Tahun 2025 menandai fase konsolidasi dan transisi bagi ekosistem digital Indonesia. Secara kuantitatif, penetrasi internet telah mencapai tingkat kematangan yang tinggi, melampaui 80% dari populasi, dengan total pengguna mencapai 229,4 Juta jiwa. Stabilitas ini didukung oleh pasar e-commerce yang kuat, diproyeksikan mencapai valuasi USD 90.35 Miliar. Namun, capaian makro ini diiringi oleh tantangan struktural yang signifikan, ditandai oleh perlambatan implementasi jaringan 5G akibat tingginya biaya regulasi dan kontraksi parah pada nilai investasi startup (funding winter) yang mencapai titik terendah dalam delapan tahun terakhir hingga Kuartal 2 tahun 2025.
Proyeksi strategis tahun 2026 menunjukkan pergeseran fokus pemerintah dan industri. Kebijakan nasional diarahkan melalui Kerangka “Arah Indonesia Digital,” yang bertumpu pada tiga pilar: Terhubung, Tumbuh, dan Terjaga. Prioritas utama adalah peningkatan konektivitas melalui lelang frekuensi untuk internet yang lebih terjangkau, adopsi masif teknologi disruptif seperti Agentic AI di sektor enterprise , dan investasi besar untuk penguatan ketahanan siber dan perlindungan infrastruktur kritikal.
Tahun 2026 juga membawa risiko regulasi yang perlu dimitigasi, termasuk tingginya tantangan kepatuhan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025 mengenai perpajakan digital dan kesiapan organisasi yang masih lemah dalam implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), terutama dalam penunjukan Data Protection Officer (DPO) dan manajemen pihak ketiga. Keberhasilan transformasi digital Indonesia ke depan akan sangat bergantung pada kemampuan regulator untuk mengatasi hambatan struktural 5G dan memastikan penegakan hukum digital yang kredibel, sembari menutup jurang kesenjangan digital yang terlihat jelas dalam data penetrasi 2025.
Refleksi Kondisi Digital Indonesia Tahun 2025: Matriks Capaian dan Tantangan
Pilar Konektivitas dan Jaringan Inti
Capaian Kuantitatif Penetrasi dan Profil Demografi Pengguna
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penetrasi internet Indonesia pada tahun 2025 telah mencapai level yang matang. Jumlah pengguna internet diperkirakan menembus 229,4 Juta jiwa, yang setara dengan tingkat penetrasi melebihi 80% dari total populasi yang diperkirakan 284,43 juta jiwa pada tahun tersebut. Capaian ini merupakan sinyal kuat bahwa teknologi digital telah merambah hampir seluruh lapisan masyarakat.
Analisis demografi pengguna mengungkap struktur yang didominasi oleh Generasi Z (Gen Z). Dominasi generasi muda ini mengindikasikan adanya pergeseran tuntutan layanan yang mengutamakan mobile-first, latensi rendah, dan konten yang sangat personalisasi. Namun, data APJII juga menyoroti kesenjangan digital yang bersifat kualitatif dan struktural. Pengguna dengan tingkat pendidikan tinggi (perguruan tinggi) menunjukkan tingkat penetrasi sebesar 91,27%, kontras tajam dengan kelompok yang tidak tamat SD, di mana penetrasinya hanya mencapai 42,66%.
Perbedaan ini menyiratkan bahwa walaupun infrastruktur konektivitas dasar telah mencapai cakupan luas secara kuantitas, manfaat penuh dari transformasi digital belum merata. Kesenjangan berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa keberhasilan ekonomi digital bukan hanya bergantung pada akses fisik, melainkan pada kualitas pemanfaatan dan literasi digital. Kelompok dengan literasi digital rendah berisiko tertinggal dari peluang ekonomi yang ditawarkan oleh ekosistem digital, sebuah tantangan yang harus menjadi fokus utama program literasi dan pelatihan di tahun 2026.
