Pers, atau yang lebih dikenal dengan sebutan pilar keempat demokrasi, memegang peranan fundamental dalam setiap tatanan masyarakat yang demokratis. Fungsinya tidak hanya terbatas pada penyediaan informasi yang akurat dan relevan, tetapi juga sebagai pengawas kekuasaan, penjaga akuntabilitas, dan cermin perkembangan sosial-politik suatu bangsa. Di Indonesia, perjalanan pers memiliki narasi yang sangat kaya dan unik, terjalin erat dengan rentetan peristiwa besar dalam sejarah bangsa, mulai dari era kolonialisme, perjuangan merebut kemerdekaan, fase pembangunan nasional, hingga menghadapi tantangan globalisasi dan disrupsi teknologi digital yang masif. Sejarah pers di Indonesia, dengan demikian, dapat dipandang sebagai mikrokosmos dari sejarah bangsa itu sendiri, merefleksikan pasang surut perjuangan, adaptasi, dan evolusi identitas nasional.
Sebelum munculnya media elektronik seperti radio dan televisi, apalagi era digital yang kita kenal saat ini, surat kabar adalah medium utama dan paling berpengaruh untuk menyebarkan informasi, membentuk opini publik, melakukan agitasi politik, dan mengedukasi masyarakat. Selama berabad-abad, lembaran-lembaran kertas yang dicetak ini menjadi jendela dunia bagi sebagian besar masyarakat, sarana bagi ide-ide untuk menyebar, dan platform bagi berbagai suara untuk didengar. Signifikansi historisnya tidak dapat diremehkan, mengingat perannya dalam membentuk kesadaran kolektif dan memobilisasi massa di berbagai periode krusial.

Perkembangan surat kabar di Indonesia dapat dipetakan melalui empat fase utama yang masing-masing memiliki karakteristik dan tantangannya sendiri. Fase pertama adalah Pers Kolonial Awal, di mana pers pertama kali muncul bukan sebagai entitas independen, melainkan sebagai alat administrasi dan komersial bagi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan kemudian pemerintah Hindia Belanda. Ini adalah periode di mana fondasi pers diletakkan, meskipun dengan kontrol yang ketat.
Fase kedua adalah Kebangkitan Pers Bumiputera, sebuah era transformatif di mana pers mulai melepaskan diri dari belenggu kolonial dan bertransformasi menjadi suara perlawanan, katalisator nasionalisme, dan pembela hak-hak rakyat pribumi. Ini adalah masa di mana pers mulai menemukan identitasnya sebagai bagian integral dari gerakan perjuangan kemerdekaan.
Fase ketiga mencakup Pers di Era Pembangunan dan Represi (Orde Lama dan Orde Baru). Pada periode ini, pers dihadapkan pada dinamika yang kompleks antara dukungan terhadap program-program pembangunan nasional dan tekanan represif dari negara yang berupaya mengontrol narasi dan membatasi kebebasan berekspresi demi stabilitas politik.
Terakhir, fase keempat adalah Pers di Era Reformasi dan Digital. Periode ini ditandai dengan kebebasan pers yang lebih besar setelah jatuhnya rezim otoriter, namun diiringi dengan munculnya tantangan baru yang signifikan, terutama dari fenomena konglomerasi media dan disrupsi digital yang mengubah lanskap industri secara fundamental.
Memahami evolusi ini bukan hanya sekadar kilas balik sejarah. Studi ini relevan untuk memahami tidak hanya bagaimana pers masa lalu membentuk bangsa, tetapi juga untuk menganalisis dinamika media kontemporer dan tantangan berkelanjutan terhadap kebebasan pers di era digital. Dengan menelusuri jejak surat kabar, kita dapat menarik pelajaran berharga mengenai peran media dalam masyarakat dan bagaimana ia terus beradaptasi di tengah perubahan zaman.

Era Kolonial: 

Tonggak sejarah pers di Indonesia dimulai dengan kemunculan Bataviasche Nouvelles (BN) sebagai surat kabar pertama yang beredar di wilayah ini. Publikasi perdana surat kabar ini tercatat pada 7 Agustus 1744 , dicetak oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dan mampu bertahan selama sekitar dua tahun. Dalam formatnya, BN terbit seminggu sekali, terdiri dari empat halaman, dan seluruhnya ditulis tangan. Isi mayoritas dari surat kabar ini adalah iklan, meskipun beberapa edisinya juga memuat berita seputar kapal dagang milik VOC. Mayoritas pembacanya adalah orang-orang Belanda, mencerminkan target audiens yang terbatas pada kalangan kolonial.
Namun, keberadaan Bataviasche Nouvelles tidak berlangsung lama. Surat kabar ini dibredel pada 20 November 1745 atau 20 Juni 1746. Alasan utama pembredelan adalah kekhawatiran Dewan Direktur VOC di Amsterdam bahwa isi koran tersebut dapat membongkar rahasia VOC ke publik atau dimanfaatkan oleh pesaing mereka di Eropa. Ada pula versi lain yang menyebutkan bahwa pembredelan terjadi karena surat kabar tersebut mulai memuat kritik terhadap praktik perbudakan di Batavia dan mengungkap perilaku para penguasa VOC.
Setelah pembredelan tersebut, Bataviasche Nouvelles sempat bangkit kembali pada tahun 1809 di bawah nama Verdu Nieuws, yang masih berfokus pada iklan dan dikenal oleh masyarakat pribumi dan Melayu sebagai “Surat Lelang”. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, surat kabar ini kembali mengalami perubahan nama menjadi Bataviasche Koloniale Courant. Di bawah nama baru ini, para redaktur diwajibkan membayar pajak dan memprioritaskan kepentingan pemerintahan, menegaskan kembali kontrol ketat penguasa terhadap media.
Kemunculan Bataviasche Nouvelles menandai awal mula pers di Indonesia, namun secara signifikan, ia tidak berfungsi sebagai media massa untuk publik luas atau sebagai alat demokrasi. Sebaliknya, kelahiran surat kabar ini adalah instrumen komunikasi internal dan komersial yang dirancang untuk melayani kepentingan penguasa kolonial VOC. Format dan isinya yang didominasi iklan serta berita kapal dagang secara jelas mencerminkan prioritas ekonomi dan administratif VOC pada masa itu.
Pembredelan yang cepat terhadap Bataviasche Nouvelles merupakan indikasi awal dari sensitivitas kekuasaan terhadap informasi yang berpotensi merugikan, bahkan jika itu hanya kritik internal atau kekhawatiran terkait persaingan dagang di Eropa. Kembalinya surat kabar ini di bawah nama yang berbeda, dengan fokus yang tetap pada iklan atau kepentingan pemerintah, semakin menegaskan bahwa pers pada masa awal ini adalah perpanjangan tangan kekuasaan. Pola kontrol ketat oleh penguasa ini akan menjadi tema berulang dalam sejarah pers Indonesia, menunjukkan bahwa kebebasan pers bukanlah nilai yang inheren sejak awal, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan dimenangkan melalui perjuangan panjang.
Meskipun lahir sebagai alat komersial dan kolonial, Bataviasche Nouvelles menunjukkan potensi inheren pers untuk menjadi suara kritik. Perluasan liputannya menjadi media anti-perbudakan dan kritik terhadap perilaku penguasa VOC, meskipun terbatas, menunjukkan bahwa bahkan dalam format yang paling terkontrol sekalipun, media memiliki kapasitas untuk menyuarakan ketidakpuasan atau kebenaran yang tidak disukai penguasa.2 Respon represif berupa pembredelan yang cepat setelah kritik ini muncul adalah indikasi awal dari pola dasar yang akan terus berulang sepanjang sejarah pers Indonesia. Ini menyoroti ketegangan fundamental antara fungsi informatif dan kritik pers di satu sisi, dan keinginan penguasa untuk mengontrol narasi di sisi lain. Sejarah awal pers Indonesia adalah sejarah perjuangan melawan sensor dan pembredelan, sebuah warisan yang akan terus mempengaruhi dinamika pers di era-era berikutnya, membentuk karakter pers yang berani namun rentan.

