Tata Cara Perkawinan Adat Melayu di Labuhanbatu: Tradisi, Makna, dan Dinamika Akulturasi Budaya
Oleh : Ade Parlaungan Nasution
Pendahuluan
Pernikahan dalam budaya Melayu adalah sebuah peristiwa yang sangat sakral dan kompleks, melibatkan serangkaian tahapan yang sarat dengan makna dan filosofi hidup yang mendalam. Lebih dari sekadar penyatuan dua individu, prosesi ini secara fundamental merupakan penyatuan dua keluarga besar, yang memerlukan restu dari orang tua dan pengakuan resmi dari masyarakat luas. Adat perkawinan Melayu secara umum berlandaskan pada syariat Islam, namun diperkaya secara signifikan dengan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang telah diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Tradisi perkawinan ini berfungsi sebagai cerminan nilai-nilai kesopanan, tanggung jawab, dan harapan besar untuk kebahagiaan rumah tangga yang langgeng. Dokumentasi yang komprehensif mengenai adat ini menjadi sangat penting, mengingat bahwa banyak aspek dari tradisi Melayu belum terdokumentasi secara tertulis. Oleh karena itu, upaya dokumentasi ini dapat menjadi bahan referensi yang berharga bagi generasi muda dan masyarakat luas untuk memahami dan melestarikan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.
Dalam konteks modernitas, pelestarian budaya menghadapi tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan dinamika transmisi nilai dan dokumentasi tradisi. Sumber-sumber menunjukkan adanya kelemahan dalam komunitas adat Melayu karena ketiadaan dokumen tertulis mengenai adat dan budaya pernikahan. Bersamaan dengan itu, terdapat indikasi bahwa faktor generasi juga berperan dalam perubahan ini, di mana generasi muda cenderung kurang peka terhadap lingkungan budaya dan adat istiadat, serta lebih terbuai oleh kemajuan zaman. Kondisi ini menyoroti kerentanan dalam pewarisan budaya takbenda. Oleh karena itu, penyusunan laporan ini merupakan bagian integral dari upaya mendokumentasikan dan melestarikan warisan budaya yang tak ternilai ini, sekaligus mengatasi kesenjangan dokumentasi yang ada. Hal ini juga menggarisbawahi urgensi studi etnografi semacam ini dalam menjaga warisan budaya dari tekanan modernisasi dan perubahan nilai-nilai sosial.
Fokus laporan ini adalah pada adat perkawinan Melayu di Labuhanbatu. Meskipun memiliki benang merah yang sama dengan adat Melayu di daerah lain, tata cara perkawinan di Labuhanbatu menunjukkan kekhasan tersendiri. Labuhanbatu, khususnya wilayah Labuhanbatu Utara seperti Desa Simonis dan Kuala Bangka, dikenal dengan keragaman suku dan agama yang kaya, yang secara alami mendorong terjadinya akulturasi budaya yang signifikan. Perpaduan budaya Melayu dengan suku Mandailing dan etnis lainnya telah menciptakan tradisi-tradisi baru yang unik. Akulturasi ini melahirkan praktik-praktik seperti
Tepung Tawar, Upah-Upah, dan Tari Endeng-Endeng yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari upacara pernikahan di Labuhanbatu.
Tahapan Tata Cara Perkawinan Adat Melayu di Labuhanbatu
Adat perkawinan Melayu di Labuhanbatu, serupa dengan tradisi di daerah Melayu lainnya, secara umum terbagi dalam tiga tahapan besar: pra-pernikahan, akad nikah, dan pasca-pernikahan. Meskipun terdapat sedikit perbedaan regional dalam detail pelaksanaannya, inti dan filosofi dasar dari setiap prosesi tetap konsisten. Banyak tahapan yang dijelaskan di bawah ini, meskipun beberapa sumber merujuk pada Melayu Riau atau Hamparan Perak, sangat mungkin dipraktikkan di Labuhanbatu mengingat kesamaan fundamental dalam adat Melayu.
A. Fase Pra-Pernikahan
Fase pra-pernikahan adalah serangkaian prosesi awal yang dilakukan sebelum akad nikah, bertujuan untuk mempersiapkan kedua calon mempelai dan keluarga mereka secara fisik, mental, dan spiritual. Setiap tahapan dalam fase ini sarat dengan makna simbolis dan filosofi hidup yang mendalam, yang secara aktif membentuk identitas budaya dan nilai-nilai yang akan ditransmisikan kepada pasangan baru. Ritual-ritual ini bukan sekadar seremonial, melainkan berfungsi sebagai alat pedagogis yang kuat untuk menanamkan nilai-nilai inti komunitas, seperti tanggung jawab, kemurnian spiritual, harapan akan kemakmuran, dan perlindungan. Konsistensi makna simbolis ini di berbagai wilayah Melayu, meskipun dengan sedikit variasi, menunjukkan adanya pemahaman budaya yang sama dan upaya yang disengaja untuk menanamkan nilai-nilai tertentu. Hal ini menegaskan bahwa praktik budaya berfungsi sebagai narasi hidup yang membentuk norma sosial, karakter individu, dan identitas kolektif, memastikan bahwa tradisi ini tetap relevan dan bermakna.