Evaluasi Implementasi 5G: Hambatan Struktural dan Regulasi
Meskipun Indonesia telah memiliki layanan 5G komersial sejak Mei 2021 , implementasi teknologi ini hingga awal 2025 belum mencapai potensi penuhnya, terutama dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Terdapat dua faktor penghambat utama yang bersifat struktural dan regulasi. Pertama, biaya regulasi yang signifikan, termasuk tarif pajak operator yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga, menekan kemampuan operator seluler untuk berinvestasi secara agresif dalam pembangunan jaringan 5G. Kedua, optimalisasi infrastruktur pendukung, khususnya jaringan serat optik dan kabel bawah laut, mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan oleh tumpang tindih regulasi, proses perizinan yang kompleks, dan kurangnya koordinasi antarberbagai lembaga pemerintah. Keterbatasan ini menghambat perluasan jaringan dan kualitas latensi rendah yang menjadi ciri khas 5G.
Untuk mengatasi hambatan ini, Kementerian Komunikasi dan Digital Affairs (MCDA) pada tahun 2025 merancang berbagai kebijakan, termasuk percepatan pelepasan spektrum 5G, penyusunan fiberisation roadmap, dan formulasi insentif untuk industri digital. Keterlambatan implementasi 5G ini memiliki dampak ekonomi yang meluas; kualitas konektivitas yang belum optimal menghambat ambisi Indonesia untuk menjadi pusat adopsi All Data Centers dan pusat penerapan Artificial Intelligence (AI). Aplikasi bernilai tinggi seperti AIoT (Integrasi AI dan Internet of Things) dan real-time analytics , yang sangat bergantung pada latensi rendah, tidak dapat diimplementasikan secara masif dan optimal tanpa jaringan inti 5G yang kuat dan stabil. Oleh karena itu, kesuksesan lelang frekuensi dan reformasi regulasi di tahun 2026 merupakan prasyarat mutlak untuk mengejar ketertinggalan teknologi.
Dinamika Ekonomi Digital: Koreksi Pasar di Tengah Kenaikan Pasar
Stabilitas dan Skala Pasar E-commerce
Sektor e-commerce Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang solid dan terukur pada tahun 2025. Pasar e-commerce diproyeksikan mencapai valuasi USD 90.35 Miliar pada tahun 2025, dan diprediksi akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) sebesar 15.51% hingga mencapai USD 185.71 Miliar pada tahun 2030.
Stabilitas ini didukung oleh sektor Fintech dan pembayaran digital. Pertumbuhan transaksi E-Money yang substansial sejak tahun-tahun sebelumnya telah menciptakan fondasi yang kuat bagi perkembangan sektor jasa keuangan digital lainnya, seperti Peer-to-Peer (P2P) Lending. Meskipun demikian, stabilitas pasar ini juga menjadi target baru bagi reformasi perpajakan pemerintah.
Kontraksi Investasi Startup (Funding Winter)
Berlawanan dengan pertumbuhan stabil di sektor e-commerce dan penetrasi internet, ekosistem startup Indonesia mengalami periode koreksi pasar yang signifikan yang dikenal sebagai funding winter. Tren pendanaan secara nilai terus menurun tajam sejak puncaknya pada tahun 2021 (total US$9,8 Miliar), dan capaian nilai investasi hingga Kuartal 2 tahun 2025 merupakan yang terendah dalam delapan tahun terakhir.
Kontraksi pendanaan ini menandakan penurunan selera risiko investor Venture Capital (VC). Ekosistem startup dipaksa untuk melakukan right-sizing dan mengubah fokus operasional mereka secara fundamental. Perusahaan kini harus bergeser dari model bisnis yang menekankan pertumbuhan pengguna yang didorong oleh bakar uang (cash burn) menjadi model yang mengutamakan profitabilitas yang terukur dan keberlanjutan operasional. Meskipun penurunan pendanaan ini tampak negatif dari sudut pandang kuantitas, fenomena ini justru menciptakan ekosistem bisnis yang lebih sehat dan tahan uji. Perusahaan yang bertahan didorong untuk mengadopsi teknologi yang menawarkan efisiensi tinggi, seperti otomatisasi, Low Code/No Code, dan AI generatif, sebagai strategi utama untuk memangkas biaya operasional dan meningkatkan margin.
Matriks Capaian Kunci 2025
Tabel A merangkum dualitas capaian ekosistem digital Indonesia pada tahun 2025, mencerminkan kekuatan di sisi pasar konsumen dan tantangan di sisi infrastruktur dan investasi modal.
