Di Batam persoalan lahan saat ini menjadi begitu serius. Kebijakan pengalokasian lahan untuk sektor industri ternyata tidak berpengaruh positif terhadap keadilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Batam yang dalam kelahiraannya memang dirancang sebagai kawasan industri. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya hubungan yang signifikan antara sektor industri manufaktur dengan sektor usaha kecil menengah. sektor ekonomi kecil bertumbuh kembang dengan sendirinya sebagai akibat trickle down effect yang tidak sempurna dari keberadaan sektor industri.
Usaha kecil ini di Batam cukup banyak jumlahnya, data sementara dari Dinas PMK & UKM Kota Batam, menunjukkan angka lebih kurang 10 ribu pelaku usaha kecil dan Menengah yang meliputi pedagang kecil, bengkel, wartel, home industri dan sektor lainnya. Karakteristik lainnya dari pelaku usaha kecil dan menengah ini biasanya belum mempunyai badan hukum dan tempat usahanya selalu berpindah-pindah
Menurut pengamatan kami, keberadaan sektor industri manufaktur yang ada di Kota Batam sampai saat ini hanya mempunyai manfaat sekedar penyerapan tenaga kerja murah saja, namun dalam fungsi mensejahterakan masyarakat, manfaat tersebut belum begitu signifikan dirasakan terutama bagi masyarakat pelaku usaha kecil dan menengah. Walaupun ada beberapa pengamat dan pengusaha pernah mengklaim bahwa keberadaan industri manufaktur yang ada di Batam banyak membantu keberadaan pelaku usaha kecil dan menengah, yang menurut mereka ditandai banyaknya pedagang-pedagang di sekitar pabrik, tukang ojek dan rumah kost. Memang betul telah terjadi interaksi ekonomi, namun interaksi ekonomi yang terjadi adalah antara pekerja dan pedagang / pelaku usaha kecil lainnya, namun interaksi ini adalah seluruhnya pengeluaran pekerja untuk memenuhi kebutuhannya, bukan pengeluaran perusahaan. Tentu saja yang dimaksud trickle down effect yang ideal adalah perusahaan yang ada dengan kegiatan pembelanjaannya dapat memberikan “tetesan” keuntungan bagi pelaku usaha kecil.
Secara faktual, banyaknya lahan yang dialokasikan kepada sektor Industri tenyata tidak sebanding dengan lahan yang dialokasikan kepada komplek pertokoan yang menjamur di Batam. Sekarang kita dapat saksikan deretan ruko yang tersebar di seluruh wilayah Batam ada yang berisi penuh tetapi lebih banyak yang kosong melompong. Keberadaan Ruko-ruko yang menjamur di Batam tidak terlepas dari aspek spekulasi untuk mencari keuntungan yang luar biasa, mengingat semakin hari jumlah lahan semakin berkurang, yang tentunya mempunyai proyeksi pada tahun berikutnya harga ruko tersebut semakin mahal. Bahkan santer terdengar, bahwa banyak ruko yang masih kosong ternyata dimiliki oleh pemilik modal yang berasal dari luar Kota Batam
Kondisi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan pelaku usaha kecil yang relatif mempunyai modal kecil dan ketiadaan akses terhadap kepemilikan lahan. Pelaku usaha kecil ini biasanya kerap terjebak dalam perangkap ekonomi rente. Akibat ketiadaan akses mereka terhadap kepemilikan lahan dan tempat usaha, maka mereka biasanya membuka usaha dengan menyewa ruko-ruko yang dimiliki oleh orang-orang yang menguasai lahan dengan sewa yang terkadang mencekik leher. Sebagian pelaku usaha kecil, akibat minimnya modal sehingga tidak mampu menyewa ruko. Mereka memilih membuka usahanya di lahan-lahan ilegal (liar) dan di komplek perumahan mereka tinggal. Namun keputusan ini juga mempunyai risiko yang cukup besar, bagi pelaku usaha di lahan-lahan liar, penggusuran adalah musuh utama mereka, dan bagi pelaku usaha di rumah-rumah, malah pejabat pemerintah dan oknum aparat keamanan yang menjadi musuh mereka walaupun usaha kecil dan menengah ini biasa mampu menyerap tenaga kerja 2-5 orang.
Padahal dari sisi hitungan ekonomis, margin keuntungan mereka banyak terserap untuk membayar sewa yang cukup mahal dan biaya sosial lainnya yang tentunya akan mengancam kelangsungan usaha mereka.
Pemerintah Kota Batam, baik secara politik maupun teknis, mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan masyarakatnya. Sementara pekerjaan sektor formal yang diciptakan industri dan pemerintahan tidak bisa menyerap tenaga kerja lagi, maka sektor informal seperti usaha kecil menjadi alternatif untuk penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Sudah semestinya pemerintah Kota Batam dan BP Batam yang mempunyai wewenang pengalokasian lahan untuk memberikan space (ruang) lahan bagi pelaku usaha kecil dengan memperhatikan aspek pasar dan letak strategis. Sangat sia-sia sekali apabila peruntukan lahan bagi usaha dan pedagang kecil di pinggiran atau yang jauh dari akses jalan, sebagaimana kebijakan selama ini yang menempatkan pelaku usaha kecil pada posisi jauh dari konsumen.
Kebijakan untuk pendistribusian lahan bagi pelaku usaha kecil saat ini dipandang belum terlambat, karena secara kasat mata, kita melihat masih banyak lahan tidur yang sampai saat ini belum dibangun. Dan menurut informasi banyak lahan-lahan tidur tersebut yang belum di bayar UWTO-nya kepada BP Batam.
Tujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat sudah merupakan tujuan wajib dari semua tingkatan pemerintahan. Pemerintah pusat misalnya, mencantumkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang di ikuti oleh Daerah-daerah dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Kota Batam misalnya, di dalam RPJMD tahun 2011-2016 dalam dua dari enam misinya menyebutkan:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui fasilitasi pengembangan dan pembinaan usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM), koperasi dan investasi yang didukung oleh iklim / situasi usaha yang kondusif dan berlandaskan supremasi hokum dan
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat hinterland dan masyarakat miskin melalui penyediaan fasilitas infrastruktur dasar, penataan dan pembinaan usaha sektor informal serta penanggulangan masalah sosial.
Berdasarkan misi ini, suka tidak suka Pemerintah Kota Batam harus mulai berbenah untuk mengatasi permasalahan kesenjangan ekonomi yang menyebabkan kemiskinan masyarakatnya. Penataan bisa dilakukan bersama BP Batam untuk masyarakat yang bergelut dalam usaha kecil.
Keputusan masyarakat untuk memulai usaha kecilnya adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan berupaya lepas dari kemiskinan. Dari berbagai survei yang dilakukan, pedagang kecil di jalan –jalan dan di lahan liar, semata-mata menggantungkan hidupnya pada usaha kecilnya. Penggusuran-penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam yang mengatas namakan keindahan kota tanpa pernah memikirkan solusinya, justru menjadikan Pemko Batam dan BP Batam sebagai suatu lembaga pemiskinan rakyat secara massal dan sistematis.
Pembangunan suatu daerah, tujuan utamanya bukan penghargaan Adipura tetapi yang berorientasi memanusiakan manusia itu sendiri. Kalau proses kelangsungan hidup masyarakat disumbat, bisa menimbulkan ekses-ekses negatif yang berkaitan disfungsi hubungan sosial dan ekonomi yang kerap berulang di negeri ini yang berbuah kekacauan dalam tatanan struktur sosial yang apatis dan merusak
reference :