Berikut adalah tahapan-tahapan kunci dalam fase pra-pernikahan:
- Merisik (Penyelidikan Calon)
Ini adalah tahapan paling awal dalam proses perkawinan, di mana keluarga calon pengantin pria secara diam-diam menyelidiki latar belakang calon pengantin wanita. Tugas ini biasanya dipercayakan kepada seorang wanita sepuh yang dihormati dalam komunitas, seringkali berusia di atas empat puluh tahun. Perisik akan datang ke rumah calon istri untuk mencari tahu tentang “bibit, bebet, dan bobotnya”—yaitu asal-usul keluarga, status sosial, dan kualitas pribadinya. Penyelidikan ini juga mencakup pengamatan terhadap wajah dan kepribadian calon pengantin wanita. Setelah pengumpulan informasi selesai, hasil penyelidikan ini kemudian dilaporkan kembali kepada keluarga laki-laki untuk pertimbangan lebih lanjut. Prosesi merisik melambangkan langkah awal perkenalan dan penguatan tali silaturahmi antara dua keluarga, sebuah proses yang dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan kesesuaian calon. - Merasi (Penentuan Kecocokan)
Jika hasil merisik menunjukkan indikasi positif dan keluarga laki-laki setuju, tahap selanjutnya adalah merasi. Merasi adalah proses “meramal” kecocokan antara kedua calon pengantin. Prosesi ini biasanya dilakukan oleh seorang ahli yang dianggap memiliki kemampuan khusus untuk menentukan apakah pasangan tersebut berjodoh atau tidak. Tujuannya adalah untuk memastikan keserasian antara kedua calon mempelai sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius. - Meminang (Lamaran Resmi)
Setelah semua tahap awal menunjukkan kecocokan, pihak keluarga laki-laki akan datang secara resmi ke rumah calon pengantin perempuan untuk meminang. Rombongan yang datang untuk meminang biasanya terdiri dari lima orang anggota keluarga yang akan menyampaikan maksud pernikahan. Prosesi ini seringkali dibuka dengan bait-bait pantun yang indah, mencerminkan kekayaan sastra Melayu. Pihak pria juga membawa seperangkat alat meminang seperti tepak sirih, buah-buahan, dan kue sebagai tanda persaudaraan dan niat baik. Prosesi ini secara eksplisit disebut “moukie pinang” di Labuhanbatu Selatan , menunjukkan keberadaannya dan kemungkinan istilah lokal yang digunakan. Meminang melambangkan niat baik untuk segera menikah dan menghindari dosa zina, dengan pertukaran cincin sebagai simbol komitmen dan ikatan. - Mengantar Tanda (Penyerahan Tanda Pengikat)
Tradisi mengantar tanda ini menandai diterimanya lamaran dari pihak laki-laki. Prosesi ini biasanya dilakukan empat hingga lima hari setelah acara meminang. Keluarga laki-laki datang ke rumah calon pengantin perempuan sambil membawa seserahan berupa tepak sirih, bunga rampai, cincin (seringkali cincin belah rotan yang terbuat dari emas), keris, dan barang pengiring lainnya yang telah disepakati. Seserahan ini menggambarkan rasa hormat dan perhatian pihak pria kepada calon pengantin dan keluarganya. - Mengantar Belanja (Penyerahan Biaya dan Kebutuhan Pesta)
Dalam prosesi ini, pihak laki-laki datang dengan membawa berbagai kebutuhan untuk pesta pernikahan. Ini termasuk sejumlah uang, pakaian, dan barang-barang lain yang telah disepakati sebelumnya. Biaya yang diserahkan ini sepenuhnya menjadi milik pihak wanita, dan menurut adat, tidak boleh dibicarakan atau ditawar-menawar lagi di kemudian hari. Prosesi ini juga dikenal sebagai penyerahan “uang hangus” yang diberikan satu hingga dua bulan sebelum pernikahan untuk membantu biaya persiapan pesta di rumah pihak wanita. Ini melambangkan tanggung jawab calon suami sebagai kepala keluarga masa depan dan komitmennya untuk tidak membebani keluarga calon istri. - Mengajak dan Menjemput (Musyawarah dan Penentuan Penerima Tamu)
Tahapan ini melibatkan musyawarah antara kedua belah pihak keluarga untuk menentukan siapa yang akan “mengajak” (mengundang tamu) dan “menjemput” (menerima kedatangan keluarga laki-laki saat hari H). Pasangan suami istri yang dipilih untuk tugas ini biasanya adalah mereka yang dihormati dalam masyarakat, memiliki pengalaman, serta nilai moral dan etika yang tinggi. Peran mereka penting dalam menjaga kelancaran dan kehormatan acara. - Menggantung-gantung (Persiapan dan Dekorasi Rumah)
Prosesi ini adalah masa di mana pihak perempuan sibuk membersihkan dan mendekorasi rumah secara menyeluruh, mulai dari dapur, ruang keluarga, kamar, hingga seluruh area yang akan digunakan untuk perayaan. Fokus utama adalah pembuatan pelaminan, yang akan menjadi pusat penting dalam selebrasi pernikahan. Tabir, langit-langit dari kain, dan tempat tidur baru juga digantung dan disiapkan. Kegiatan ini biasanya diawali dengan pembacaan doa selamat untuk memohon kelancaran dan keberkahan. - Berandam (Ritual Pembersihan Diri)
