Negara, https://www.kemhan.go.id/pothan/wp-content/uploads/2024/06/Energi-Baru-dan-Terbarukan.pdf
4. Menuju Masa Depan Indonesia Maju Melalui Renewable Energy, https://sunenergy.id/perusahaan-renewable-energy-indonesia
5. Seberapa Besar Potensi Energi Terbarukan di Indonesia?, https://beee.telkomuniversity.ac.id/potensi-energi-terbarukan-di-indonesia/
6. Kementerian ESDM RI – Berita Unit – Direktorat Jenderal …, https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/pemerintah-optimistis-ebt-23-tahun-2025-tercapai
7. Target Bauran Energi Indonesia Tahun 2023 Kembali Melesat – DPR RI, https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/buletin-apbn/public-file/buletin-apbn-public-195.pdf
8. Makin Turun, Target Bauran Energi Baru Terbarukan RI Sebesar 16% pada 2025 – Katadata, https://katadata.co.id/ekonomi-hijau/energi-baru/67921b8b03750/makin-turun-target-bauran-energi-baru-terbarukan-ri-sebesar-16-pada-2025
9. Regulasi dan Kebijakan – Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, https://metiires.or.id/topik/regulasi-dan-kebijakan/
10. Perubahan Target Bauran EBT (IS Kom XII Feb 3 2025) – DPR RI, https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/isu_sepekan/Isu%20Sepekan—III-PUSLIT-Februari-2025-206.pdf
11. ESDM Ungkap Alasan Tantangan Gapai Target EBT 23% pada 2025 – Ekonomi Bisnis, https://ekonomi.bisnis.com/read/20240821/44/1792626/esdm-ungkap-alasan-tantangan-gapai-target-ebt-23-pada-2025
12. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia | Renewable Energy, https://renewableenergy.id/potensi-energi-terbarukan-di-indonesia/
13. IESR: Potensi EBT Indonesia Sampai 333 GW, Paling Tinggi Potensi PLTS – industri kontan, https://industri.kontan.co.id/news/iesr-potensi-ebt-indonesia-sampai-333-gw-paling-tinggi-potensi-plts
14. Semester I 2024, Kapasitas Terpasang EBT Bertambah 217,7 MW – ESDM, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/semester-i-2024-kapasitas-terpasang-ebt-bertambah-2177-mw
15. Kapasitas PLTP Indonesia Ditargetkan Jadi yang Terbesar di Dunia – Investor Daily, https://investor.id/business/394694/kapasitas-pltp-indonesia-ditargetkan-jadi-yang-terbesar-di-dunia
16. The Commencement of the Electricity Transition Journey Towards Net-Zero Emission – IESR, https://iesr.or.id/en/the-commencement-of-the-electricity-transition-journey-towards-net-zero-emission/
17. Indonesia’s RUPTL outlines faster growth in fossil fuel use, downgrades ambition for clean energy, https://energyandcleanair.org/publication/indonesias-ruptl-outlines-faster-growth-in-fossil-fuel-use-downgrades-ambition-for-clean-energy/
18. Indonesia’s new power development plan: Highlights from the 2025–2034 RUPTL – Ashurst, https://www.ashurst.com/en/insights/indonesias-new-power-development-plan/
19. RI downgrades clean energy ambitions in new RUPTL, bets big on fossil fuels, https://indonesiabusinesspost.com/4494/policy-and-governance/ri-downgrades-clean-energy-ambitions-in-new-ruptl-bets-big-on-fossil-fuels
20. RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL, https://gatrik.esdm.go.id/assets/uploads/download_index/files/28dd4-rukn.pdf
21. Diseminasi RUPTL 2021-2030 – PLN, https://web.pln.co.id/statics/uploads/2021/10/materi-diseminasi-2021-2030-publik.pdf
22. PERPRES No. 112 Tahun 2022 – Peraturan BPK, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/225308/perpres-no-112-tahun-2022