Setelah kemunculan Bataviasche Nouvelles, pers di Hindia Belanda terus berkembang, meskipun masih dalam koridor kontrol kolonial. Pada 5 Januari 1810, Gubernur Jenderal Daendels menerbitkan surat kabar mingguan Bataviasche Koloniale Courant. Publikasi ini memuat berbagai peraturan, termasuk tentang penempatan tenaga kerja dan harga langganan, yang menunjukkan fungsinya sebagai alat administrasi pemerintah. Kemudian, Belanda menerbitkan De Bataviasche Courant, yang pada tahun 1828 diganti namanya menjadi Javasche Courant. Surat kabar ini berisikan berita-berita resmi, pengumuman lelang, dan kutipan dari surat kabar di Eropa. Menariknya, pada tahun 1845, Javasche Courant pernah memuat sajak Multatuli (Eduard Douwes Dekker), seorang kritikus kolonial yang terkenal.
Perkembangan pers tidak hanya terpusat di Batavia. Pada tahun 1862, untuk menghormati pembukaan jalur kereta api pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda, Het Semarangsche Niuews en Advertentieblad di Semarang berganti nama menjadi de Locomotief. Di Solo, setelah meninggalnya C.F. Winter pada tahun 1859, para sahabatnya menerbitkan surat kabar Djoeroemartani pada tahun 1865, yang kemudian pada tahun 1870 diubah menjadi Bromartani sebagai penghormatan. Surat kabar Bromartani ini terbit hingga tahun 1932, menunjukkan stabilitas dan umur panjangnya di luar pusat kekuasaan.
Periode ini menunjukkan konsolidasi pers sebagai bagian yang lebih terstruktur dari administrasi kolonial. Fokusnya masih pada berita resmi dan kepentingan pemerintah, namun terjadi ekspansi geografis ke kota-kota lain seperti Semarang dan Solo. Kemampuan Javasche Courant untuk memuat sajak Multatuli, seorang kritikus kolonial, mengindikasikan adanya celah atau toleransi terbatas terhadap konten yang tidak sepenuhnya pro-pemerintah, meskipun dalam konteks yang terkontrol. Keberadaan surat kabar seperti Bromartani hingga tahun 1932 menunjukkan adanya entitas pers yang lebih stabil dan berumur panjang di luar pusat kekuasaan, yang mungkin mulai menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk sebagian kecil pribumi terpelajar.
Ekspansi geografis pers ke luar Batavia, seperti ke Semarang dan Solo, menunjukkan penyebaran infrastruktur cetak dan kebiasaan membaca di berbagai wilayah. Meskipun masih didominasi berita resmi dan lelang, kehadiran sajak Multatuli di Javasche Courant adalah contoh awal masuknya elemen kritis ke dalam pers kolonial, sekalipun dalam batasan tertentu. Ini menunjukkan bahwa pers, bahkan dalam konteks kolonial, bisa menjadi wadah bagi ide-ide yang tidak sepenuhnya sejalan dengan penguasa. Ekspansi geografis dan diversifikasi konten ini, meskipun awalnya untuk kepentingan kolonial, secara tidak langsung meletakkan dasar bagi penyebaran literasi cetak dan menciptakan audiens yang lebih luas. Infrastruktur dan kebiasaan membaca yang terbentuk ini akan menjadi fondasi penting yang dapat dimanfaatkan oleh pers bumiputera di kemudian hari untuk menyebarkan gagasan nasionalisme. Perkembangan ini, meskipun masih dalam kerangka kolonial, secara tidak sengaja menciptakan infrastruktur dan kebiasaan membaca yang akan menjadi fondasi penting bagi kebangkitan pers nasionalis. Ini menunjukkan bagaimana sistem yang ada dapat secara tidak sengaja menumbuhkan benih-benih perlawanan.

