KERJA DALAM PEMIKIRAN FILSUF KLASIK
“Bekerjalah seolah-olah kau akan hidup seratus tahun, dan beribadahlah seolah-olah kau akan mati besok.” —Hadis Nabi Muhammad SAW.
- Aristoteles: Kerja sebagai Aktualisasi Diri
- Dalam Nicomachean Ethics, Aristoteles membedakan “poiesis” (kerja untuk menghasilkan sesuatu) dan “praxis” (tindakan bernilai moral).
- Kerja yang ideal, menurutnya, adalah yang mendorong keutamaan (arete) dan membantu manusia mencapai eudaimonia (kebahagiaan sejati).
- Pekerjaan kasar (seperti budak) dianggap rendah karena tidak melibatkan akal budi.
- Seneca: Kerja dan Kemerdekaan Batin
- Filsuf Stoa ini melihat kerja sebagai sarana latihan kebijaksanaan, tetapi memperingatkan agar manusia tidak diperbudak oleh pekerjaannya.
- “Bukan sedikitnya waktu yang kita miliki, tapi bagaimana kita menggunakannya.” —Seneca mengajarkan efisiensi dan keseimbangan.
- Pandangan Agama tentang Kerja
Protestan (Max Weber: Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme)
- Weber meneliti bagaimana nilai Calvinis (kerja keras, disiplin, dan kesederhanaan) membentuk mentalitas kapitalis modern.
- Kerja dipandang sebagai “panggilan” (beruf)—bentuk pengabdian kepada Tuhan.
Islam: Kerja sebagai Ibadah
- Konsep “amal shalih” menekankan bahwa kerja yang jujur dan bermanfaat adalah bagian dari ibadah.
- Hadis Nabi: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
- Filsafat Modern: Alienasi vs. Pembebasan
Karl Marx: Kerja dan Alienasi
- Marx mengkritik kapitalisme yang mengalienasi pekerja dari:
- Hasil kerjanya (upah tak sebanding dengan nilai produksi).
- Proses kerja (rutinitas monoton tanpa kreativitas).
- Sesama pekerja (kompetisi menggantikan solidaritas).
- Solusinya: sistem ekonomi yang mengembalikan hakikat kerja sebagai ekspresi kebebasan manusia.
Hannah Arendt: Labor, Work, dan Action
- Dalam The Human Condition, Arendt membedakan:
- Labor: Aktivitas repetitif untuk memenuhi kebutuhan biologis (contoh: buruh pabrik).
- Work: Menciptakan produk yang bertahan lama (contoh: seniman, pengrajin).
- Action: Partisipasi dalam ruang publik untuk perubahan sosial.
- Masyarakat modern terlalu fokus pada labor, mengabaikan makna politik dari kerja.
- Filsafat Timur: Kerja sebagai Meditasi
Zen Buddhisme: “Kerja adalah Zen”
- Prinsip “Chop wood, carry water”—kerja sehari-hari bisa menjadi jalan pencerahan jika dilakukan dengan kesadaran penuh.
- Contoh: Ritual minum teh atau berkebun sebagai praktik mindfulness.
Bhagavad Gita: Karma Yoga
- Bekerja tanpa keterikatan pada hasil (nishkama karma).
- “Lebih baik melakukan tugas sendiri dengan buruk daripada meniru orang lain dengan sempurna.”
Relevansi di Era Kontemporer
Tantangan Dunia Kerja Modern
- Burnout: Kerja berlebihan tanpa makna.
- Automation: Ancaman pengangguran vs. peluang kreativitas.
- Quiet Quitting: Fenomena menolak eksploitasi kerja.
- Solusi Filsafat
- Mencari “Ikigai” (Jepang): Titik temu antara passion, mission, vocation, dan profession.
- Slow Movement: Menolak budaya sibuk, memilih kerja bermakna.
Kesimpulan: Kerja yang Manusiawi
Filsafat mengajarkan bahwa kerja bukan sekadar alat survival, tetapi medium untuk menemukan identitas, kebebasan, dan kontribusi sosial. Di tengah tekanan kapitalistik, kita perlu merefleksikan:
- Apakah pekerjaan saya mengembangkan potensi diri?
- Apakah ia memberi nilai bagi sesama?
- Bagaimana saya bisa lebih hadir dalam setiap tindakan kerja?
Seperti kata Nietzsche: “Dia yang memiliki ‘mengapa’ untuk hidup, akan mampu menanggung hampir semua ‘bagaimana’.”
Referensi:
- Marx, K. (1844). Economic and Philosophic Manuscripts.
- Arendt, H. (1958). The Human Condition.
- Weber, M. (1905). The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.