23. Pemerintah Perkuat Komitmen Transisi Energi Melalui Peraturan Presiden Pengembangan EBT – Kementerian ESDM RI – Media Center – Arsip Berita, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/pemerintah-perkuat-komitmen-transisi-energi-melalui-peraturan-presiden-pengembangan-ebt
24. Perpres 112/2022: Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan, https://jdih.maritim.go.id/perpres-1122022-percepatan-pengembangan-energi-terbarukan-untuk-penyediaan-tenaga-listrik
25. The Urgent Need to Amend Perpres 112/2022: Ensuring a Safer Future for Indonesia’s People and Environment – Celios, https://celios.co.id/wp-content/uploads/2024/09/The-Urgent-Need-to-Amend-Perpres-1-12-2022-Ensuring-a-Safer-Future-for-Indonesias-People-and-Environment.pdf
26. Aturan Baru Menteri Bahlil: Pensiun Dini PLTU Ada Syaratnya – Tempo.co, https://www.tempo.co/ekonomi/aturan-baru-menteri-bahlil-pensiun-dini-pltu-ada-syaratnya-1234278
27. 9 Jurus Transisi Energi Pemerintah Sesuai Permen ESDM 10/2025, Termasuk Nuklir, https://katadata.co.id/ekonomi-hijau/energi-baru/68071de2a6279/9-jurus-transisi-energi-pemerintah-sesuai-permen-esdm-102025-termasuk-nuklir
28. DPR Targetkan RUU EBET Rampung Februari 2025, Kementerian ESDM Bilang Begini, https://nasional.kontan.co.id/news/dpr-targetkan-ruu-ebet-rampung-februari-2025-kementerian-esdm-bilang-begini
29. Progres RUU EBET, Sisa Dua Pasal Pembahasan – ESDM, https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/progres-ruu-ebet-sisa-dua-pasal-pembahasan
30. RUU Energi Terbarukan yang Tak Kunjung Disahkan – Kompas.id, https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/09/20/ruu-energi-terbarukan-yang-tak-kunjung-disahkan
31. ASPEK HUKUM GREEN BOND SEBAGAI PEMBIAYAAN ENERGI BARU TERBARUKAN DI INDONESIA, https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/viewFile/984/308
32. Penundaan Pengesahan RUU EBET (IS Kom VII Sept III 2024) – DPR RI, https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/isu_sepekan/Isu%20Sepekan—III-PUSLIT-September-2024-235.pdf
33. Just Energy Transition Partnership (JETP) with Indonesia, https://www.bmz.de/resource/blob/248482/factsheet-jetp-indonesia-en.pdf
34. JURNAL ILMIAH SUTET Tantangan dan Peluang Pembangunan Proyek Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia – Neliti, https://media.neliti.com/media/publications/540550-none-fe337b8e.pdf
35. Peluang Bisnis Energi Terbarukan untuk Creativepreneur – BINUS UNIVERSITY, https://binus.ac.id/bandung/creativepreneurship/2025/03/25/peluang-bisnis-energi-terbarukan-untuk-creativepreneur/
36. Prabowo Resmikan Proyek EBT Rp25 T di 15 Provinsi, Ini Daftartanya – CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/news/20250626133331-4-644188/prabowo-resmikan-proyek-ebt-rp25-t-di-15-provinsi-ini-daftartanya
37. BESS: Solusi Penyimpanan Energi Bersih dan Hemat Energi – PT Nayaka Pratama, https://www.nayakapratama.co.id/berita/ess-solusi-penyimpanan-energi-bersih-dan-hemat-energi
38. bess (battery energy storage system) sebagai energy arbitrage pada sistem lombok tesis – Perpustakaan Digital ITB, https://digilib.itb.ac.id/assets/files/2025/QnVrdSBUZXNpcyBMZW5rYSBBdXJlbGllIFl1ZGhpc3RpcmFfMjMyMjIzNzUgLSBzdWJtaXR0ZWQgLSBsZW5rYSBhdXJlbGllICgxKS5wZGY.pdf
39. Indonesia Energy Storage Market 2024-2030 – Mobility Foresights, https://mobilityforesights.com/product/indonesia-energy-storage-market
40. Battery energy storage comes of age | Wood Mackenzie, https://www.woodmac.com/blogs/the-edge/battery-energy-storage-comes-of-age/
41. Sembcorp partners with PLN for Solar-Plus-BESS project in Indonesia, https://southeastasiainfra.com/sembcorp-partners-with-pln-for-solar-plus-bess-project-in-indonesia/
