Ditengah ramainya argumen-argumen kuantitatif dalam konteks Free Trade Zone, yang kebanyakan berkisar masalah pertumbuhan ekonomi, tingkat investasi, penyerapan tenaga kerja, PDRB dan indikator-indikator statistik lainnya, ada baiknya kita sedikit memberi perhatian terhadap masalah kualitatif yang selama ini belum pernah tersentuh yaitu mengenai permasalahan tenaga kerja di Kota Batam.Meskipun Kota Batam diposisikan sebagai kawasan Industri dan Investasi dengan keunggulan bersaing dalam hal letak strategis dan tenaga kerja murah, namun ada baiknya permasalahan kualitas tenaga kerja mulai dipikirkan dari sekarang. Jika ini dibiarkan, ini akan menjadi suatu paradoks dalam era Free Trade Zone. Disatu sisi tingkat pertumbuhan ekonomi, industri dan investasi meningkat pesat namun disisi lain tenaga kerja lokal terpuruk dan tidak mampu bersaing secara kualitas dengan pekerja asing. Namun secara psikologis, kebijakan untuk meningkatkan kualitas pekerja akan menghadapi suatu tembok besar. Dan tembok itu bernama ancaman hengkangnya investor asing. Karena baik secara langsung ataupun tidak langsung, upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal pasti terkait dengan cost yag dikeluarkan oleh perusahaan investor
Kondisi aktual yang terjadi di Batam saat ini adalah, tenaga kerja lokal yang ada dirasakan belum mampu mendukung pengembangan kota Batam sebagai daerah industri. Ini diindikasikan dari masih begitu banyaknya permasalahan-permasalahan yang menyangkut SDM atau masalah ketenagakerjaan.
Permasalahan tenaga kerja di Batam semakin lama semakin kompleks, yang bukan sebatas permasalahan keterbatasan tenaga kerja secara kualitas, tapi juga secara kuantitas. Secara umum, kualitas tenaga kerja Batam dianggap masih belum memenuhi standar, ini terlihat dari masih banyaknya tenaga kerja asing (ekspatriat) yang menempati pos-pos kunci di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di berbagai kawasan industri yang ada.
A. Tenaga Kerja Berdasarkan Jabatan, Pendidikan Dan Jenis Kelamin
Jumlah tenaga kerja baik lokal maupun ekspatriat yang bekerja di Batam menunjukkan perbandingan sebesar 1: 59 yang artinya setiap 1 orang tenaga ekspatriat dalam satu perusahaan terdapat 59 orang tenaga kerja lokal. Sedang untuk pendidikan tenaga kerja yang telah bekerja pada berbagai perusahaan tersebut sebagian besar yaitu 76,1% berpendidikan SLTA. Hal ini akan sangat mendukung terhadap perkembangan Batam sebagai daerah Industri karena diharapkan dengan pendidikan yang baik akan lebih mudah menerima dan mengembangkan transfer teknologi yang baru. Hanya untuk jabatan-jabatan utama masih terlihat di dominasi oleh tenaga kerja ekspatriat, dibuktikan bahwa 65 % posisi Top Manager diisi oleh ekspatriat dan 35 % posisi Mid Manager diisi oleh tenaga kerja lokal sebaliknya untuk tenaga pelaksana lebih didominasi oleh tenaga kerja lokal. Untuk kategori gender secara umum tenaga kerja di Batam dipenuhi oleh tenaga kerja wanita 61,8 % dan laki-laki 38,2 % (untuk perusahaan Elektronik). Namun demikian untuk kelompok-kelompok perusahaan tertentu hal ini cukup mencolok perbedaannya, hal ini sangat bisa dimaklumi karena ada kelompok perusahaan/ pekerjaan tertentu yang lebih efektif dan efisien bila dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki dan ada kelompok perusahaan / pekerjaan tertentu yang lebih efektif dan efisien bila dikerjakan oleh tenaga kerja perempuan.
