Latar belakang

Secara teori ekonomi, baik kapitalis maupun sosialis, persoalan kepentingan pengusaha dan pekerja tidak pernah akan mencapai kata sepakat jika tidak di intervensi oleh pemerintah, oleh sebab itu di dalam setiap Negara yang menganut faham demokrasi kapitalis seperti Indonesia sudah selayaknya peran pemerintah baik sebagai stabilisator maupun sebagai penggerak sangat vital perannya dalam berbagai kebijakan terutama mengenai ekonomi tenaga kerja sebagaimana peran pemerintah menggerakkan program menuntaskan kemiskinan dan kebodohan.

Upah tenaga kerja secara teori dapat ditentukan melalui 3 (tiga) metode yaitu berdasarkan hukum pasar (interaksi supply dan demand), kemampuan finansial perusahaan dan berdasarkan biaya hidup. Di Indonesia, secara umum upah buruh baik UMK (upah minimum Kota) maupun UMS (Upah Minimum Sektoral) ditentukan berdasarkan tingkat biaya kebutuhan hidup. Tingkat kebutuhan Biaya Hidup yang merupakan refleksi dari pengeluaran konsumsi pekerja, yang saat ini di implikasikan menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) . Dari besaran angka KHM yang didapat kemudian secara bersama-sama dibahas dan dirundingkan oleh pihak serikat pekerja, asosiasi pengusaha dan pemerintah yang kemudian menghasilkan Upah Minimum Kota/Kabupaten.

Di beberapa negara seperti China dan Vietnam, Upah minimum sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah. Uniknya lagi, di China dan Vietnam, mempunyai struktur upah minimum yang berstandard ganda, yaitu upah minimum yang tinggi untuk perusahaan investasi asing dan sebaliknya untuk perusahaan domestik. Di Indonesia, penetapan upah minimum ditentukan dengan mempertimbangan faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,  perbandingan dengan daerah lain dan Indeks Harga Konsumen, yang setiap besaran Upah minimum berbeda disetiap kota/kabupaten tergantung pada kondisi daerah yang bersangkutan. Sebagai perbandingan: untuk tahun 2015, Upah minimum Kota Batam adalah sebesar Rp. 2.685.000, sedangkan di Kabupaten Karimun sebesar Rp. 2.100,000, Kabupaten Natuna Rp. 2,020,000 Kabupaten Bintan Rp. 2.300.000, Kabupaten Lingga Rp. 1.970,000  dan Kota Tanjung Pinang Rp. 1.950.000 dan kabupaten Anambas Rp.2.118.000

Upah Minimum Kota/Kabupaten di Indonesia yang ditetapkan biasanya berlaku untuk satu tahun, namun di negara lain seperti Malaysia, Vietnam dan China, Upah Minimum biasanya berlaku untuk minimal 5 (lima) tahun yang kemudian akan diadakan revisi bila dibutuhkan. Upah minimum yang mempunyai jangka waktu lebih panjang, biasanya menunjukkan kondisi stabilitas ekonomi suatu negara. Berbagai keuntungan dari Upah minimum yang relatif panjang yaitu  memberikan kepastian kepada investor asing mengenai upah tenaga kerja yang stabil dan memberikan rasa aman investor asing dari ancaman demonstrasi buruh yang biasanya selalu dikhawatirkan oleh pengusaha investor asing.

Upah Minimum secara filosofi adalah suatu jaring pengaman (safety net) yang paling terendah yang harus dibayarkan kepada buruh. Dengan perkataan lain, Upah minimum merupakan upah yang paling terendah yang boleh dibayarkan pengusaha yang mempunyai batasan untuk seorang pekerja yang yang bekerja selama 0 tahun dan berstatus lajang. Dari Batasan ini, maka perhitungan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) pun diasumsikan sebagai kebutuhan hidup minimum seorang pekerja lajang dalam 1 (satu) bulan. Dalam Penetapan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) ada 4 (empat) komponen utama yaitu Makanan dan Minuman, Perumahan dan Fasilitas, Sandang dan Aneka Kebutuhan. Di Indonesia, Penetapan Kebutuhan hidup Minimum didapatkan melalui survey yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kab/Kota yang dilakukan di pasar-pasar terpilih yang biasanya tempat pekerja berbelanja kebutuhan hidup. Survey KHM dilakukan secara periodik per bulan

 

Persoalan saat ini

Bagi negara-negara yang kondisi ekonominya relatif stabil yang ditandai dengan nilai kurs yang relatif stabil, dan tingkat inflasi yang moderat serta investasi sosial pemerintah yang terencana. Permasalahan besaran angka bukan menjadi persoalan pokok. UMK kota Batam pada tahun 2015 yang sebesar Rp. 2.685.302  menurut pengamatan kami, digerogoti oleh dua komponen pengeluaran buruh yang dominan yaitu komponen transportasi dan perumahan yang mengambil porsi sekitar 50 %. Hal ini terkadang diperparah dengan kenaikan harga komponen lainnya seperti makanan dan minuman dan sandang serta aneka kebutuhan. Disamping itu kondisi ekonomi makro indonesia seperti kenaikan BBM dan kebijakan tata niaga perdagangan semakin mengurangi kekuatan upah yang diterima buruh. Faktor-faktor  ketidakstabilan harga, moda transportasi yang mahal dan tentu saja iklim ekonomi makro nasional yang saat ini gonjang-ganjing yang akhirnya mempengaruhi kekuatan upah yang diterima oleh pekerja. Menghadapi berbagai perubahan-perubahan dalam indikator ekonomi seperti tingkat inflasi, kenaikan BBM dan indikator lainnya, beberapa perusahaan biasanya melakukan penyesuaian tingkat upah pekerjanya. Namun dari hasil pengamatan dilapangan, lebih banyak perusahaan tetap mempertahankan Upah minimum yang telah ditetapkan walaupun terjadi perubahan-perubahan dalam tingkat harga konsumsi dan BBM.