42. Mengenal Hidrogen Hijau dan Potensi Besar Indonesia – Surya Energi Indotama, https://suryaenergi.co.id/mengenal-hidrogen-hijau-dan-potensi-besar-indonesia/
43. Potensi Besar Hidrogen Hijau Indonesia – Infografik Katadata.co.id, https://katadata.co.id/infografik/681d8bcfc9b90/potensi-besar-hidrogen-hijau-indonesia
44. Indonesia aims to export green hydrogen by 2030 | NEWS – Reccessary, https://www.reccessary.com/en/news/indonesia-aims-export-green-hydrogen-2030
45. New energy: Indonesia ready to welcome hydrogen – PwC, https://www.pwc.com/id/en/media-centre/infrastructure-news/april-2025/new-energy-indonesia-ready-to-welcome-hydrogen.html
46. IESR Initiates Community to Accelerate Indonesia’s Green Hydrogen Development, https://iesr.or.id/en/iesr-initiates-community-to-accelerate-indonesias-green-hydrogen-development/
47. Peluang Bisnis dalam Transisi Energi Indonesia Menuju 23% EBT 2025, https://environment-indonesia.com/peluang-bisnis-dalam-transisi-energi-indonesia-menuju-23-ebt-2025/
48. insentif fiskal untuk mendukung investasi pembangkit energi baru dan terbarukan plts dan pltmh, https://pse.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/36/Insentif-Fiskal-untuk-Mendukung-Investasi-Pembangkit-EBT-Research-Brief-PSE-Mei-2021.pdf
49. Kebijakan Insentif Pajak Energi Hijau di Indonesia – SIP Law Firm, https://siplawfirm.id/kebijakan-insentif-pajak-untuk-energi-hijau/?lang=id
50. World Bank Approves Investments to Boost Indonesia’s Economic Growth and Access to Clean Energy, https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2025/06/16/-world-bank-approves-investments-to-boost-indonesia-s-economic-growth-and-access-to-clean-energy
51. Indonesia Just Energy Transition Partnership (JETP) | United Nations Development Programme, https://www.undp.org/indonesia/projects/indonesia-just-energy-transition-partnership-jetp
52. Accelerating Green Hydrogen Deployment through a Comprehensive National Hydrogen Roadmap – IESR, https://iesr.or.id/en/accelerating-green-hydrogen-deployment-through-a-comprehensive-national-hydrogen-roadmap/
53. Bauran Energi Indonesia Masih Didominasi Batu Bara pada 2030 – Databoks, https://databoks.katadata.co.id/utilitas/statistik/69c86416f697c2d/bauran-energi-indonesia-masih-didominasi-batu-bara-pada-2030
54. 7 Kendala dalam Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia | kumparan.com, https://kumparan.com/berita-terkini/7-kendala-dalam-pengembangan-energi-terbarukan-di-indonesia-22f4R5WzswT
55. Hambatan Perkembangan Energi Baru Terbarukan Di Indonesia – SolarKita, https://www.solarkita.com/blog/hambatan-perkembangan-energi-baru-terbarukan-di-indonesia
56. Hambatan Perkembangan Energi Baru Terbarukan Di Indonesia | kumparan.com, https://m.kumparan.com/solar-kita/hambatan-perkembangan-energi-baru-terbarukan-di-indonesia-20tlKtD9AeQ
57. Revisi Target Energi Terbarukan Indonesia 2025: Dampak dan Peluang Industri, https://environment-indonesia.com/revisi-target-energi-terbarukan-indonesia-2025-dampak-dan-peluang-industri/
58. Melacak Kemajuan Sektor Perbankan dalam Pembiayaan Transisi Energi Indonesia untuk Mempercepat Net Zero Emission – ResponsiBank, https://www.responsibank.id/media/ss1pi0na/melacak-kemajuan-sektor-perbankan-dalam-pembiayaan-transisi-energi-indonesia-untuk-mempercepat-net-zero-emission.pdf
59. Indonesia’s New Regulation on Renewable PPAs – Supporting Renewable Power in a Time of Global Uncertainty – Ashurst, https://www.ashurst.com/en/insights/indonesias-new-regulation-on-renewable-ppas-supporting-renewable-power/
