Proses industrialisasi dan modernisasi seakan berjalan semakin cepat, namun sayangnya, proses tersebut menimbulkan persoalan seperti yang terjadi pada masyarakat hinterland, khususnya di pulau terpencil kawasan Kepulauan Riau.
Geliat industri telah menyumbang pendapatan cukup besar bagi negara, baik dari pembentukan produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja.
Secara makro, sektor industri juga menjadi lokomotif pertumbuhan perekonomian nasional dan menjadi leading sector dalam perkembangan perekonomian nasional secara agregat. Di lain pihak juga dapat disaksikan sebagian masyarakat berkembang menjadi masyarakat modern dengan segala karakteristik yang melekatnya.
Pengamat Ekonomi, Ade P Nasution, mengatakan proses industrialisasi telah mengubah Indonesia dari perekonomian yang bercorak dan berbasis pada sektor agraris (tradisional) menjadi perekonomian yang berlandaskan industri dan jasa atau modern. Transformasi dari perekonomian pertanian ke arah perekonomian industrial dan jasa telah memberikan nilai tambah ekonomi cukup besar.
Ini memberikan implikasi bagi kehidupan masyarakat seperti meningkatnya pendapatan per kapita, penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa dan sebagainya. Sementara pada masyarakat secara sosiokultural juga terjadi transformasi nilai-nilai baru yang modern menggantikan nilai-nilai lama yang dianggap sebagai tradisional.
“Realitas yang berkembang di Batam antara kawasan hinterland dan bonded merupakan fenomena sosiologis, ekonomis, budaya maupun politis yang mencerminkan paradoks teoritis tentang modernisasi dan industrialisasi,” tuturnya.
“Di satu sisi, perspektif yang memandang modernisasi dan industrialisasi sebagai “berkah” yang kemudian dikategorikan dalam pendekatan “the industrialization and modernization camp”. Di sisi lain, memahami industrialisasi dan modernisasi sebagai ‘masalah’ yang lebih dikenal sebagai “the impacts externalities camp”.”
Fenomena yang terjadi di Batam antara kawasan bonded dan hinterland mencerminkan proses industrialisasi dan modernisasi tidak berjalan yang linier.
Di sebagian besar masyarakat bahkan kurang menikmati hasil percepatan modernisasi dan industrialisasi. Sekalipun harus pula diakui bahwa sebagian masyarakat sangat diuntungkan dan mampu memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka dari proses industrialisasi dan modernisasi.
Gubernur Kepri, HM Sani, mengatakan geografis Provinsi Kepri yang terdiri dari ratusan pulau besar dan kecil menyebabkan biaya pembangunan menjadi lebih besar dibanding daerah yang hanya memiliki daratan. Untuk itu, perlakuan yang diberikan pemerintah pusat mestinya juga berbeda, khususnya dalam pengalokasian anggaran.
“Harus ada kebijakan khusus dari pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan di kawasan hinterland atau daerah yang memiliki banyak pulau,” katanya.
berita bersumber dari Koran Jakarta https://www.koran-jakarta.com/?2786-harus%20memperhatikan%20karakterestik%20wilayah