Berandam adalah ritual pembersihan tubuh calon pengantin, yang umumnya dilakukan sehari sebelum akad nikah. Untuk calon pengantin wanita, prosesi ini melibatkan pencukuran rambut-rambut halus di leher, pipi, wajah, dan dahi. Sementara itu, calon pengantin pria akan merapikan rambutnya. Tujuan utama dari ritual ini adalah untuk membersihkan kedua calon pengantin dari energi negatif dan kotoran duniawi, dengan harapan hati mereka menjadi suci dan pikiran lebih jernih, siap menjalani kehidupan baru. Prosesi ini biasanya dilakukan oleh seorang Mak Andam, seorang ibu yang dituakan dan dihormati. Berandam melambangkan pembersihan lahiriah untuk mencapai kebersihan batiniah, mempersiapkan diri secara spiritual untuk pernikahan. - Limau Manis Limau Setawar (Ritual Pemberkatan Keturunan dan Rezeki)
Setelah prosesi berandam selesai, Mak Andam (ibu yang dituakan) akan mengelilingi pengantin perempuan sebanyak tiga kali.1 Selama mengelilingi, Mak Andam membawa buah kelapa yang telah dihias dengan benang lima warna dan lilin yang menyala. Kelapa yang ditumpuk menyerupai gunung melambangkan harapan agar pasangan dikaruniai keturunan yang banyak, sehati, dan berparas rupawan. Benang lima warna melambangkan rezeki yang melimpah, sementara lilin yang menyala menjadi simbol pernikahan yang akan diterangi kebahagiaan. Ritual ini merupakan doa untuk keturunan yang baik, kelancaran rezeki, dan kebahagiaan dalam pernikahan. - Berinai (Upacara Malam Pacar)
Berinai adalah prosesi menghias kuku jari tangan dan kaki calon pengantin dengan inai (henna). Ritual ini mirip dengan tradisi Malam Pacar dalam adat pernikahan Jawa dan Betawi. Berinai biasanya dilakukan semalam sebelum hari pernikahan. Makna yang terkandung dalam tradisi ini bukan sekadar estetika, melainkan juga sebagai upaya tolak bala (menolak musibah) dan untuk menaikkan aura calon pengantin, sehingga mereka tampak lebih cantik atau tampan. Inai yang digunakan harus berwarna merah merona, yang memiliki makna khusus dalam adat Melayu. Berinai melambangkan kehidupan baru yang akan dimulai oleh pasangan, menandai langkah awal mereka memasuki kehidupan berumah tangga. Ritual ini secara khusus terkait dengan Tari Inai di Labuhanbatu , menegaskan keberadaan dan adaptasi lokalnya. - Khatam Al-Quran (Penyelesaian Bacaan Al-Quran)
Prosesi ini melibatkan kedua calon pengantin yang melakukan khatam Al-Quran, seringkali di depan pelaminan bersama jamaah pengajian dan guru mengaji. Ritual ini menekankan nilai-nilai Islam yang sangat kental dalam adat Melayu. Bagi mempelai wanita, khatam Al-Quran melambangkan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah rumah tangga sesuai dengan tuntunan Al-Quran. Prosesi ini disebutkan sebagai “khotam kaji” di Labuhanbatu Selatan , menunjukkan signifikansi religiusnya yang kuat dalam konteks lokal.
Tabel 1: Tahapan Utama Adat Perkawinan Melayu Labuhanbatu dan Maknanya
Tahapan Prosesi | Deskripsi Singkat Prosesi | Makna Simbolis / Filosofi | Sumber Snippet ID |
Merisik | Penyelidikan latar belakang calon pengantin wanita oleh perwakilan keluarga pria. | Langkah awal perkenalan dan penguatan tali silaturahmi; memastikan kesesuaian calon. | 1 |
Merasi | Proses “meramal” kecocokan antara kedua calon pengantin oleh ahli. | Memastikan keserasian dan keberuntungan pasangan. | 1 |
Meminang | Lamaran resmi pihak keluarga pria kepada calon pengantin wanita. | Menyampaikan niat baik untuk menikah; komitmen dan ikatan. | 1 |
Mengantar Tanda | Penyerahan seserahan sebagai tanda diterimanya lamaran. | Keseriusan dan penghormatan pihak pria; pengikat lamaran. | 1 |
Mengantar Belanja | Penyerahan biaya dan kebutuhan pesta pernikahan oleh pihak pria. | Tanggung jawab calon suami; komitmen finansial. | 1 |
Mengajak & Menjemput | Musyawarah penentuan penerima tamu dan pengundang. | Keterlibatan komunitas; penghormatan terhadap pasangan suami istri yang dihormati. | 1 |
Menggantung-gantung | Persiapan dan dekorasi rumah, termasuk pelaminan. | Kesiapan rumah dan keluarga untuk perayaan pernikahan. | 1 |
Berandam | Ritual pembersihan tubuh calon pengantin. | Pembersihan lahir batin; kesucian hati untuk kehidupan baru. | 1 |
Limau Manis Limau Setawar | Ritual pemberkatan oleh Mak Andam dengan kelapa dan lilin. | Doa untuk keturunan yang baik, rezeki melimpah, dan kebahagiaan. | 1 |
Berinai | Menghias kuku dengan inai. | Simbol kehidupan baru; tolak bala; menaikkan aura pengantin. | 1 |
Khatam Al-Quran | Penyelesaian bacaan Al-Quran oleh calon pengantin. | Penekanan nilai Islam; kemampuan menyelesaikan masalah rumah tangga sesuai tuntunan agama. | 4 |
B. Fase Akad Nikah
- Pelaksanaan Ijab Kabul
Akad nikah merupakan puncak dari seluruh rangkaian prosesi perkawinan, di mana pernikahan dinyatakan sah menurut syariat Islam. Dalam masyarakat Melayu Riau, prosesi ini sering disebut sebagai “acara turun nikah” karena calon pengantin pria datang dari rumahnya untuk menikah di rumah calon pengantin wanita. Keluarga dari kedua belah pihak berkumpul untuk menjadi saksi sahnya pernikahan. Kehadiran ijab kabul sebagai inti upacara secara eksplisit disebutkan sebagai tata cara utama dalam pernikahan Melayu di Kuala Bangka, Labuhanbatu Utara , menegaskan peran sentralnya dalam seluruh rangkaian adat.