Meskipun laporan ini tidak merinci setiap kasus pembredelan di era kolonial selain Bataviasche Nouvelles, sejarah pers kolonial secara umum ditandai oleh praktik sensor dan kontrol yang ketat. Pemerintah Belanda memegang kendali penuh atas pertumbuhan pers, yang berarti setiap publikasi harus sesuai dengan kepentingan kolonial. Lingkungan ini menciptakan iklim yang menekan kebebasan berekspresi, di mana setiap upaya untuk menyimpang dari narasi yang disetujui pemerintah dapat berujung pada sanksi, termasuk pembredelan. Pola ini mengukuhkan bahwa pers di era kolonial awal tidak dimaksudkan sebagai media yang bebas, melainkan sebagai alat untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan dan mengamankan kepentingan kolonial. Hal ini secara konsisten membentuk karakter pers yang harus berjuang keras untuk mendapatkan ruang berekspresi yang independen.

Kebangkitan Pers Bumiputera dan Peran dalam Pergerakan Nasional (Awal Abad ke-20 hingga Kemerdekaan)
A. RM Tirto Adhi Soerjo: Bapak Pers Nasional dan Pelopor Pers Bumiputera
Memasuki awal abad ke-20, lanskap pers di Indonesia mengalami perubahan fundamental dengan munculnya tokoh-tokoh bumiputera yang memanfaatkan media cetak sebagai alat perjuangan. Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, yang dikenal sebagai “Bapak Pers Nasional”, adalah figur sentral dalam transformasi ini. Lahir di Blora pada tahun 1880 dan wafat di Jakarta pada tahun 1918, Tirto Adhi Soerjo memulai karier jurnalistiknya saat masih bersekolah di STOVIA. Melalui tulisan-tulisannya, ia berani mengkritik segala bentuk penjajahan pemerintah kolonial terhadap kaum pribumi, mengutarakan keresahannya terhadap kondisi sosial politik yang terjadi, dan kritiknya semakin tajam seiring waktu.
Tirto Adhi Soerjo adalah inisiator kebangkitan kesadaran nasional, tidak hanya melalui media cetak tetapi juga melalui organisasi. Ia mendirikan Soenda Berita pada tahun 1903, yang diakui sebagai surat kabar pertama di Indonesia yang benar-benar independen. Surat kabar ini dikelola, diterbitkan, dan dimodali oleh bumiputera sendiri, serta secara tegas menyuarakan kepentingan publik.5 Konsistensinya dalam perjuangan jurnalistik membuatnya sering berurusan dengan pengadilan, bahkan pernah dijatuhi hukuman pembuangan ke Lampung selama dua bulan karena tulisannya.
Peran Tirto Adhi Soerjo menandai transformasi pers dari sekadar alat kolonial menjadi suara perlawanan nasionalis. Karya-karyanya dan inisiatifnya dalam mendirikan surat kabar bumiputera yang independen merupakan pergeseran fundamental. Pers tidak lagi hanya melayani kepentingan penguasa, tetapi mulai menjadi medium untuk menyuarakan aspirasi dan membela hak-hak rakyat pribumi. Ini adalah langkah krusial dalam membentuk kesadaran kolektif yang diperlukan untuk gerakan nasional.

B. Medan Prijaji: Simbol Keberanian dan Pembela Rakyat

Salah satu karya monumental Tirto Adhi Soerjo adalah surat kabar Medan Prijaji, yang terbit antara tahun 1907 hingga 1912. Didirikan dengan tujuan membela dan membakar semangat rakyat pribumi, Medan Prijaji melampaui fungsi jurnalistik konvensional. Surat kabar ini aktif memberikan penyuluhan keadilan dan bantuan hukum, bahkan tercatat telah menolong sekitar 225 orang yang terjerat kasus hukum pada tahun 1909.
Medan Prijaji beroperasi dengan delapan asas yang menjadi pijakan kegiatannya: memberikan informasi, memberikan penyuluhan keadilan, memberikan bantuan hukum, menjadi tempat bagi orang tertindas untuk mengadukan permasalahannya, mencarikan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan, menggerakkan bangsa untuk mengorganisasikan diri, membangun dan memajukan bangsa, serta memperkuat bangsa dengan usaha perdagangan. Keberanian Medan Prijaji dalam menyuarakan kebenaran dan membela rakyat tertindas pada akhirnya merugikan operasionalnya, menyebabkan banyak hutang, dan berujung pada penangkapan Tirto serta penghentian penerbitan surat kabar ini. Meskipun demikian,Medan Prijaji tetap dikenang sebagai simbol keberanian dan ketekunan pers Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Medan Prijaji adalah contoh nyata bagaimana pers bertransformasi menjadi agen perubahan sosial dan politik yang multifungsi. Surat kabar ini tidak hanya melaporkan, tetapi secara aktif terlibat dalam advokasi sosial dan hukum, memberikan bantuan konkret kepada masyarakat yang tertindas. Peran ini jauh melampaui sekadar penyampaian berita, melainkan membentuk fondasi bagi pers yang memiliki kesadaran sosial dan terlibat aktif dalam perjuangan rakyat. Ini menunjukkan bahwa pers bumiputera tidak hanya menjadi corong informasi, tetapi juga menjadi wadah bagi gerakan sosial dan politik yang lebih luas.
C. Soenting Melajoe: Suara Perempuan dan Nasionalisme
Perkembangan pers bumiputera juga mencakup suara-suara yang lebih inklusif, seperti yang ditunjukkan oleh Soenting Melajoe. Didirikan pada tahun 1912 oleh Rohana Kudus, Soenting Melajoe adalah surat kabar perempuan pertama di Sumatera Barat. Publikasi ini sepenuhnya dikelola oleh bumiputera, dengan 85% kontributornya adalah perempuan dan 15% laki-laki, serta semua editor dan pimpinannya berasal dari kalangan pribumi.
Isi Soenting Melajoe didominasi oleh wacana nasionalisme, namun juga mencakup informasi politik, pendidikan, dan berbagai jenis pengetahuan. Surat kabar ini menjadi platform penting bagi perempuan pribumi untuk menyuarakan ide-ide mereka demi kemajuan perempuan dan Hindia Belanda secara umum. Harga langganannya pun diatur untuk menguntungkan masyarakat pribumi, lebih murah dibandingkan untuk orang asing.
Wacana nasionalisme dalam Soenting Melajoe memiliki tiga karakteristik utama: sikap politik yang belum sepenuhnya anti-kolonial namun progresif; kesadaran identitas yang mencakup kesadaran sebagai bagian dari bangsa Hindia Belanda, kecintaan pada budaya nasional, dan penggunaan bahasa Melayu; serta diskursus nasionalisme yang terlihat dari tulisan-tulisan penulis perempuan yang mendorong gerakan emansipasi, kemajuan pendidikan, partisipasi perempuan dalam dunia pers, dan pembentukan serikat perempuan.
Kehadiran Soenting Melajoe menunjukkan inklusivitas dan diversifikasi suara dalam gerakan nasional. Surat kabar ini memperluas diskursus nasionalisme dengan memasukkan isu-isu perempuan dan partisipasi mereka dalam perjuangan, menyoroti sifat perjuangan kemerdekaan yang multifaset. Ini adalah bukti bahwa kesadaran nasional tidak hanya terbatas pada perjuangan politik formal, tetapi juga mencakup dimensi sosial dan budaya, termasuk pemberdayaan kelompok-kelompok yang sebelumnya terpinggirkan, seperti perempuan.

