NEW YORK DAN PARIS SUMMIT, PERUBAHAN IKLIM DAN KESIAPAN KITA DALAM PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Pada 2015 lalu telah diadakan konferensi Perubahan iklim di Paris, Perancis. Pertemuan Paris ini yang disebut dengan  Conference of the Parties (COP) to the United Nations Framework Convention on Climate Change sessi ke-21  ini adalah  merupakan perhelatan  dunia dalam menyikapi isu perubahan iklim yang saat ini mulai dirasakan dampaknya.

Tujuan pertemuan COP21,  untuk kali pertama dalam 20 tahun, sebuah kesepakatan legal-binding akan dihasilkan, yang memungkinkan perjuangan komunitas internasional dalam menghadapi Perubahan Iklim menjadi lebih efektif serta memberikan penguatan terhadap transisi upaya pencegahan maupun adaptasi, serta membangun masyarakat low carbon dan program-program ekonomi yang bersifat low carbon.

            Sebelum pertemuan Paris pada November 2015, pada bulan September 2015 juga digelar perhelatan akbar di Markas PBB, New York yaitu perhelatan Sustainable Development Summit sekaligus pengesahan dokumen Sustainable Development  Goals yang dihadiri 0leh 193 Negara dengan menetapkan 17 tujuan global yang langsung diadopsi  oleh 193 negara secara aklamasi termasuk Indonesia. Dari 17 tujuan global tersebut yang diantaranya adalah tujuan dengan sasaran lingkungan hidup yaitu Air Bersih dan Sanitasi, Energi Bersih dan terjangkau, Keberlanjutan Kota dan Komunitas, Aksi terhadap Iklim, Kehidupan Bawah Laut, dan Kehidupan di darat, sasaran lainya yang bersifat ekonomi dan sosial budaya juga sangat berhubungan dengan pelestarian lingkungan hidup.

Indonesia adalah kawasan yang sangat penting dan sekaligus rawan terkait dengan persoalan perubahan iklim secara global. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kawasan hutan luas rawan terhadap perubahan iklim yang dihasilkan dari penambahan emisi karbon akibat alih fungsi lahan hutan. Posisi tersebut memberikan konsekuensi dan dampak yang besar terhadap demokrasi, institusi pemerintahan, ekonomi dan komunitas dalam berbagai aspek. Kawasan hutan tropis yang terdapat di Indonesia adalah kawasan terbesar kedua di dunia sesudah Brazil, dimana jutaan hidup manusia tergantung, terkait dengan pesoalan kepemilikan dan kestabilan keamanan, seperti yang ditunjukan oleh fenomena pembakaran hutan dan asap yang ditimbulkan hingga ke negara tetangga lain di ASEAN seperti Malaysia dan Singapura

Perubahan iklim yang dunia rasakan saat ini adalah perubahan –perubahan dalam bentuk ruang dan waktu. Dampak perubahan iklim secara global, antara lain sebagai berikut

  1. Mencairnya bongkahan es di kutub utara sehingga menyebabkan permukaan laut naik yang dapat mengurangi jumlah daratan dan bisa saja dalam waktu tertentu meneggelamkan sebuah pulau atau daratan luas
  2. Suhu bumi yang panas menyebabkan mengeringnya air permukaan sehingga air menjadi langka dan ini telah dialami oleh berbagai negara-negara di afrika, suhu panas bumi juga menyebabkan banyak kasus gagal panen yang merugikan ummat manusia.
  3. Meningkatnya risiko kebakaran hutan, yang secara kualitatif dan kuantitatif menyebabkan gangguan pada kesehatan dan menyebabkan gangguan-gangguan secara ekonomi
  4. Mengakibatkan El Nino dan La Nina, Sejak 1980, telah terjadi lima kali El Nino di Indonesia, yaitu pada 1982, 1991, 1994, dan 1997/98. El Nino tahun 1997/98 menyebabkan kemarau panjang, kekeringan luar biasa, terjadi kebakaran hutan yang hebat di berbagai pulau, dan produksi bahan pangan turun dratis, yang kemudian disusul krisis ekonomi.

Indonesia sejak pemerintahan Orde baru yang telah memperkenalkan industrialisasi dan penanaman modal asing dengan membuka lebar-lebar pintu investasinya termasuk investasi terhadap industri kehutanan dan industri maritim. Kebijakan industrialisasi selama ini di Indonesia cukup banyak berkontribusi dalam perubahan iklim ini. Pembabatan hutan untuk tujuan komersial tanpa adanya upaya konservasi yang bagus dan terencana, pembukaan pabrik-pabrik baru yang berpotensi menimbulkan polusi udara dan air yang tidak bisa dikalkulasi.

Di Batam misalnya, kota ini di gadang-gadang sebagai pusat  alih kapal terbesar di Indonesia yang melayani industri Shipyard baik dalam pembuatan maupun (perbaikan) repair kapal. Secara kasat mata, bisnis disektor ini menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi kebanggaan bangsa karena mampu mendatangkan investor asing.