C. Fase Pasca-Pernikahan dan Resepsi
Fase pasca-pernikahan dan resepsi adalah serangkaian upacara yang dilakukan setelah akad nikah, seringkali bertujuan untuk merayakan penyatuan pasangan dan memperkuat ikatan sosial antara kedua keluarga dan komunitas.
- Tari Inai (Tarian Khas Labuhanbatu)
Tari Inai adalah tarian khas masyarakat Melayu Labuhanbatu Utara, khususnya di Desa Kuala Bangka, yang secara tradisional ditampilkan pada prosesi pernikahan.14 Tarian ini merupakan hasil akulturasi budaya lokal dengan pengaruh Arab-Islam, yang terlihat dalam gerak dan musiknya. Dahulu, Tari Inai dianggap sangat sakral dalam acara pernikahan, namun dalam praktiknya saat ini, tarian ini telah mengalami banyak perubahan. Tari Inai ditampilkan di depan kedua mempelai sebagai bentuk hiburan dan penghormatan, menganggap mereka sebagai “raja dan ratu sehari”. Tarian ini melibatkan gerakan dinamis yang mencerminkan kebahagiaan dan kegembiraan masyarakat, diiringi musik tradisional seperti gendang, rebana, dan akordeon, yang menciptakan suasana penuh semangat dan keharmonisan. Kehadiran Tari Inai ini menjadi elemen yang sangat spesifik dan unik bagi pernikahan di Labuhanbatu. - Tepung Tawar (Upacara Pemberkatan dan Doa)
Tepung Tawar adalah tradisi yang sangat penting dalam pernikahan Melayu, termasuk di Labuhanbatu. Tradisi ini merupakan peninggalan dari kepercayaan Animisme dan Hindu yang telah diwariskan secara turun-temurun kepada masyarakat Melayu. Setelah kedatangan Islam, ritual ini diselaraskan dengan syariat Islam dan tidak lagi dijadikan sebagai acara persembahyangan, melainkan sebagai ritual doa dan pemberkatan.3 Tujuan utamanya adalah untuk memohon keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi pasangan pengantin. Bahan-bahan yang digunakan meliputi beras basuh, beras putih, beras kunyit atau beras kuning, dan bunga rampai sebagai “penabur”. Selain itu, ada juga “perinjis” yang melibatkan air mawar dan tujuh jenis daun yang memiliki makna simbolis. Upacara ini dilakukan dengan menepuk-nepukkan bedak pada punggung tangan dan memercikkan air mawar, diakhiri dengan doa oleh alim ulama. Di Desa Simonis, Labuhanbatu Utara, Tepung Tawar merupakan hasil akulturasi budaya Mandailing dan Melayu, yang berfungsi untuk memperkuat harmoni antar keluarga dan ikatan sosial dalam komunitas. - Upah-Upah (Ritual Penguatan Jiwa/Tondi)
Upah-Upah adalah tradisi yang bertujuan untuk mengembalikan dan memperkuat ‘tondi’ (semangat atau jiwa) seseorang yang diyakini terganggu atau melemah akibat situasi tertentu, seperti sakit, perjalanan jauh, atau peristiwa penting dalam hidup seperti pernikahan. Ritual ini berfungsi sebagai bentuk perlindungan spiritual, memastikan keseimbangan antara tubuh dan jiwa individu, serta melindunginya dari bahaya. Bahan-bahan umum yang digunakan dalam upacara ini meliputi nasi pulut kunyit, ayam gulai, telur rebus utuh, dan garam, yang diyakini menyempurnakan tradisi. Pelaksanaan upacara melibatkan seluruh anggota keluarga dan sesepuh desa yang berkumpul untuk memberikan nasihat dan harapan bagi pasangan. Ritual ini diakhiri dengan menaburkan bunga pada pasangan, melambangkan harapan agar kehidupan berumah tangga mereka harum, harmonis, dan diberkahi. Upah-Upah secara eksplisit disebutkan sebagai elemen inti pernikahan Labuhanbatu dan merupakan hasil nyata dari akulturasi budaya Mandailing-Melayu. - Tari Endeng-Endeng (Tarian Kegembiraan)
Tari Endeng-Endeng adalah ekspresi kegembiraan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Simonis, Labuhanbatu Utara, sebagai bagian dari tradisi pernikahan dan upacara adat lainnya. Tarian ini merupakan hasil akulturasi seni
Berdah (seni tradisional Melayu pesisir) dan Tor-tor Onang-Onang (tarian etnis Mandailing). Gerakan dasar tarian ini melibatkan membuka, menutup, dan menggenggam telapak tangan, yang melambangkan aliran energi dan kehidupan. Tarian ini diiringi musik yang memadukan instrumen tradisional Melayu dengan sentuhan modern.
Tari Endeng-Endeng telah mengalami perubahan signifikan sejak tahun 1990-an, terutama pada prosesi tor-tor siriang-riang. Perubahan ini cenderung mengarah pada hedonisme dan dianggap menyimpang dari hukum adat Melayu yang berbunyi “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah” (adat berlandaskan syariat, syariat berlandaskan kitabullah), sebuah prinsip yang dipegang teguh oleh masyarakat Batak Muslim Labuhanbatu Utara. Pergeseran ini menunjukkan adanya ketegangan antara tradisi, modernitas, dan komersialisasi. Perubahan dari ritual yang sakral dan sarat makna menjadi pertunjukan yang lebih berorientasi hiburan atau bahkan “hedonistik” mengindikasikan potensi erosi nilai-nilai tradisional dan tantangan terhadap prinsip-prinsip dasar adat.