D. Peran Pers dalam Perjuangan Kemerdekaan
Secara kolektif, pers memainkan peran krusial dan signifikan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Media massa pada masa itu berfungsi sebagai alat yang kuat untuk melawan propaganda penjajah dan menyebarkan informasi mengenai gerakan kemerdekaan. Wartawan-wartawan pemberani pada masa itu menentang sensor dan intimidasi untuk memberitakan fakta secara objektif, berjuang demi idealisme dan nilai kebenaran. Kebebasan berekspresi dan hak untuk menyampaikan informasi kepada publik terbukti sangat berharga dalam perjuangan ini.
Selain Medan Prijaji, banyak surat kabar nasionalis lainnya yang menyebarkan gagasan serupa, seperti Darmo Kondho, Fikiran Ra’jat, dan Soeloeh Ra’jat Indonesia. Di luar Jawa, surat kabar seperti Penghantar (Ambon), Sinar Borneo (Banjarmasin), Persatoean (Kalimantan), Pewarta Deli, Matahari (Medan), dan Sinar Sumatera (Padang) juga turut berkontribusi dalam menyemai semangat nasionalisme. Pers tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga agen perubahan yang berperan aktif dalam proses pembangunan dan penguatan kemerdekaan suatu bangsa.
Peran pers sebagai garda terdepan perjuangan ideologis dan mobilisasi massa sangatlah menonjol. Media cetak menjadi medan pertempuran gagasan, tempat narasi kolonial ditantang dan kesadaran nasional dibangun. Dengan menyebarkan informasi yang jujur dan membakar semangat perlawanan, pers berhasil membentuk opini publik, menggalang dukungan, dan memobilisasi rakyat untuk mencapai kemerdekaan. Ini menunjukkan kekuatan transformatif media dalam membentuk arah sejarah suatu bangsa.

Era Pembangunan dan Represi (Orde Lama dan Orde Baru)
A. Pers di Awal Kemerdekaan dan Orde Lama
Setelah proklamasi kemerdekaan, pers di Indonesia menghadapi tantangan baru dalam konteks pembangunan bangsa. Pemerintah Indonesia sendiri tidak ketinggalan dalam menerbitkan surat kabar. Negara Baroe yang dipimpin oleh Parada Harahap, dan kemudian Soeara Oemoem, adalah contoh upaya pemerintah untuk mengonsolidasi informasi dan opini publik di masa awal kemerdekaan, meskipun Soeara Oemoem hanya bertahan sebentar.
Di berbagai daerah, muncul pula beragam surat kabar yang turut mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan mengisi pembangunan. Di antaranya adalah Menara Merdeka (Ternate), Soeara Indonesia dan Pedoman (Makasar), Soeara Merdeka (Bandung), Soeara Rakjat (Surabaya), Kedaulatan Rakyat dan Nasional (Yogyakarta), Soeloeh Rakyat (Semarang), Pewarta Deli, Suluh Merdeka, dan Mimbar Umum (Sumatera Utara), Sumatera Baru (Palembang), Pedoman Kita, Demokrasi, Oetosan Soematera (Padang), serta Semangat Merdeka (Aceh). Kantor Berita Antara juga memainkan peran penting dalam mendukung perjuangan kemerdekaan.
Di sisi lain, untuk menandingi tulisan-tulisan koran republiken, Belanda juga menerbitkan koran tandingan seperti De Courant (Bandung), De Locomotief (Semarang), dan Java Bode (Jakarta). Ini menunjukkan bahwa medan perjuangan ideologis melalui pers terus berlanjut bahkan setelah kemerdekaan diproklamasikan, dengan media menjadi arena pertarungan narasi antara pihak republik dan sisa-sisa kekuatan kolonial.

B. Kontrol dan Represi di Era Orde Baru
Era Orde Baru (1966-1998) ditandai dengan kontrol ketat pemerintah terhadap pers, di mana kebebasan berekspresi tidak sepenuhnya terwujud. Media dikendalikan oleh pemerintah, yang memiliki kewenangan untuk mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Pada awalnya, pers digunakan sebagai mitra untuk menumpas kekuatan komunis, namun kemudian bertransformasi menjadi instrumen untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah. Berita-berita yang dianggap mengancam keamanan negara dilarang untuk dipublikasikan.
Kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap pers bersifat preventif dan represif. Orientasi dan posisi pers pada masa itu sangat dipengaruhi oleh manajemen administratif perusahaan dan dominasi peran pemerintah. Pembredelan media menjadi praktik yang sering terjadi sebagai alat kontrol.
Kontrol yang ketat ini terhadap pers di era Orde Baru merupakan cerminan dari penekanan kebebasan sipil yang lebih luas. Pemerintah menggunakan pers sebagai alat untuk mengamankan kekuasaannya, yang berarti setiap kritik atau informasi yang tidak sesuai dengan narasi resmi dapat berakibat fatal bagi media tersebut. Dengan demikian, kebebasan pers menjadi barometer penting bagi kesehatan demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. Ketika pers dibungkam, itu adalah indikasi kuat bahwa ruang bagi perbedaan pendapat dan kritik juga menyempit di masyarakat.