Table A: Matriks Capaian Kunci Ekosistem Digital Indonesia 2025
| Indikator Kunci | Data Kuantitatif 2025 | Status Kritis | Implikasi Strategis | |
| Penetrasi Internet | 229,4 Juta jiwa (∼80%) | Sangat Tinggi | Pasar konsumen matang, didominasi Gen Z. | |
| Valuasi E-commerce | USD 90.35 Miliar | Kuat & Stabil | Target baru perpajakan digital dan reformasi regulasi. | |
| Pendanaan Startup | Nilai Terendah dalam 8 tahun (hingga Q2/2025) | Kontraksi Parah | Fokus industri beralih ke profitabilitas dan efisiensi. | |
| Implementasi 5G | Belum Capai Potensi Penuh | Tertunda | Menghambat adopsi massal AI/IoT dan Data Center. |
Audit Kesiapan Regulasi Digital 2025
Reformasi Perpajakan Digital: PMK 37/2025
Pemerintah melakukan langkah signifikan dalam reformasi perpajakan digital melalui penetapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37 Tahun 2025. Regulasi ini, yang mulai berlaku efektif pada 14 Juli 2025, menunjuk platform penyelenggara sistem perdagangan melalui elektronik (e-commerce) sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pendapatan yang diperoleh penjual domestik. Mekanisme penahanan pajak ditetapkan sebesar 0.5% dari omset kotor.
Signifikansi PMK 37/2025 terletak pada formalisasi peran platform sebagai perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan ini menuntut platform untuk mengembangkan sistem yang mumpuni dalam withholding, depositing, and reporting pajak, serta menerbitkan dokumen penagihan pajak yang terperinci. Selama masa transisi tahun 2025, semua penjual diwajibkan untuk segera menyerahkan informasi yang diperlukan kepada platform dalam waktu satu bulan setelah platform ditunjuk sebagai pemungut pajak. Tantangan kepatuhan yang tinggi pada tahun 2026 akan difokuskan pada sinkronisasi sistem akuntansi platform dengan persyaratan pelaporan perpajakan yang baru.
Kesiapan Organisasi terhadap UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)
Meskipun UU PDP telah disahkan pada tahun 2022, kesiapan organisasi di Indonesia dalam mengimplementasikan kerangka regulasi ini hingga akhir tahun 2025 masih dinilai rendah dalam beberapa aspek krusial. Berdasarkan metrik kesiapan, area kepatuhan terlemah adalah Third-party management (skor 2.67/5) dan penunjukan Data Protection Officer (DPO) (skor 2.98/5). Kesadaran hukum (Legal awareness) secara umum juga masih berada pada tingkat rendah (3.13/5).
Kesiapan yang rendah dalam manajemen pihak ketiga dan penunjukan DPO menciptakan kerentanan hukum yang serius. Kerentanan ini berbenturan langsung dengan agenda pemerintah di tahun 2026, yang berfokus pada pilar ‘Terjaga’ dan penguatan ketahanan siber nasional. Institusi yang gagal mengelola data pihak ketiga dan menunjuk DPO yang kompeten menjadi target risiko utama untuk insiden kebocoran data, khususnya serangan ransomware yang semakin canggih. Oleh karena itu, rendahnya tingkat kepatuhan saat ini dapat diartikan bahwa penegakan hukum UU PDP akan meningkat secara substansial pada tahun 2026, mengubah kepatuhan data dari biaya non-prioritas menjadi keharusan strategis untuk mitigasi risiko legal dan reputasi.
Proyeksi Strategis dan Tren TI Indonesia Tahun 2026: Menuju Era AI dan Ketahanan
Visi Pemerintah 2026: Arah Digital dan Dilema Pemerataan
Deklarasi Arah Indonesia Digital (T3)
Visi pemerintah untuk tahun 2026 dan seterusnya diumumkan melalui Deklarasi Arah Indonesia Digital, yang didasarkan pada tiga pilar utama:
- Terhubung:Konektivitas digital yang inklusif, berkualitas, dan terjangkau. Target operasional utama pada tahun 2026 adalah pelaksanaan lelang frekuensi 1.4 GHz, yang diharapkan dapat menghadirkan layanan internet dengan harga yang lebih kompetitif.
- Tumbuh:Menciptakan ekosistem digital yang memberdayakan. Ini mencakup penguatan pemerintah digital yang terintegrasi, peningkatan kelas UMKM melalui platform digital, dan pengembangan talenta digital melalui Innovation Hub seperti Garuda Spark.