Selama pertunjukan, anggota keluarga seringkali memberikan kain sarung atau uang yang diatur seperti selempang kepada orang tua pengantin. Uang ini melambangkan tabungan yang dapat digunakan oleh pemberi di kemudian hari ketika mereka menyelenggarakan pesta, merepresentasikan pertukaran budaya dan dukungan sosial yang kuat dalam komunitas. Tari Endeng-Endeng ini merupakan elemen yang sangat spesifik dan unik bagi pernikahan di Labuhanbatu, yang secara jelas menunjukkan fusi dan evolusi budaya. - Makan Nasi Hadap-Hadapan (Ritual Makan Bersama Pengantin)
Makan Nasi Hadap-Hadapan adalah prosesi inti yang harus dihadiri oleh kedua mempelai pengantin dan sanak saudara. Dalam ritual ini, pengantin wanita duduk bersimpuh, sementara pengantin laki-laki duduk bersila, sebuah tata cara duduk yang melambangkan kesopanan dan penghormatan terhadap adat. Berbagai jenis makanan khas Melayu dihidangkan tepat di depan kedua mempelai, termasuk satu ekor ayam utuh, berbagai macam halua, kue rasidah, dan hidangan khas Melayu lainnya.
Dalam prosesi ini, kedua pengantin akan saling menyuapi. Terdapat pula permainan mencari ayam di dalam nasi, di mana siapa yang mendapatkan ayam pertama diyakini akan menjadi pemimpin rumah tangga. Namun, makna yang lebih dalam dari ritual ini adalah simbol kebersamaan dan tanggung jawab bersama dalam membangun rumah tangga. Istri juga diwajibkan mencium tangan kanan suami sebagai simbol penyerahan tanggung jawab dari orang tua istri kepada sang suami. Makna hidangan yang beragam rasa melambangkan bahwa kehidupan berumah tangga akan memiliki manis dan pahitnya, yang harus dihadapi dengan kesabaran dan keikhlasan. Prosesi ini melambangkan penyatuan dan kedekatan dua keluarga, serta kebersamaan suami istri dalam rumah tangga. - Acara Tiga Pintu (Prosesi Memasuki Pelaminan)
Acara Tiga Pintu adalah prosesi di mana rombongan pengantin pria harus melewati tiga “pintu” yang terbuat dari kain panjang, yang dijaga oleh dua anggota keluarga mempelai wanita. Setiap pintu memiliki tantangan atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengantin pria. Di pintu pertama, penjaga akan memeriksa inai pengantin pria untuk memastikan warnanya merah merona, sebuah persyaratan dalam adat Melayu. Di pintu kedua, rombongan pengantin pria akan disambut dengan tarian tradisional Melayu, seperti Tari Tepak Sirih, dan terjadi pertukaran tepak sirih antara kedua belah pihak. Di pintu ketiga, sebelum mencapai pelaminan, akan ada pertunjukan silat, dan pengantin pria harus mengidentifikasi pengantin wanita yang ditutupi selendang. Setiap pintu dilewati dengan memberikan amplop berisi uang. Meskipun bersifat menghibur, prosesi ini melambangkan tantangan yang harus dihadapi pengantin pria untuk “mendapatkan” istrinya, sekaligus menunjukkan penerimaan dan keramah-tamahan dari pihak keluarga wanita. - Marhaban (Pembacaan Doa dan Shalawat)
Setelah pasangan pengantin duduk di pelaminan, kelompok Marhaban akan membacakan doa, shalawat, lagu, dan nasihat-nasihat untuk pasangan. Prosesi ini melambangkan sambutan sukacita dan curahan berkah dari komunitas untuk pengantin baru. Marhaban merupakan bagian penting yang menekankan dimensi spiritual dan sosial dari pernikahan. - Ritual Pasca-Resepsi Lainnya
Beberapa ritual lain yang juga dapat ditemukan dalam fase pasca-pernikahan, seperti yang disebutkan dalam konteks Melayu Kepulauan Riau, antara lain Menyolek Penyantin (merias pengantin), Berarak (arak-arakan pengantin), Bersanding (duduk di pelaminan), Menyembah (penghormatan kepada orang tua dan sesepuh), Mandi dan Berulus, Berunut, Berambih, Doa selamat dan penurunan gantung-gantung, serta Tebus Cupak. Ritual-ritual ini menunjukkan fase pasca-pernikahan yang komprehensif, bertujuan untuk mengintegrasikan pasangan baru ke dalam kehidupan keluarga dan masyarakat secara penuh.
Makna Simbolis dan Filosofi dalam Setiap Prosesi
Setiap tahapan dalam adat perkawinan Melayu, khususnya di Labuhanbatu, sarat dengan makna simbolis dan filosofi hidup yang mendalam. Prosesi-prosesi ini mencerminkan nilai-nilai kesopanan, tanggung jawab, dan harapan keluarga dalam membangun rumah tangga yang harmonis.
- Merisik: Prosesi ini melambangkan langkah awal perkenalan dan penguatan tali silaturahmi antara dua keluarga. Ini adalah proses hati-hati untuk memastikan kesesuaian calon pasangan, baik dari segi bibit, bebet, maupun bobotnya, demi kebaikan masa depan rumah tangga.
- Meminang: Tindakan meminang menyampaikan niat baik untuk segera menikah dan menghindari perbuatan dosa. Pertukaran cincin dalam prosesi ini melambangkan komitmen dan ikatan yang kuat antara kedua belah pihak, sebagai tanda pengikat janji pernikahan.