B. Kemampuan Managerial Tenaga Kerja Lokal Dan Ekspatriat
Dari penelitian terhadap sampel yang ada dapat dikatakan bahwa pada perusahaan-perusahaan elektronik, tenaga kerja lokal mempunyai kemampuan managerial sebagai berikut : tenaga kerja laki-laki mempunyai kemampuan kepemimpinan 4,1 %, kemampuan perencanaan 3,9 %, kemampuan analisis 3,8 %, dan kemampuan operasioanal 13,7 %. Sedangkan tenaga kerja wanita mempunyai kemampuan kepemimpinan 0,2 %, kemampuan perencanaan 0,1 %, kemampuan analisis 0,1 %, dan kemampuan operasional 74,1 %.
Sementara itu tenaga kerja ekspatriat mempunyai kemampuan managerial sebagai berikut : tenaga kerja laki-laki mempunyai kemampuan kepemimpinan 20,6 %, kemampuan perencanaan 27,9 %, kemampuan analisis 16,2%, dan kemampuan operasioanal 23,5 %. Sedangkan tenaga kerja wanita mempunyai kemampuan kepemimpinan 2,9 %, kemampuan perencanaan 2,9 %, kemampuan analisis 2,9 %, dan kemampuan operasioanal 2,9 %.
Pada perusahaan-perusahaan Perkapalan yang diperoleh untuk kemampuan managerial adalah sebagai berikut : tenaga kerja laki-laki mempunyai kemampuan kepemimpinan 4,6 %, kemampuan perencanaan 4,20 %, kemampuan analisis 3,9 %, dan kemampuan operasional 86,1 %. Sedangkan tenaga kerja wanita mempunyai kemampuan kepemimpinan 0,2 %, kemampuan perencanaan 0,2 % , kemampuan analisis 0,2 %, dan kemampuan operasioanal 0,5%.
Sementara itu tenaga kerja ekspatriat mempunyai kemampuan managerial sebagai berikut : tenaga kerja laki-laki mempunyai kemampuan kepemimpinan 21,2 %, kemampuan perencanaan 21,2 %, kemampuan analisis 15,2 %, dan kemampuan operasioanal 42,4 %. Sedangkan tenaga kerja wanita mempunyai kemampuan kepemimpinan 0 %, kemampuan perencanaan 0%, kemampuan analisis 0 %, dan kemampuan operasioanal 0 %.
Pada perusahaan-perusahaan Jasa, data kemampuan managerial yang diperoleh adalah sebagai berikut : tenaga kerja laki-laki mempunyai kemampuan kepemimpinan 16,1 %, kemampuan perencanaan 10,9 %, kemampuan analisis 8,5 %, dan kemampuan operasioanal 37,4 %. Sedangkan tenaga kerja wanita mempunyai kemampuan kepemimpinan 4,5 %, kemampuan perencanaan 2,1 %, kemampuan analisis 5,2 %, dan kemampuan operasional 15,2 %.
C. Keragaman Etnis Tenaga Kerja Di Batam
Etnis Tenaga kerja lokal di Batam dibedakan 4 (empat ) kelompok besar yaitu dari etnis Jawa dan Sunda, Etnis Melayu (masyarakat tempatan), Etnis Sumatera dalam hal ini diwakili oleh Batak dan Minang serta etnis lainnya selain ketiga kelompok diatas, yang termasuk dalam kelompok keempat ini adalah Etnis di Sumatera selain Batak/Minang, etnis di Kalimantan, Etnis Bali, Sunda, Lombok, Flores, Maluku, Sulawesi, Irian dan lain-lainnya.
Sedangkan untuk tenaga ekspatriat dibedakan atas 5 (lima) kelompok yaitu dari warga negara Singapura, Jepang, Amerika/ Eropa, Malaysia/ Philipina serta kelompok selain keempat kelompok tersebut.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk tenaga kerja lokal didominasi oleh tenaga kerja dari etnis Jawa sebesar 51,65 %, sedang etnis Sumatera sebesar 30,75 %, etnis Melayu (masyarakat tempatan) sebesar 6,47 % dan etnis lainnya sebesar 15,40 %. Hal ini berlaku umum pada perusahaan-perusahaan tempat penelitian.
Tenaga ekspatriat paling banyak berasal dari Jepang sebesar 64.15 %, Malaysia/ Philipina sebesar 13.1 %, Amerika/Eropa sebesar 4.5 % dan Singapura 13.21 %, lainnya 3.26%. Hal inipun juga terjadi baik pada Perusahaan elektronik, perkapalan maupun jasa.