60. PENINGKATAN PEMANFAATAN ENERGI BARU TERBARUKAN (EBT) UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN EKONOMI HIJAU DI INDONESIA, http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-092400000000094/swf/7859/80%20-%20Sidik%20Setiyono.pdf
61. Dinilai Berisiko Tinggi dan Timbulkan Konflik, Aktivis Tolak Rencana Pembangunan PLTP di Sinjai – Mongabay, https://mongabay.co.id/2024/01/17/dinilai-berisiko-tinggi-dan-timbulkan-konflik-aktivis-tolak-rencana-pembangunan-pltp-di-sinjai/
62. Revisi KEN, Cara Pemerintah Greenwashing Kayu Bakar untuk PLTU – Betahita.ID, https://betahita.id/news/detail/10462/revisi-ken-cara-pemerintah-greenwashing-kayu-bakar-untuk-pltu.html?v=1721782806
63. Momentum Menuju Kedaulatan Energi Nasional, Presiden Prabowo Resmikan Proyek Energi Terbarukan di 15 Provinsi dan Peningkatan Produksi Minyak Blok Cepu – Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, https://setkab.go.id/momentum-menuju-kedaulatan-energi-nasional-presiden-prabowo-resmikan-proyek-energi-terbarukan-di-15-provinsi-dan-peningkatan-produksi-minyak-blok-cepu/
64. Presiden Prabowo Resmikan Proyek Energi Terbarukan di 15 Provinsi – Lestari, https://lestari.kompas.com/read/2025/06/26/210909986/presiden-prabowo-resmikan-proyek-energi-terbarukan-di-15-provinsi
65. Prabowo Perintahkan Bahlil Bangun PLTS di 5.600 Desa Tanpa Listrik – CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250626175325-85-1244245/prabowo-perintahkan-bahlil-bangun-plts-di-5600-desa-tanpa-listrik
66. 15 Pembangkit EBT Diresmikan Prabowo, Dua di Antaranya Milik Medco | kumparan.com, https://kumparan.com/kumparanbisnis/15-pembangkit-ebt-diresmikan-prabowo-dua-di-antaranya-milik-medco-25LH4432v1N
67. Indonesia to Host Solar and BESS Project Backed by RGE and TotalEnergies, https://www.saurenergy.asia/indonesia-to-host-solar-and-bess-project-backed-by-rge-and-totalenergies/
68. Perusahaan Energi Terbarukan Di Indonesia, https://www.solusipower.com/perusahaan-energi-terbarukan-di-indonesia/
69. Perusahaan Energi Terbarukan Di Indonesia – SUN Energy, https://sunenergy.id/blog/perusahaan-energi-terbarukan-di-indonesia
70. Pertamina NRE-LONGi Kerja Sama Luncurkan Manufaktur Modul Panel Surya, https://finance.detik.com/energi/d-7979124/pertamina-nre-longi-kerja-sama-luncurkan-manufaktur-modul-panel-surya
71. Profil Citicore, Perusahaan EBT Filipina Target Investasi Pertamina – Ekonomi Hijau, https://hijau.bisnis.com/read/20250113/652/1831245/profil-citicore-perusahaan-ebt-filipina-target-investasi-pertamina
72. Permintaan Listrik Indonesia Naik, Diperkirakan Capai 430 TWh pada 2025, https://listrikindonesia.com/detail/16449/permintaan-listrik-indonesia-naik-diperkirakan-capai-430-twh-pada-2025
73. Hidrogen Hijau di Indonesia, Membangun Masa Depan Energi Berkelanjutan, https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8661/hidrogen-hijau-di-indonesia-membangun-masa-depan-energi-berkelanjutan?lang=1
74. Strategi Hidrogen Nasional Indonesia Menyiapkan Tahap untuk Proyek-Proyek Percontohan dan Investasi Baru – diklatkerja.com, https://diklatkerja.com/blog/strategi-hidrogen-nasional-indonesia-menyiapkan-tahap-untuk-proyek-proyek-percontohan-dan-investasi-baru
75. Ade Parlaungan Nasution, Kesiapan Sumber Daya Manusia Dalam Transisi Energi Yang Berkeadilan Di Indonesia. http://adenasution.com/kesiapan-sumber-daya-manusia-dalam-transisi-energi-yang-berkeadilan-di-indonesia/