C. Studi Kasus: Pembredelan Majalah Tempo (1994)
Salah satu kasus pembredelan paling terkenal di era Orde Baru adalah terhadap Majalah Tempo pada tahun 1994. Meskipun kebijakan pers sebelum tahun 1994 digembar-gemborkan sebagai era keterbukaan oleh Presiden Soeharto dalam pidatonya pada Hari Ulang Tahun ke-46 Republik Indonesia pada 16 Agustus 1991, praktik represif masih tetap ada. Konflik muncul ketika Majalah Tempo secara informatif dan lugas melaporkan perselisihan antara Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad dan Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Perselisihan tersebut terkait dengan pembelian 39 bekas kapal perang Jerman Timur senilai $319 juta yang kondisinya rusak parah. Sebagai konsekuensi dari berita ini, Presiden Soeharto mengeluarkan ancaman keras terhadap Tempo. Pemerintah kemudian menerbitkan Surat Keputusan No. 123/KEP/MENPEN/1994 yang berisi perintah pembredelan Majalah Tempo. Selain Tempo, surat kabar Indonesia Raya juga dibredel pada tahun 1974 karena berani menentang penyalahgunaan kekuasaan di kalangan penguasa.
Pembredelan Tempo pada tahun 1994, alih-alih membungkam pers, justru memicu gelombang solidaritas dari kalangan industri pers. Peristiwa ini menjadi katalisator bagi lahirnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 7 Agustus 1994. Pembredelan sebagai tindakan represif, dalam banyak kasus, justru memicu perlawanan dan menggalang solidaritas di antara para jurnalis. Pembentukan AJI adalah bukti bahwa upaya pembungkaman seringkali menghasilkan efek sebaliknya, yaitu menguatnya tekad untuk memperjuangkan kebebasan pers dan membentuk organisasi independen yang mampu melawan tekanan dari penguasa. Ini menunjukkan bahwa semangat jurnalisme yang bebas tidak mudah dipadamkan, bahkan di bawah rezim yang represif.

Era Reformasi dan Digital: Kebebasan, Tantangan Baru, dan Transformasi (1998-Sekarang)
A. Kebebasan Pers Pasca-Reformasi
Pasca-Reformasi tahun 1998, kebebasan pers di Indonesia menjadi isu yang sangat penting dan mendapatkan ruang yang lebih luas seiring dengan demokratisasi yang berlangsung di segala lini kehidupan. Ancaman sensor oleh pemerintah, yang sebelumnya menjadi momok bagi jurnalisme, kini mulai bergeser. Namun, kebebasan ini tidak datang tanpa tantangan baru. Kekhawatiran kini beralih pada fenomena konglomerasi dan konvergensi media yang berpotensi mengancam independensi pers.
Untuk memastikan pers tetap menjadi pilar utama dalam menjaga demokrasi, diperlukan perlindungan hukum yang lebih kuat, komitmen terhadap etika jurnalistik, dan budaya demokrasi yang terbuka. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjadi landasan hukum yang penting dalam menjamin kebebasan pers di era ini. Meskipun demikian, isu kepemilikan media dan bagaimana hal itu memengaruhi otonomi redaksi tetap menjadi perhatian utama, seperti yang disoroti oleh penelitian Anett Keller pada tahun 2004 dan Ross Tapsell pada tahun 2015.

B. Tantangan Baru: Konglomerasi dan Konvergensi Media
Di era pasca-Reformasi, kebebasan pers dihadapkan pada paradoks yang kompleks. Meskipun sensor negara secara formal telah berkurang, muncul bentuk kontrol baru yang lebih halus, yaitu melalui konglomerasi dan konvergensi media. Fenomena ini, yang didorong oleh kepentingan modal, telah menyebabkan oligopoli dan konsentrasi kepemilikan media di tangan segelintir konglomerat. Saat ini, dua belas kelompok media besar menguasai hampir semua saluran media di Indonesia, termasuk media siaran, cetak, dan daring9
Konsentrasi kepemilikan ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap independensi pers dan keragaman konten. Konglomerasi media dapat menyebabkan homogenisasi konten, pemberitaan yang bias, dan pengaruh kepentingan ekonomi-politik pemilik media terhadap bagaimana informasi dikonsumsi publik. Media cenderung memprioritaskan isu-isu yang menguntungkan pemiliknya, mengabaikan pandangan kritis atau alternatif yang dapat merugikan kepentingan perusahaan mereka. Hal ini dapat membatasi keragaman informasi yang tersedia bagi masyarakat dan mengganggu pluralisme informasi.
Selain itu, kepemilikan media oleh individu yang berafiliasi dengan politik, seperti Aburizal Bakrie dari Viva Group dan Surya Paloh dari Media Group, menimbulkan persepsi bahwa media digunakan sebagai alat kampanye politik untuk memengaruhi opini publik. Penelitian menunjukkan bahwa pemilik media cenderung memperlakukan media sebagai komoditas dan pemirsa sebagai konsumen, bukan sebagai warga negara yang memiliki hak atas informasi yang beragam dan objektif. Undang-undang dan regulasi yang ada tampaknya belum cukup efektif dalam mengendalikan konsentrasi kepemilikan semacam ini.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan penguatan regulasi, pembaruan lembaga pengawas media, serta dukungan kepada media independen sebagai langkah untuk melindungi keragaman informasi dan kebebasan pers di Indonesia. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa kebebasan pers yang telah diperjuangkan tidak tergerus oleh kekuatan ekonomi dan politik yang baru.