- Terjaga:Perlindungan ruang digital, mencakup penanggulangan kejahatan siber, pencegahan kebocoran data, pengamanan infrastruktur kritikal, serta implementasi penuh aturan ruang digital yang ramah anak pada Maret 2026.
Prioritas Infrastruktur: Kontradiksi Pemerataan dan Konsentrasi Metropolitan
Terdapat narasi yang bertentangan mengenai prioritas pembangunan infrastruktur digital menuju tahun 2026. Di satu sisi, Kementerian Komunikasi dan Digital Affairs (Kemkomdigi) menargetkan penyediaan akses internet bagi 2.500 desa yang belum terlayani (blankspot) pada tahun 2026. Target ini bertujuan untuk memperluas akses yang setara ke pendidikan dan layanan publik di seluruh negeri.
Namun, di sisi lain, laporan menunjukkan bahwa target 2.500 desa tersebut tidak lagi menjadi bagian dari agenda nasional yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebagian besar pembangunan infrastruktur digital justru mengalami perlambatan atau penundaan karena kendala pembiayaan dan perubahan prioritas, dengan fokus yang beralih ke proyek-proyek yang dianggap lebih mendesak dan berorientasi pada perkembangan teknologi di pusat kota dan wilayah metropolitan utama. Bahkan, terdapat laporan mengenai penurunan kualitas akses internet di beberapa daerah yang sebelumnya sudah terlayani.
Kontradiksi kebijakan ini menunjukkan adanya dilema alokasi sumber daya di tengah dorongan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Dengan tekanan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digital dan mendukung adopsi AI/Data Center, yang sangat bergantung pada jaringan 5G , pemerintah kemungkinan akan memprioritaskan reformasi spektrum dan pembangunan di pusat-pusat ekonomi. Jika ini terjadi, risiko ketimpangan akses dan manfaat digital—yang sudah terlihat dalam data penetrasi 2025 berdasarkan tingkat pendidikan —berpotensi semakin melebar pada tahun 2026.
Lanskap Teknologi Disruptif 2026
Transformasi melalui Agentic AI dan Real-Time Data
Tahun 2026 diproyeksikan sebagai era adopsi AI yang semakin mendalam di sektor enterprise Indonesia. Tren ini mencakup peningkatan penggunaan Voice and Conversational AI dan aplikasi Personalized Marketing yang terintegrasi dalam sistem Customer Relationship Management (CRM).
Menurut analisis Gartner, pergeseran utama adalah menuju fase Agentic AI. Teknologi ini memungkinkan sistem AI untuk beroperasi secara lebih mandiri, adaptif, dan terintegrasi, menjadikannya fondasi strategis bagi transformasi digital enterprise. Adopsi Agentic AI menuntut infrastruktur data yang mumpuni. Perusahaan didorong untuk beralih ke Real-Time Data Streaming Platform, yang memungkinkan analisis data dan pengambilan keputusan dalam hitungan milidetik. Cloud Computing akan memainkan peran vital dalam menyediakan fleksibilitas dan skalabilitas yang diperlukan untuk mendukung operasi lintas ekosistem dan kolaborasi antar lokasi.
Sustainable IT dan AIoT
Aspek keberlanjutan teknologi menjadi fokus prioritas hingga tahun 2026. Berdasarkan laporan IDC dan Gartner, Sustainable Technology (TI Berkelanjutan) akan menjadi pertimbangan strategis utama. Hal ini memicu permintaan terhadap Green Data Center yang mengedepankan efisiensi energi tinggi, pendinginan cerdas, dan dukungan energi terbarukan. Infrastruktur yang berkelanjutan menjadi krusial untuk menyeimbangkan kebutuhan daya komputasi AI yang masif dengan komitmen terhadap lingkungan.
Selain itu, tren AIoT (Integrasi AI dan IoT) diperkirakan akan semakin matang. AIoT memungkinkan perangkat fisik terhubung dengan sistem digital untuk solusi real-time, yang aplikasinya mencakup smart city, otomatisasi industri, dan real-time analytics. Adopsi teknologi ini akan menuntut peningkatan kecepatan dan keamanan jaringan (Network Transformation).