Dari uraian diatas, kita melihat bahwa memang tidak ada jalan keluar (way out) permasalahan apabila persoalan ini diserahkan hanya kepada perundingan buruh dan pengusaha. Persoalan besar dalam Upah minimum kota batam sebenarnya sudah diidentifikasikan yaitu komponen perumahan dan transportasi yang menjadi faktor inflatoir yang menggeroti upah buruh. Solusi yang paling realistik adalah adanya intervensi Pemerintah Kota Batam dalam bentuk investasi publik dalam penyediaaan sarana trasportasi dan perumahan murah bagi pekerja yang merupakan 80 % penduduk Kota Batam. Pemerintah kota Batam tidak boleh melupakan perannya sebagai stabilitasator dalam pembangunan masyarakat. Disamping itu Pemerintah kota batam dalam menyikapi ketidak pastian ekonomi nasional, harus menyiapkan dana-dana darurat dalam APBD-nya yang biasanya ada dalam pos anggaran tak tersangka yang tujuan penggunaannya ditujukan untuk penanggulangan bencana alam, dan penanggulangan akibat krisis ekonomi yang bisa berbentuk dalam intervensi pasar dan subsidi.

 

Harapan Baru setelah PP No.78 tahun 2015

Pada bulan Oktober 2015 Pemerintah telah mengeluarkan PP No.78 tahun 2015 tentang pengupahan yang merupakan penjabaran detail dari pasal 97 UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Dalam PP ini ada aturan terbaru dan tentunya menantang yaitu digunakannya variabel angka inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabel utama dalam perhitungan kenaikan upah minimum. Menurut penjelasan PP 78 Tersebut

Formula perhitungan Upah minimum:

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % ? PDBt )}

Keterangan:

UMn : Upah minimum yang akan ditetapkan.

UMt : Upah minimum tahun berjalan.

Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan.

 

? PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang

Mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I  dan II tahun berjalan.

 

Formula perhitungan Upah minimum adalah Upah minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun berjalan.

 

Contoh:

UMt    : Rp. 2.000.000,00

 

Inflasit            : 5%

? PDBt           : 6%

 

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % ? PDBt)}

UMn = Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x (5% + 6%))

= Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x 11%} = Rp. 2.000.000,00 + Rp. 220.000,00

= Rp. 2.220.000,00

Upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan Upah minimum yang akan ditetapkan dalam formula perhitungan Upah minimum, sudah berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Penyesuaian nilai kebutuhan hidup layak pada Upah minimum yang akan ditetapkan tersebut secara langsung terkoreksi melalui perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan inflasi tahun berjalan.

 

UMK Kota dan Kabupaten Prov. Kepri Tahun 2016 Berdasarkan PP No.78/2015

Upah minimum yang dikalikan dengan inflasi ini akan memastikan daya beli dari Upah minimum tidak akan berkurang. Hal ini didasarkan jenis-jenis kebutuhan yang ada dalam kebutuhan hidup layak juga merupakan jenis-jenis kebutuhan untuk menentukan inflasi. Dengan demikian penggunaan tingkat inflasi dalam perhitungan Upah minimum pada dasarnya sama dengan nilai kebutuhan hidup layak.

Penyesuaian Upah minimum dengan menggunakan nilai pertumbuhan ekonomi pada dasarnya untuk menghargai peningkatan produktivitas secara keseluruhan. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain peningkatan produktivitas, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan modal.

 

Dalam formula ini, seluruh bagian dari pertumbuhan ekonomi dipergunakan dalam rangka peningkatan Upah minimum.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto

KHL (Kebutuhan Hidup Layak)

Komponen KHL :

Jumlah jenis kebutuhan yang semula 46 jenis dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 menjadi 60 jenis KHL dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012.  Dan menurut PP 78 akan ditinjau kembali setiap 5 tahun sekali oleh Dewan Pengupahan Nasional.

 

 

Persoalan yang dihadapi :

  1. Tidak adanya jaminan dari pemerintah tentang stabilitas harga –harga bahan pokok
  2. Kurang akuratnya data-data yang dikeluarkan oleh pemerintah baik tentang laporan kinerja ekonomi maupun non ekonomi seperti data inflasi, pertumbuhan ekonomi. Struktur dan besaran perusahaan, tingkat kemiskinan dan lain-lain
  3. Kurangnya rasa kepedulian birokrasi dan DPRD tentang situasi ketenaga kerjaan
  4. Kurang stabilnya kondisi makroekonomi dan mikroekonomi indonesia

By ulb1998