C. Dampak Media Digital terhadap Surat Kabar Cetak
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa disrupsi besar terhadap industri media, khususnya surat kabar cetak. Publik kini semakin dimanjakan dengan media daring yang memungkinkan akses informasi lebih cepat dan terkini. Pergeseran ini menyebabkan penurunan signifikan pada keberadaan media cetak, yang kini banyak bertransformasi menjadi media daring.
Statistik menunjukkan tren penurunan yang drastis. Jumlah perusahaan media cetak yang terdaftar di Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Indonesia menurun dari 593 pada tahun 2021 menjadi hanya 399 pada tahun 2022. Sirkulasi media cetak juga anjlok, dari sekitar 7,5 juta eksemplar per edisi pada tahun 2021 menjadi sekitar 5 juta eksemplar per edisi pada tahun 2022. Survei Nielsen pada tahun 2009 juga telah mengindikasikan penurunan minat baca media cetak sejak tahun 2005; jumlah pembaca surat kabar turun dari 28% pada kuartal pertama 2005 menjadi 19% pada kuartal kedua 2009. Penurunan serupa terjadi pada majalah dan tabloid.
Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk perubahan kebiasaan membaca konsumen, di mana generasi muda lebih memilih media daring dan media sosial. Selain itu, biaya produksi dan distribusi yang tinggi, seperti kenaikan harga kertas koran (lebih dari 60% dalam enam bulan karena sebagian besar bahan baku impor) dan biaya cetak lainnya, juga menjadi beban berat bagi media cetak. Kondisi ini menempatkan media cetak dalam keadaan kritis.
Disrupsi digital ini merupakan pergeseran paradigma fundamental dalam konsumsi informasi. Masyarakat modern cenderung mencari informasi yang cepat, mudah diakses, dan selalu terbarui, yang ditawarkan oleh media digital. Perubahan perilaku konsumen ini secara langsung memengaruhi kelangsungan hidup media cetak, memaksa mereka untuk berjuang mempertahankan relevansi atau melakukan transformasi radikal untuk bertahan dalam ekosistem media yang baru.

D. Adaptasi dan Transformasi Model Bisnis Surat Kabar Cetak
Untuk bertahan di tengah gempuran era digital, transformasi surat kabar cetak menjadi platform daring atau multiplatform menjadi suatu keharusan.25 Berbagai media cetak di Indonesia telah mengimplementasikan strategi adaptasi dan inovasi untuk menjaga eksistensinya.
Sebagai contoh, Media Indonesia telah melakukan perbaikan internal, memperkenalkan berbagai inovasi, dan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk komunitas literasi dan bisnis. Mereka telah bertransformasi ke platform digital dengan menerbitkan versi digital atau e-paper. Untuk menarik generasi milenial, Media Indonesia menciptakan berbagai program digital seperti “Nunggu Sunset,” “The Editors,” “Journalist on Duty,” “Diksi,” dan “Indonesia Bicara,” serta memanfaatkan platform media sosial seperti TikTok, Instagram Live, dan YouTube. Program-program edukatif dan informatif seperti rubrik “Setara” dan “Berdaya” juga dikembangkan. Pentingnya, Media Indonesia mempertahankan pemisahan yang ketat antara departemen bisnis dan editorial untuk menjaga independensi ruang redaksi; pemiliknya, Surya Paloh, tidak mengintervensi liputan berita dan hanya memberikan arahan untuk memastikan berita menginspirasi dan memperkuat semangat nasionalisme.
Contoh lain adalah Solopos Daily, yang juga telah menerapkan beberapa inovasi untuk bertahan di era digital. Mereka membentuk divisi Integrated Marketing Solution (IMS) yang bertanggung jawab mengelola periklanan, sirkulasi, dan unit bisnis baru Solopos Group.
Solopos Daily juga telah bertransformasi menjadi saluran multiplatform, menyediakan konten melalui Solopos.com (situs web), berbagai platform media sosial (Facebook, Instagram, Twitter, TikTok), multimedia (Espos Indonesia di YouTube, Espos Live untuk streaming acara, Espos Plus sebagai layanan berlangganan, dan Expose sebagai e-magazine), serta media penyiaran konvensional dan digital (Radio Solopos 103 FM, soloposfm untuk streaming radio, dan SoloposTV untuk streaming TV). Untuk memudahkan pengenalan publik terhadap semua media yang dikelola, dibentuklah merek korporat “Solopos Media Group (SMG)” yang mencakup berbagai unit bisnis. Meskipun demikian, Solopos Daily tetap mempertahankan dan mengembangkan versi cetaknya, melihat pendekatan multiplatform ini sebagai solusi untuk kelangsungan hidup media cetak di masa kini.
Inovasi menjadi kunci keberlangsungan dalam ekosistem media baru. Adaptasi, diversifikasi, dan integrasi strategis platform digital adalah langkah esensial bagi media cetak tradisional untuk bertahan dan tetap relevan. Media yang berhasil berinovasi tidak hanya mampu menjangkau audiens yang lebih luas melalui berbagai saluran, tetapi juga dapat menciptakan model bisnis yang lebih berkelanjutan di tengah penurunan pendapatan dari iklan cetak dan sirkulasi fisik. Ini menunjukkan bahwa meskipun format cetak mungkin berkurang, semangat dan fungsi jurnalisme dapat terus hidup melalui transformasi digital.

E. Daftar Surat Kabar Penting dan Populer di Indonesia

Berikut adalah daftar beberapa surat kabar penting dan populer yang pernah atau masih beredar di Indonesia, mencakup surat kabar nasional, regional, dan bersejarah:

Kategori Nama Surat Kabar Keterangan
Nasional (Umum) Kompas Salah satu surat kabar paling berpengaruh di Indonesia
Nasional (Umum) Jawa Pos Surat kabar nasional populer
Nasional (Umum) Media Indonesia Surat kabar nasional populer
Nasional (Umum) Koran Tempo Tersedia dalam format digital
Nasional (Umum) Rakyat Merdeka Surat kabar nasional populer
Nasional (Umum) Republika Tersedia dalam format digital
Nasional (Umum) Koran Jakarta Surat kabar nasional populer
Nasional (Bisnis/Keuangan) Kontan News Berfokus pada berita keuangan
Nasional (Berbahasa Asing) The Jakarta Post Surat kabar berbahasa Inggris
Regional (Sumatera) Pewarta Deli Populer di Sumatera Utara
Regional (Sumatera) Matahari Populer di Medan
Regional (Sumatera) Sinar Sumatera Populer di Padang
Regional (Sumatera) Sumatera Baru Populer di Palembang
Regional (Sumatera) Semangat Merdeka Populer di Aceh
Regional (Sumatera) Analisa Populer di Sumatera Utara
Regional (Sumatera) Medan Pos Populer di Sumatera Utara
Regional (Sumatera) Sinar Indonesia Baru Populer di Sumatera Utara
Regional (Sumatera) Tribun-medan.com Portal berita daring populer di Sumatera Utara
Regional (Sumatera) Waspada Populer di Sumatera Utara
Regional (Sumatera) Demokrasi Populer di Padang
Regional (Sumatera) Harian Haluan Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Harian Mimbar Minang Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Koran Padang Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Minangkabaunews.com Portal berita daring populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Oetosan Soematera Populer di Padang
Regional (Sumatera) Padang Ekspres Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Pedoman Kita Populer di Padang
Regional (Sumatera) Pertja Barat Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Posmetro Padang Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Harian Singgalang Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Sumatra Courant Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Sumatra-Bode Populer di Sumatera Barat
Regional (Sumatera) Sumsel Update Portal berita daring populer di Sumatera Selatan
Regional (Jawa & Bali) Suara Merdeka Populer di Semarang, Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Suara Rakyat Populer di Surabaya, Jawa Timur
Regional (Jawa & Bali) Kedaulatan Rakyat Populer di Yogyakarta, Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Soeloeh Rakyat Populer di Semarang, Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) De Locomotief Bersejarah, terbit di Semarang, Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Matahari Populer di Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Radar Banyumas Populer di Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Radar Semarang Populer di Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Solopos Populer di Solo, Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Tribun Jateng Populer di Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Wawasan Populer di Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Koran Joglosemar Populer di Jawa Tengah
Regional (Jawa & Bali) Surya Populer di Jawa Timur
Regional (Jawa & Bali) Memorandum Populer di Jawa Timur
Regional (Jawa & Bali) Soeara Merdeka Populer di Bandung, Jawa Barat
Regional (Jawa & Bali) De Courant Bersejarah, terbit di Bandung, Jawa Barat
Regional (Jawa & Bali) Tjahaja Pasoendan Bersejarah, terbit di Jawa Barat
Regional (Kalimantan) Sinar Borneo Populer di Banjarmasin
Regional (Kalimantan) Persatoean Populer di Kalimantan
Regional (Kalimantan) Balikpapan Pos Populer di Kalimantan
Regional (Kalimantan) Kaltara Pos Populer di Kalimantan
Regional (Kalimantan) Kalteng Pos Populer di Kalimantan
Regional (Kalimantan) Kaltim Post Populer di Kalimantan
Regional (Kalimantan) Radarsampit.com Portal berita daring dengan Koran digital di Kalimantan Tengah
Regional (Kalimantan) tabengan.co.id Portal berita daring dengan Koran digital dan cetak di Kalimantan Tengah
Regional (Kalimantan) Kaltengonline.com Portal berita daring, grup Kalteng Pos di Kalimantan Tengah
Regional (Kalimantan) Tribunkalteng.com Portal berita daring populer di Kalimantan Tengah
Regional (Sulawesi) Soeara Indonesia Populer di Makasar
Regional (Sulawesi) Tribun Timur Koran Terbaik Regional Sulawesi 2019, populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Fajar Populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Pedoman Rakyat Tidak beroperasi, populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Pedoman Makassar Populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Radar Makassar Populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Rakyat Sulsel Populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Ujungpandang Ekspres Populer di Makassar
Regional (Sulawesi) Koran Harian 55 Populer di Sulawesi Tengah
Regional (Maluku) Menara Merdeka Populer di Ternate
Bersejarah Penting Bataviasche Nouvelles Koran pertama di Hindia Belanda (1744)
Bersejarah Penting Warta Berita Surat kabar berbahasa Indonesia tertua (1901)
Bersejarah Penting Medan Prijaji Pelopor pers bumiputera (1907-1912)
Bersejarah Penting Soenda Berita Surat kabar independen pertama (1903)
Bersejarah Penting Soenting Melajoe Surat kabar perempuan pertama di Sumatera Barat (1912)
Bersejarah Penting Sinar Harapan (kemudian Suara Pembaruan) Dibredel Orde Baru (1986), kemudian terbit lagi sebagai Suara Pembaruan
Bersejarah Penting Indonesia Raya Dibredel Orde Baru (1974)

 Kesimpulan: Masa Depan Surat Kabar di Indonesia

Perjalanan surat kabar di Indonesia adalah cerminan dinamis dari sejarah bangsa itu sendiri, berawal dari alat administrasi dan komersial VOC di abad ke-18 hingga menjadi entitas yang berjuang di tengah disrupsi digital saat ini. Dari kemunculan Bataviasche Nouvelles yang singkat namun signifikan, yang menunjukkan kontrol ketat kolonial dan benih awal peran kritis pers, hingga kebangkitan pers bumiputera yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti RM Tirto Adhi Soerjo dan surat kabar Medan Prijaji serta Soenting Melajoe, pers telah bertransformasi menjadi suara perlawanan, agen perubahan sosial, dan pilar perjuangan kemerdekaan.
Era Orde Baru membawa kembali periode kontrol dan represi yang intens, dengan pembredelan media seperti Majalah Tempo menjadi simbol pengekangan kebebasan pers. Namun, tindakan represif ini justru seringkali memicu solidaritas dan melahirkan gerakan-gerakan jurnalisme independen, menunjukkan bahwa semangat pers yang bebas sulit dipadamkan.
Pasca-Reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan yang lebih besar, namun tantangan bergeser dari sensor negara ke kompleksitas konglomerasi dan konvergensi media. Konsentrasi kepemilikan di tangan segelintir konglomerat menimbulkan kekhawatiran serius terhadap independensi, objektivitas, dan keragaman informasi. Pada saat yang sama, revolusi digital telah mengubah lanskap media secara fundamental, menyebabkan penurunan drastis pada media cetak karena pergeseran preferensi konsumen ke platform daring.
Masa depan surat kabar di Indonesia, khususnya dalam format cetak, akan terus diwarnai oleh tantangan adaptasi dan inovasi. Meskipun jumlah perusahaan media cetak dan sirkulasinya terus menurun, media yang mampu bertransformasi menjadi multiplatform dan mengembangkan model bisnis yang beragam memiliki peluang untuk bertahan. Kunci keberlangsungan terletak pada kemampuan untuk berinovasi, memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau audiens baru, dan tetap menjaga independensi editorial di tengah tekanan ekonomi dan politik dari pemilik modal.
Pada akhirnya, meskipun format fisik surat kabar mungkin semakin menghilang, esensi dan fungsi jurnalisme sebagai penjaga demokrasi, penyedia informasi yang akurat, dan suara kritis bagi masyarakat tetap vital. Tantangan ke depan adalah bagaimana memastikan bahwa semangat jurnalisme ini dapat terus berkembang, terlepas dari platformnya, dengan dukungan regulasi yang kuat, etika jurnalistik yang teguh, dan literasi media yang tinggi di kalangan masyarakat.