Untuk Tenaga kerja lokal secara umum sebagian besar etnis Jawa menempati posisi/ jabatan teknisi dan operator sebesar 52.76. % , sebagian besar etnis Minang/ Batak menempati posisi/ jabatan operator sebesar 28.5 %, sebagian besar etnis Melayu menempati posisi/ jabatan operator sebesar 4 % dan etnis lainnya menempati posisi/ jabatan operator sebesar 5.7 %.
D. Usia Tenaga Kerja.
Dari sejumlah tenaga kerja yang ada baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja ekspatriat, sebagian besar yaitu 78.7 % berumur kurang 25 tahun. Dari hasil studi ini bisa kita ketahui bahwa untuk level tertentu yaitu Top Manager, Mid Manager di dominasi tenaga kerja yang telah cukup matang usianya baik berasal dari tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja ekspatriat. Sedang untuk level Yunior manajer, Line supervisor , dan lainnya didominasi oleh tenaga kerja muda yaitu usia dari 25 sampai 40 tahun sebanyak 15.6 %.
Sebagai daerah yang ditetapkan sebagai kawasan industri yang sekaligus merupakan kawasan borderless, daya dukung sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan permintaan tenaga kerja memiliki potensi yang besar dalam hal jumlah (kuantitas). Hal ini tampak dari tingkat pertumbuhan penduduk yang pada akhir semester kedua tahun 2001 diprediksikan mencapai pertumbuhan lebih dari dua kali lipat dibanding semester pertama tahun yang sama.
Potensi yang besar dalam hal jumlah ternyata tidak diikuti dalam hal jenis (kualitas) sumber daya manusianya. Indikasi dari hal tersebut adalah adanya angka koefisien korelasi pertumbuhan penduduk yang besarnya hanya 15,44 % (0,1544), yang menunjukkan bahwa setiap pertambahan 100 orang penduduk baru, yang terserap dalam lapangan kerja hanya 15 orang saja.
Selain indikasi yang ditunjukkan diatas, tampak juga dari jenis lapangan kerja yang menyerap tenaga kerja ternyata 70 %-nya ada pada kesempatan kerja yang membutuhkan ketrampilan teknis serta lebih dari 83 % kesempatan kerja untuk tenaga kerja berlevel paling rendah (lowest managerial level), 16 % tenaga kerja berlevel menengah dan sisanya ( hanya 1 %) pada level atas (top).
Apa yang Harus dilakukan ?
Proses pemberdayaan tenaga kerja secara kualitatif baik keterampilan teknis, human relation dan keterampilan manajerial setidaknya harus melibatkan pemerintah (dalam hal ini Pemko Batam dan Otorita batam) dan Pihak Pengusaha/investor. Perlu diakui, bahwa ada sebagian perusahaan investor yang mempunyai program peningkatan kualitas tenaga kerja lokal melalui inhouse training dan program magang ke negara asal investor namun jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja lokal yang ada, dan pada kenyataannya sebagian besar perusahaan investor tidak mempunyai program peningkatan kualitas tenaga kerja. Dalam hal ini peran pemerintah sangat diperlukan.
Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) Karya Bangsa yang berdiri sejak tahun 1999, merupakan suatu solusi tepat. Namun sampai saat ini belum mampu berkiprah banyak karena terus dililit masalah kekurangan pendanaan. Kedepan, BLK Karya Bangsa diharapkan sudah mampu menjadi agen of change tenaga kerja lokal sebagaimana yang tertuang dalam cita-cita luhur pendirian BLK Karya Bangsa tersebut yaitu, menjadikan tenaga kerja Indonesia menjadi tuan dinegerinya sendiri.
Posisi BLK Karya Bangsa menjadi begitu sentral karena stake holdernya adalah Pemko Batam, Otorita Batam dan Departemen Tenaga Kerja. Hal ini merupakan kekuatan tersendiri untuk dapat membuat regulasi masalah ketenagakerjaan terhadap para investor asing yang menanamkan modalnya di Kota Batam. Namun semuanya diserahkan kepada pemerintah, karena aspek tenaga kerja adalah pembahasan ekonomi makro yang kebijakannya diambil oleh pemerintah atau kondisi ini memang sengaja diciptakan demi “ terciptanya stabilitas iklim investasi asing” yang kondusif dan menarik. Semoga tidak…