- Mengantar Belanja/Uang Hangus: Penyerahan biaya dan kebutuhan pesta ini merupakan simbol tanggung jawab calon suami sebagai kepala keluarga masa depan. Ini menunjukkan komitmennya untuk tidak membebani keluarga calon istri dalam persiapan pernikahan, menegaskan keseriusan dan kemandiriannya.
- Berandam: Ritual pembersihan diri ini memiliki makna pembersihan lahiriah untuk mencapai kebersihan batiniah. Tujuannya adalah membersihkan calon pengantin dari kotoran duniawi, dengan harapan hati mereka menjadi suci dan siap menjalani kehidupan baru yang bersih dari hal-hal negatif.1
- Limau Manis Limau Setawar: Prosesi ini adalah bentuk doa dan harapan untuk masa depan pasangan. Kelapa yang ditumpuk melambangkan harapan akan keturunan yang banyak dan baik rupa, benang lima warna melambangkan rezeki yang melimpah, dan lilin menyala adalah simbol pernikahan yang diterangi oleh kebahagiaan. Secara keseluruhan, ini adalah doa untuk keturunan yang baik, kelancaran rezeki, dan kebahagiaan dalam pernikahan.
- Berinai: Selain sebagai hiasan, inai memiliki makna simbolis kehidupan baru. Ritual ini juga dipercaya sebagai penolak bala (penolak musibah) dan untuk menaikkan aura pengantin, membuat mereka tampak lebih berseri dan siap memasuki babak baru kehidupan.
- Khatam Al-Quran: Prosesi ini menekankan kemahiran calon pengantin wanita dalam membaca Al-Quran. Ini menyiratkan bahwa ia akan memiliki kemampuan dan kebijaksanaan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga sesuai dengan tuntunan Al-Quran, menunjukkan fondasi agama yang kuat dalam pernikahan.
- Tepung Tawar: Tradisi Tepung Tawar merupakan simbol keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi pasangan pengantin. Hal ini merupakan ritual doa yang telah diselaraskan dengan syariat Islam, di mana praktik-praktik yang berasal dari kepercayaan Animisme dan Hindu diinterpretasikan ulang sebagai bentuk doa dan pemberkatan setelah Islam hadir. Ini menunjukkan bagaimana masyarakat Melayu mampu mengintegrasikan dan menafsirkan kembali tradisi lama dalam kerangka Islam, mengubahnya menjadi tindakan doa dan berkah daripada penyembahan. Prosesi ini juga berfungsi sebagai sarana penting untuk memperkenalkan kedua keluarga besar, mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan di antara kedua belah pihak. Kemampuan komunitas untuk mempertahankan kontinuitas budaya sambil beradaptasi dengan doktrin agama baru adalah bukti sifat dinamis dari praktik budaya dan keagamaan.
- Upah-Upah: Ritual ini bertujuan untuk mengembalikan dan memperkuat ‘tondi’ (jiwa atau semangat) yang diyakini terganggu. Ini berfungsi sebagai perlindungan spiritual bagi individu yang melewati tahapan hidup penting seperti pernikahan, memastikan keseimbangan jiwa dan raga.
- Makan Nasi Hadap-Hadapan: Prosesi ini melambangkan penyatuan dan kedekatan dua keluarga, serta kebersamaan suami istri dalam rumah tangga baru. Berbagai rasa makanan yang dihidangkan melambangkan manis pahitnya kehidupan berumah tangga yang harus dihadapi dengan sabar dan keikhlasan. Permainan mencari ayam dalam nasi melambangkan siapa yang akan menjadi pemimpin, namun juga ditekankan pada pentingnya kerja sama dan saling mendukung.
- Acara Tiga Pintu: Meskipun bersifat menghibur, prosesi ini melambangkan tantangan yang harus dihadapi pengantin pria untuk “mendapatkan” istrinya. Ini juga merupakan ekspresi penerimaan dan keramah-tamahan dari pihak keluarga wanita, serta menguji kesabaran dan ketangkasan calon suami.
- Marhaban: Pembacaan Marhaban melambangkan sambutan sukacita dan doa restu dari masyarakat untuk pasangan baru. Ini adalah bentuk dukungan sosial dan spiritual dari komunitas terhadap kehidupan rumah tangga yang akan mereka bangun.
Akulturasi dan Dinamika Perubahan Adat di Labuhanbatu
Labuhanbatu, khususnya wilayah Labuhanbatu Utara seperti Desa Simonis, merupakan daerah yang kaya akan keragaman suku dan agama. Kondisi demografis ini secara alami mendorong terjadinya akulturasi budaya yang signifikan, terutama antara suku Mandailing dan Melayu. Perpaduan budaya ini tidak hanya memperkaya praktik budaya lokal tetapi juga mencerminkan proses sosial yang berkelanjutan, menciptakan harmoni antara elemen-elemen budaya yang berbeda dalam kehidupan masyarakat setempat. Akulturasi ini telah melahirkan tradisi-tradisi baru yang unik dalam pernikahan, seperti
Tepung Tawar, Upah-Upah, dan Tari Endeng-Endeng. Meskipun suku Mandailing memiliki adat istiadat yang kuat dan terjaga, proses pernikahan di Desa Simonis seringkali mencerminkan perpaduan dengan budaya lokal lainnya.
Proses akulturasi ini, meskipun memperkaya, juga dapat menimbulkan ketegangan dan pergeseran dalam makna asli tradisi. Ini adalah mekanisme adaptasi dan evolusi budaya yang menciptakan ritual hibrida yang unik. Namun, dinamika ini juga dapat memunculkan potensi ketegangan identitas, terutama ketika interpretasi modern atau pengaruh eksternal menantang prinsip-prinsip inti tradisional dan keagamaan.