Proyeksi Tren Teknologi dan Roadmap Kebijakan 2026
Table B: Proyeksi Teknologi Disruptif dan Roadmap Kebijakan 2026
| Pilar Strategis | Tren Teknologi Utama 2026 | Tujuan Kebijakan | Ketergantungan Kritis | |
| Terhubung (Konektivitas) | Reformasi Spektrum 5G, Jaringan Berkecepatan Tinggi | Lelang Frekuensi 1.4 GHz , Peningkatan Penetrasi 5G >10% | Regulasi efisien, Fiberisasi menyeluruh | |
| Tumbuh (Ekonomi & Inovasi) | Agentic AI, AIoT, Real-Time Analytics | Penguatan Pemerintah Digital, Dukungan UMKM | Data Center Hijau , Talenta Digital Spesialis | |
| Terjaga (Keamanan & Regulasi) | AI-Driven Cybersecurity, Kriptografi Modern | Enforcement UU PDP, Perlindungan Infrastruktur Kritis Nasional (IKN) | Kesiapan DPO/Third-Party Mgmt , Koordinasi BSSN/BIN |
Pengembangan Talenta Digital dan Kebutuhan High-Tech
Kebutuhan Talenta Spesialisasi
Didukung oleh kemajuan infrastruktur dan lingkungan bisnis yang kompetitif , Indonesia telah muncul sebagai salah satu pusat inovasi digital paling menjanjikan di Asia Tenggara. Namun, kebutuhan talenta digital telah bergeser dari keterampilan dasar ke spesialisasi tingkat lanjut. Fokus perusahaan perangkat lunak dan enterprise di tahun 2026 adalah pada pengembangan talenta yang menguasai teknologi seperti AI, Cloud Computing, Data Analytics, dan Cybersecurity.
Kebutuhan akan talenta yang sangat terampil ini diprediksi akan menimbulkan persaingan ketat (talent war) di sektor high-tech pada tahun 2026.
Strategi Peningkatan Kapasitas 2026
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara berkelanjutan mendorong peningkatan kapasitas SDM melalui program Digital Talent Scholarship (DTS) dan Digital Leadership Academy, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Pada tahun 2026, Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menunjukkan komitmen penuh untuk mencetak talenta andal melalui dukungan terhadap Coding Camp 2026 bagi siswa dan guru SMK, dengan penekanan pada pencapaian sertifikasi industri. Selain itu, inisiatif literasi digital juga difokuskan pada pemberdayaan ekonomi, terbukti dengan peluncuran pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang khusus membahas Pemasaran Digital dengan Kecerdasan Buatan (AI) untuk Wirausaha dan UMKM, yang dimulai pada Januari 2026.
Meskipun program pelatihan sudah terstruktur, laju adopsi teknologi disruptif seperti Agentic AI berpotensi melampaui kecepatan sistem pendidikan formal dalam menghasilkan talenta spesialis berkualitas yang memadai. Tantangan strategis bagi Indonesia pada tahun 2026 adalah memastikan bahwa program pengembangan SDM tidak hanya menghasilkan kuantitas, tetapi juga kualitas keahlian yang spesifik dan relevan dengan permintaan industri teknologi masa depan.
Outlook Ketahanan dan Keamanan Siber 2026
Penguatan Kedaulatan Digital oleh BSSN
Keamanan siber telah ditetapkan sebagai prioritas utama dalam pilar ‘Terjaga’ Arah Indonesia Digital. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyoroti upaya strategis untuk menjaga kedaulatan digital Indonesia melalui penguatan sumber daya manusia di bidang siber, adopsi kriptografi berbasis AI, dan pengembangan talenta siber lokal.
Tahun 2026 akan ditandai dengan upaya sistematis untuk membangun ekosistem digital yang tangguh, menggabungkan kesadaran, kolaborasi, dan kemajuan teknologi.
Perlindungan Infrastruktur Kritis Nasional (IKN)
Mengingat peran strategis infrastruktur digital dalam ekonomi nasional, pengamanan Infrastruktur Kritis Nasional (IKN) menjadi sangat penting. Menjelang akhir tahun 2025, misalnya, PT Angkasa Pura Indonesia Kantor Cabang Bandara Internasional Soekarno-Hatta memperkuat kesiapsiagaan siber melalui Cyber Security Exercise. Latihan ini berfokus pada penguatan respons terhadap potensi serangan siber yang dapat mengganggu sistem operasional vital, seperti check-in, baggage handling, SCADA, dan IoT, dengan simulasi yang menyerupai kondisi nyata, termasuk serangan ransomware.