 

Daftar Pustaka : 

  1. Soerat Chabar Betawie, Pelopor Koran Berbahasa Indonesia yang …, accessed August 13, 2025, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/09/24/soerat-chabar-betawie-pelopor-koran-berbahasa-indonesia-yang-hanya-terbit-beberapa-bulan
  2. Melongok Koran Pertama Di Indonesia – Validnews.id, accessed August 13, 2025, https://validnews.id/catatan-valid/melongok-koran-pertama-di-indonesia
  3. Bataviasche Nouvelles, Surat Kabar Pertama di Hindia Belanda …, accessed August 13, 2025, https://www.merdeka.com/sumut/bataviasche-nouvelles-surat-kabar-pertama-di-hindia-belanda-yang-dicetak-oleh-voc-100678-mvk.html
  4. Penerbitan Pers Di Masa Penjajahan Dan Awal Kemerdekaan Indonesia, accessed August 13, 2025, https://mpn.komdigi.go.id/index.php/2012/07/19/penerbitan-pers-di-masa-penjajahan-dan-awal-kemerdekaan-indonesia/
  5. Tirto Adhi Soerjo: Sang Pemula Pers Bumiputera – Ruangguru, accessed August 13, 2025, https://www.ruangguru.com/blog/tirto-adhi-soerjo-sang-pemula-pers-bumiputera
  6. gerakan rm tirto adhi soerjo melawan belanda (1903-1913), accessed August 13, 2025, http://repositori.uin-alauddin.ac.id/13340/1/Skripsi%20Muh%20Farid%20Arifin.pdf
  7. Hari Pers Nasional – Kompaspedia – Kompas.id, accessed August 13, 2025, https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/poster/hari-pers-nasional
  8. Surat Kabar Medan Prijaji Sang Pelopor Munculnya Pers Nasional | kumparan.com, accessed August 13, 2025, https://kumparan.com/wiwik-damayanti-1647749461321533966/surat-kabar-medan-prijaji-sang-pelopor-munculnya-pers-nasional-1xii1TafVFZ
  9. Surat Kabar Medan Prijaji: Kontribusi Pers Dalam Meraih Kemerdekaan NKRI, accessed August 13, 2025, https://www.kompasiana.com/arif20849/6547d7fcedff763461706d72/surat-kabar-medan-prijaji-kontribusi-pers-dalam-meraih-kemerdekaan-nkri
  10. SURAT KABAR SOENTING MELAJOE DAN WACANA …, accessed August 13, 2025, https://journal.student.uny.ac.id/risalah/article/download/12476/12022
  11. Mengenang Peran Penting Pers dalam Memperjuangkan …, accessed August 13, 2025, https://sik-kdserang.upi.edu/mengenang-peran-penting-pers-dalam-memperjuangkan-kemerdekaan-hari-pers-nasional/
  12. PENCABUTAN IJIN TERBIT KORAN INDONESIA RAYA TAHUN 1974 – E-Journal Unesa, accessed August 13, 2025, https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/18029/16434
  13. 143 PEMBREDELAN PERS PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU DAN RELEVANSINYA BAGI MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA MUTAKHIR Oleh, accessed August 13, 2025, https://jurnal.uns.ac.id/candi/article/download/42822/27592
  14. Pembredelan Majalah Tempo Pada Masa Orde Baru | Rosyada …, accessed August 13, 2025, https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/pby/article/view/4675
  15. Kebebasan Pers di Indonesia Pasca Reformasi = Indonesia?s Press …, accessed August 13, 2025, https://lib.ui.ac.id/detail?id=20424036&lokasi=lokal
  16. Kebebasan Pers dalam Transisi Demokrasi: Studi Kasus Indonesia Pasca-Reformasi | Publistik: Riset Jurnalistik dan Media Komunikasi – Sao Jurnal IAIN Parepare, accessed August 13, 2025, https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/publistikji/article/view/14655
  17. Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia, accessed August 13, 2025, https://cipg.or.id/wp-content/uploads/2015/06/MEDIA-2-Industri-Media-2012.pdf
  18. Regulasi dan Kepemilikan Media di Indonesia: Studi Kasus …, accessed August 13, 2025, https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/publistikji/article/view/14658
  19. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perolehan informasi bagi publik bisa didapatkan dari beragam media massa arus ut, accessed August 13, 2025, https://digilib.uinsgd.ac.id/61371/4/4_bab1.pdf
  20. Survei Nielsen: Pembaca Media Cetak Makin Turun – Kompas Money, accessed August 13, 2025, https://money.kompas.com/read/2009/07/16/16015757/survei.%20nielsen.pembaca.media.cetak.makin.turun
  21. Pergeseran Arah Transformasi Bisnis Media Cetak di Era Teknologi …, accessed August 13, 2025, https://journal.budiluhur.ac.id/index.php/avantgarde/article/viewFile/2681/pdf_97
  22. EKSISTENSI SURAT KABAR MEDIA INDONESIA DI ERA DIGITAL, accessed August 13, 2025, https://journal.unas.ac.id/populis/article/download/2351/1370/8539
  23. https://www.scimagomedia.com/rankings.php?country=Indonesia
  24. Daftar Koran Berbahasa Indonesia Tertua di Tanah Air – SINDOnews.com, accessed August 13, 2025, https://nasional.sindonews.com/berita/1474390/15/daftar-koran-berbahasa-indonesia-tertua-di-tanah-air

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.