- Pergeseran dan Adaptasi Tradisi:
- Tari Inai: Tarian ini, yang merupakan akulturasi budaya lokal dengan Arab-Islam , dahulu dianggap sangat sakral dalam acara pernikahan. Namun, dalam praktiknya saat ini, Tari Inai telah banyak mengalami perubahan. Pergeseran ini menunjukkan adanya adaptasi dari ritual yang awalnya lebih spiritual menjadi lebih bersifat hiburan, kemungkinan mencerminkan pergeseran sosial yang lebih luas menuju aspek pertunjukan atau hiburan dalam acara pernikahan.
- Tari Endeng-Endeng: Tarian ini, sebagai akulturasi dari seni Berdah (Melayu) dan Tor-tor (Batak/Mandailing), telah mengalami perubahan signifikan, terutama sejak tahun 1990-an. Perubahan yang paling menonjol, yang cenderung ke arah hedonisme, terlihat pada prosesi
tor-tor siriang-riang. Pergeseran ini dianggap menyimpang dari hukum adat Melayu yang berbunyi “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah” (adat berlandaskan syariat, syariat berlandaskan kitabullah), sebuah prinsip yang dipegang teguh oleh masyarakat Batak Muslim Labuhanbatu Utara. Hal ini mengungkapkan adanya konflik langsung antara nilai-nilai tradisional dan pengaruh modern. Pergeseran dari ritual yang sakral dan sarat makna menjadi pertunjukan yang lebih berorientasi hiburan atau bahkan “hedonistik” menunjukkan potensi erosi nilai-nilai tradisional dan tantangan terhadap prinsip-prinsip dasar adat. Ini mencerminkan perjuangan yang lebih luas antara pelestarian budaya dan kekuatan modernisasi serta komersialisasi. - Faktor Generasi: Perubahan dalam sistem perkawinan juga disebabkan oleh faktor generasi. Generasi muda saat ini cenderung kurang peka terhadap lingkungan budaya dan adat istiadat, serta lebih terbuai dengan kemajuan zaman. Kondisi ini mengindikasikan tantangan serius dalam pemertahanan tradisi asli, karena para penjaga tradisi mungkin mengalami kesulitan dalam mentransmisikan nilai-nilai kepada generasi muda yang kurang terlibat.
Tabel 2: Akulturasi Budaya dalam Adat Perkawinan Labuhanbatu
Ritual Akulturasi | Budaya Asal / Pengaruh Utama | Deskripsi Akulturasi | Makna / Implikasi Akulturasi | Sumber Snippet ID |
Tepung Tawar | Melayu, Mandailing, Hindu-Animisme, Arab-Islam | Tradisi Melayu yang diadaptasi oleh suku Mandailing; ritual doa yang diselaraskan dengan syariat Islam. | Memohon keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan; memperkuat harmoni antar keluarga dan ikatan sosial. | 3 |
Upah-Upah | Mandailing, Melayu | Ritual Mandailing yang diadopsi dalam pernikahan Melayu di Labuhanbatu. | Mengembalikan dan memperkuat ‘tondi’ (jiwa/semangat); perlindungan spiritual. | 9 |
Tari Endeng-Endeng | Berdah (Melayu), Tor-tor Onang-Onang (Mandailing) | Fusi gerakan dan musik dari dua tradisi tari; diiringi instrumen Melayu dan modern. | Ekspresi kegembiraan; pergeseran makna dari sakral ke hedonisme; ketegangan dengan prinsip “adat bersendikan syarak”. | 9 |
Tari Inai | Lokal Melayu, Arab-Islam | Tarian khas Labuhanbatu yang mendapat pengaruh Arab-Islam; ditampilkan saat prosesi pernikahan. | Hiburan dan penghormatan kepada mempelai; dahulu sakral, kini mengalami perubahan. | 14 |
Kesimpulan
Adat perkawinan Melayu di Labuhanbatu adalah cerminan kekayaan budaya yang dinamis, yang secara harmonis memadukan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal yang telah mengakar. Prosesi pernikahan ini terbagi dalam tahapan pra-pernikahan, akad nikah, dan pasca-pernikahan, yang masing-masing sarat dengan makna simbolis yang mendalam. Ritual-ritual seperti Merisik (penyelidikan calon), Berandam (pembersihan diri), Tepung Tawar (pemberkatan), dan Makan Nasi Hadap-Hadapan (persatuan) tidak hanya berfungsi sebagai seremonial, tetapi juga sebagai alat transmisi nilai-nilai luhur kepada pasangan dan komunitas.
Ciri khas Labuhanbatu adalah akulturasi budaya yang signifikan, terutama dengan Mandailing dan pengaruh Arab-Islam. Perpaduan ini telah melahirkan tradisi-tradisi unik seperti Tari Inai, Upah-Upah, dan Tari Endeng-Endeng, yang menjadi penanda identitas budaya lokal. Proses akulturasi ini menunjukkan kemampuan budaya Melayu untuk beradaptasi dan berkembang, menciptakan bentuk-bentuk ritual baru yang mencerminkan keragaman masyarakatnya.
Meskipun kaya dan lestari, adat perkawinan ini menghadapi tantangan perubahan yang kompleks. Pergeseran makna dan praktik beberapa ritual akibat modernisasi dan pengaruh generasi muda menjadi perhatian utama. Contoh paling nyata terlihat pada Tari Endeng-Endeng, yang mengalami pergeseran dari fungsi sakral menjadi lebih bersifat hedonis, bahkan menyimpang dari prinsip fundamental “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.” Perubahan ini, ditambah dengan kurangnya dokumentasi tertulis, menyoroti kerentanan warisan budaya ini di tengah arus zaman.
