Perempuan dan keberadaannya dalam sosial ekonomi selalu menarik untuk dikupas dan dibicarakan. Hal itu terjadi karena dalam konsep dan prakteknya, kesetaraan ekonomi antara peempuan dan laki-laki tidak pernah tercapai terutama di negara berkembang termasuk Indonesia.
Perempuan hampir selalu ditempatkan pada strata kedua dari kegiatan sosial, politik dan ekonomi; Berdasarkan data dari Kementerian Negara Pemberdayaan perempuan didapat data bahwa hanya 1 % asset-asset ekonomi yang dimiliki oleh perempuan. Dalam bidang sosial, perempuan selalu pada posisi dilematis, antara kebutuhan akan pengakuan sosial dan berhadapan dengan masalah domestik rumah tangga. Dalam bidang Politik, walaupun rasio pemilih Perempuan dan laki-laki adalah lebih kurang 60 : 40, artinya bahwa pemilih potensial mayoritas adalah perempuan, namun dalam keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dan eksekutif, mereka hanya mengambil porsi di bawah 30 %, itupun sesudah adanya semacam pemaksaan dalam Undang-Undang pemilu.Dalam bidang tenaga kerja, perempuan tetap selalu dalam strata kedua, posisi pekerjaan lebih banyak ditawarkan kepada laki-laki, padahal secara pisik dan kemampuan, pekerjaan itu dapat dikerjakan oleh perempuan, Sopir pribadi atau operator alat berat misalnya, adalah pekerjaan yang selalu didominasi oleh laki-laki.
Nah, kebalikannya dengan laki-laki adalah dalam bidang iklan di mass media yang cenderung hampir semuanya menggunakan perempuan, baik sebagai obyek maupun subyeknya, tampaknya tidak menjamin perempuan lebih baik. Betapa hebat perempuan ini!
Ada banyak contoh menarik. Hampir pada setiap iklan yang ditayangkan di media cetak dan elektronik, selalu ada sosok perempuan. Tidak memandang produk yang diiklankan. Hal ini juga menjelaskan bahwa kelompok sasar iklan tersebut lebih banyak perempuan. Artinya, perempuan dianggap sebagai sosok yang memiliki daya jual atau komodifikasi tinggi. Keterlibatan perempuan dalam iklan lebih pada memberikan daya tarik tontonan dengan peranan yang ilustratif. Apa maksud dari iklan-iklan yang selalu menonjolkan perempuan ini? Menyudutkan? Menghargai? Atau melecehkan perempuan karena seolah dikaitkan bahwa pusat gaya hidup konsumtif adalah perempuan, yang bermuara akhir pada kebahagiaan keluarga, penciptaan sebuah surga?
Pembahasan kaitan antara perempuan dan posinya dalam sosial, politik dan ekonomi hendak mencoba menelusuri bahwa sebetulnya dalam kegiatan sosial, politik dan ekonomi, perempuan belum sepenuhnya berada dalam posisi equal (baca: equity) dengan lelaki. Kapitalisme dan patriarki masih melingkari dan melilit perjuangan bagi munculnya kesetaraan gender