Namun dibalik keberhasilan tersebut tersimpan derita lain, yakni tentang dampak polusi yang di hasilkan oleh berbagai alat-alat dan bahan-bahan dalam industry shipyard tersebut. Akibat dari limbah sandblasting yang digunakan dalam proses pembuatan dan repair kapal, lingkungan air dan udara terpapar polusi. Disamping dampak kesehatan  yang dialami oleh warga sekitar ada juga dampak yang lebih besar yakni semakin berkurangnya hasil tangkapan ikan para nelayan di wilayah yang berdekatan dengan lokasi pabrik pembuatan kapal tersebut, disamping itu juga sangat merusak lingkungan laut yang kaya akan terumbu karang dan hutan mangrove yang sangat diyakini oleh para pakar merupakan penyelamat kehidupan manusia .

Disamping itu juga, proses industrialialisasi pada umumnya di Indonesia cenderung bersifat saling mematikan . Banyak orang yang dulunya berprofesi sebagai petani atau nelayan terpaksa berubah profesi lain seperti pekerja pabrik, buruh bangunan dan sektor informal lainnya. Dampak ini bukanlah dampak yang diinginkan oleh Tujiuan pembangunan yang berkelanjutan karena industrialisasi dan pembangunan suatu negara justru menjauhkan mereka dari habitat dan lingkungan hidup mereka.inilah yang disebut dengan pembangunan yang membunuh, pembangunan yang memisahkan nelayan dari lautan dan pembangunan yang memisahkan petani dari sawah ladangnya.

Di Batam misalnya, hanya sedikit orang saja yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perikanan, tidak lain karena sector perikanan dan pertanian ini tempatnya telah direbut oleh industry industry baik industri elektronik maupun industry perkapalan hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Batam yang untuk sektor Pertanian dan perikanan yang kontribusinya hanya di bawah 5 % dan hal ini berbanding terbalik dengan industri pengolahan dan industri alih kapal yang kontribusinya diatas 50 %.

Ke depan, karena semangat  Sasaran pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals_ dan  pertemuan Paris tentang perubahan Iklim adalah semangat komunal internasional yang mana bangsa-bangsa di dunia sudah merasakan dampak langsung dari perubahan iklim yang terjadi saat ini pemerintah Indonesia harus mengkaji kembali konsep perencanaan pembangunan yang selama ini lebih mengutamakan prestasi fisik dan indikator kuantitatif saja ketimbang  pembangunan yang memanusiakan manusia seutuhnya. Apalah arti tingkat pertumbuhan ekonomin yang tinggi dan devisa perdagangan yang surplus tapi sekian tahun ke depan masyarakatnya akan kepanasan, kelaparan, kekurangan air bersih dan ketiadaan pangan. Pertemuan Paris 2015 adalah suatu refleksi betapa dunia saat ini mulai terancam dan untuk itu setiap bangsa, termasuk Indonesia harus mempunya program pencegahan, adaptasi dan merumuskan program pembangunan yang ramah lingkungan  untuk mengurangi kerusakan-kerusakan lingkungan yang tentunya dapat memperbaiki perubahan iklim Karena itu, sudah waktunya kita memandang perubahan iklim sebagai tantangan bukan halangan. Jika perubahan iklim dipandang sebagai halangan, maka kita akan menyerah begitu saja, sementara tantangan adalah sesuatu yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan baik dan benar. Indonesia harus menjawab tantangan ini dan tidak hanya pemerintah tetapi juga semua pihak harus turut menjawabnya dengan aksi nyata.

Kondisi saat ini, dimana begitu terbukanya arus teknologi informasi yang berperan dalam membangunkan kesadaran masyarakat global akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup bagi manusia untuk kelanjutan hidup umat manusia. Di Negara Barat dan beberapa negara Asia, pemerintah dan rakyatnya yang telah mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap perubahan iklim dan kelestarian lingkungan hidup telah menerapkan standar tinggi terhadap kehidupan dan tingkah laku ekonomi mereka. Masyarakat di negara tersebut akan menolak keras bahkan memboikot produk-produk konsumsi yang berasal dari produk yang merusak lingkungan hidup seperti praktik illegal logging, pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai standard, limbah produksi dan lainnya yang merusak lingkungan hidup dan terkadang berdampak pada penjualan saham perusahaan perusak lingkungan.

Indonesia sebagai salah satu negara yang mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan sudah saatnya merubah paradigma perencanaan pembangunan dari yang berbasis pertumbuhan ke basis peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Hentikan seluruh ekploitasi sumberdaya alam yang berlebihan seperti pertambangan dan industri berat yang merusak lingkungan, dan dengan cerdas mensubsitusi ke arah ekonomi kreatif dan meningkatkan kemampuan perekonomian berbasis jumlah modal penduduk yang besar.