Oleh karena itu, dokumentasi dan pemahaman mendalam terhadap adat perkawinan Melayu Labuhanbatu menjadi sangat krusial. Upaya ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan transmisi nilai-nilai luhurnya kepada generasi mendatang. Pelestarian budaya dalam konteks akulturasi dan perubahan dinamis memerlukan pendekatan yang nuansa. Ini tidak hanya berarti mempertahankan bentuk asli ritual, tetapi juga memahami bagaimana komunitas bernegosiasi dengan pengaruh eksternal sambil berupaya menjaga “benang merah” filosofi adat, terutama yang berakar pada ajaran Islam. Tantangan ini mengundang refleksi kritis tentang bagaimana otentisitas budaya dapat dipertahankan ketika tradisi diadaptasi atau dikomersialisasikan, serta tanggung jawab para pemangku adat dan komunitas untuk menjaga esensi spiritual dan filosofis warisan mereka di tengah tekanan eksternal.
Daftar Pustaka
- Sebelum Akad Nikah, Ini Rangkaian Prosesi yang Sarat Makna dari …, diakses Juni 16, 2025, https://www.diamondnco.id/news-detail/sebelum-akad-nikah-ini-rangkaian-prosesi-yang-sarat-makna-dari-tradisi-pernikahan-melayu
- Susunan Prosesi Pernikahan Adat Melayu Riau Beserta Maknanya – Tirto.id, diakses Juni 16, 2025, https://tirto.id/susunan-prosesi-pernikahan-adat-melayu-riau-beserta-maknanya-g8rR
- abdulganijamoranasution @gmail.com TEPUNG TAWAR PADA …, diakses Juni 16, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=3515062&val=30791&title=TEPUNG%20TAWAR%20PADA%20PERNIKAHAN%20ADAT%20MELAYU%20%20STUDI%20TERHADAP%20MASYARAKAT%20MELAYU%20DI%20LABUHAN%20BATU%20SELATAN
- Mau Menikah Adat Melayu Riau, Ini 9 Tahapan yang Harus Dijalani – melayupedia.com, diakses Juni 16, 2025, https://www.melayupedia.com/berita/111/mau-menikah-adat-melayu-riau-ini-9-tahapan-yang-harus-dijalani
- Makna Simbolik Tradisi Makan Hadap-Hadapan pada Suku Melayu di Kota Binjai – Jurnal Pendidikan Tambusai, diakses Juni 16, 2025, https://jptam.org/index.php/jptam/article/download/4775/4049/9128
- Budaya Melayu dan Pengaruh Islam dalam Upacara Pernikahan di …, diakses Juni 16, 2025, https://jurnal.penerbitdaarulhuda.my.id/index.php/MAJIM/article/download/1589/1631
- Prosesi Perkawinan Menurut Hukum Adat Melayu Indragiri Hilir Riau sebagai Salah Satu Aset Budaya Indonesia, diakses Juni 16, 2025, https://ejournal.indrainstitute.id/index.php/jec/article/download/297/123/571
- PERUBAHAN SISTEM PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU DI DESA BATU AMPAR KECAMATAN KEMUNING KABUPATEN INDRAGIRI HILIR RIAU – OJP LP2M UIN JAMBI, diakses Juni 16, 2025, https://e-journal.lp2m.uinjambi.ac.id/ojp/index.php/malay/article/download/1436/710/5353
- Akulturasi Pernikahan Etnik Mandailing di Desa Simonis …, diakses Juni 16, 2025, https://jurnal.medanresourcecenter.org/index.php/HIJ/article/download/1416/1425/7698
- Perubahan Tari Endeng-endeng Dari Sakral Menuju Hedonisme …, diakses Juni 16, 2025, https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/46878/
- ADAT PERNIKAHAN MELAYU KEPULAUAN RIAU – DisBud Kepri, diakses Juni 16, 2025, https://disbud.kepriprov.go.id/adat-pernikahan-melayu-kepulauan-riau-2/
- adat perkawinan melayu: gagasan, terapan, fungsi, dan kearifannya – ResearchGate, diakses Juni 16, 2025, https://www.researchgate.net/publication/318711339_ADAT_PERKAWINAN_MELAYU_GAGASAN_TERAPAN_FUNGSI_DAN_KEARIFANNYA
- Pra Nikah Melayu Riau, Ini Tahapan Prosesinya – infoPKU, diakses Juni 16, 2025, https://infopku.com/pra-nikah-melayu-riau-ini-tahapan-prosesinya/39271/
- 29 Tari Inai: Identitas Budaya Masyarakat Desa Kuala Bangka …, diakses Juni 16, 2025, https://mahesainstitute.web.id/ojs2/index.php/warisan/article/download/707/361
- TRADISI TARI INAI DALAM UPACARA ADAT PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU DESA KUALA BANGKA KECAMATAN KUALUH HILIR KABUPATEN LABUHAN BAT, diakses Juni 16, 2025, http://repository.uinsu.ac.id/12111/1/RIAH%20HASIBUAN-dikonversi.pdf
- Labuhanbatu: Perpaduan Kaya Budaya Melayu dan Ritual Unik yang Menyihir, diakses Juni 16, 2025, https://banyuwangi.viva.co.id/budaya/10231-labuhanbatu-perpaduan-kaya-budaya-melayu-dan-ritual-unik-yang-menyihir
- Jurnal Serunai Ilmu Pendidikan Vol.9No.1, Juli 2023 e-ISSN 2621 – E-Journal STKIP Budidaya, diakses Juni 16, 2025, https://ejournal.stkipbudidaya.ac.id/index.php/ja/article/download/947/580/3531