Peningkatan fokus pada ketahanan siber IKN dan implementasi kebijakan ‘Terjaga’ menunjukkan bahwa keamanan siber pada tahun 2026 akan bertransformasi dari sekadar biaya operasional menjadi faktor yang menentukan daya saing dan kepercayaan. Kesiapan yang kuat dalam menghadapi ancaman siber, terutama dengan lemahnya kepatuhan UU PDP di banyak organisasi , akan menjadi pembeda penting bagi entitas publik dan swasta.
Kesimpulan
Analisis kondisi tahun 2025 menunjukkan adanya dualitas mendasar dalam ekosistem digital Indonesia. Di satu sisi, pasar konsumen telah mencapai saturasi yang masif dan stabil (80% penetrasi, USD 90 Miliar e-commerce). Di sisi lain, fondasi vital untuk lompatan teknologi (5G) mengalami hambatan struktural yang diakibatkan oleh masalah regulasi dan biaya , diperparah dengan devaluasi investasi startup yang memaksa koreksi pasar.
Proyeksi 2026 mengindikasikan pergeseran strategis pemerintah yang signifikan: fokus akan bergeser dari upaya pemerataan konektivitas di daerah 3T (seperti yang ditunjukkan oleh inkonsistensi target 2.500 desa ) menuju reformasi regulasi yang mendukung adopsi teknologi tingkat tinggi (AI, Agentic AI, dan Data Center) di pusat-pusat ekonomi. Implikasi dari pergeseran ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi digital akan semakin terkonsentrasi di metropolitan, menuntut investasi yang lebih besar pada keamanan siber dan talenta spesialis.
Rekomendasi Kebijakan (Regulator)
- Akselerasi Reformasi Spektrum dan Regulasi:Pemerintah harus menjadikan percepatan lelang pita frekuensi 5G dan harmonisasi spektrum yang vital sebagai prioritas tertinggi untuk menghilangkan bottleneck Hal ini harus disertai dengan reformasi kebijakan yang menawarkan insentif investasi untuk fiberisation dan meninjau beban pajak operator seluler agar lebih kompetitif di tingkat regional.
- Penegakan Hukum UU PDP yang Tegas:Mengingat rendahnya tingkat kepatuhan organisasi dalam manajemen pihak ketiga dan penunjukan DPO hingga 2025 , regulator perlu segera menetapkan pedoman implementasi yang lebih jelas dan sanksi yang tegas. Penegakan hukum yang kredibel adalah kunci untuk memperkuat pilar ‘Terjaga’ dan membangun kepercayaan data yang diperlukan untuk pertumbuhan AI yang etis.
- Sinkronisasi Kebijakan Pemerataan Infrastruktur:Terdapat kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan konflik narasi antara target pemerataan desa dan prioritas pembangunan di kawasan metropolitan. Jika target 2.500 desa tetap dipertahankan, dibutuhkan sinkronisasi anggaran dan sumber daya antar kementerian secara eksplisit, yang tidak terpengaruh oleh tuntutan efisiensi APBN.
Rekomendasi Investasi (Korporasi dan Investor)
- Fokus Investasi Berbasis Efisiensi dan AI:Di tengah kondisi funding winter , investasi korporasi harus dialihkan ke implementasi Agentic AI, otomatisasi, dan Real-Time Analytics. Fokus strategis 2026 adalah memanfaatkan teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperkuat path to profitability, bukan sekadar ekspansi pasar.
- Kepatuhan Data dan Ketahanan Siber:Korporasi harus mengalokasikan investasi signifikan untuk memperkuat sistem kepatuhan data, terutama dalam penunjukan DPO dan audit manajemen pihak ketiga, untuk memitigasi risiko legal di bawah UU PDP yang penegakannya diprediksi akan meningkat. Selain itu, investasi pada ketahanan siber berbasis AI harus ditingkatkan untuk melindungi infrastruktur dari serangan canggih seperti ransomware.
- Infrastruktur Berkelanjutan:Investasi pada Sustainable IT, khususnya Green Data Center, harus menjadi bagian dari perencanaan jangka panjang. Hal ini penting untuk mendukung kebutuhan daya komputasi AI yang terus meningkat sambil memenuhi tuntutan keberlanjutan global.