ECONOMIC HITMAN

Economic Hitman secara luas dapat diartikan sebagai penjahat ekonomi atau perusak ekonomi. Istilah Economic Hitman ini semakin populer setelah terbitnya buku yang berjudul Confessions of An Economic Hitman pada tahun 2004 yang ditulis secara kontroversial oleh John Perkins. John Perkins sendiri adalah salah satu “penjahat ekonomi” warga negara Amerika Serikat yang ditugaskan oleh korporasi-korporasi besar dan badan-badan keuangan internasional untuk “membereskan dan meyelesaikan“ masalah-masalah ekonomi kepentingan korporasi Amerika di berbagai negara belahan dunia.

Menurut John Perkins, definisi Economic Hitman adalah professional yang berpenghasilan sangat tinggi yang menipu di Negara-negara diseluruh dunia trilliunan dollar. Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, USAID, dan organisasi “bantuan” luar negeri lainnya menjadi dana koroporasi-korporasi raksasa dan pendapatan beberapa keluarga-keluarga kaya yang mengendalikan sumber daya-sumber daya alam planet bumi ini. Sarana mereka adalah laporan keuangan yang menyesatkan, pemilihan yang curang, penyuapan, pemerasan, seks dan pembunuhan. Mereka memainkan permainan yang sama tuanya dengan kekuasaan, sebuah permainan yang menentukan dimensi yang baru, yang mengerikan selama era globalisasi. Hasil akhirnya, terjadilah penghisapan (secara ekonomi dan bahkan politis) negara-negara berkembang oleh negara adikuasa melalui penguasaan sumber daya alam, keuntungan rente bunga, proyek yang tidak berkesinambungan, dan sebagainya dan ini merupakan bentuk penjajahan di zaman modern.

Menurut pengakuan Perkins, negara-negara korbannya cukup banyak dengan hasil “pukulan” yang bervariasi mulai dari terhuyung sampai mematikan. Adapun modus operandi yang dilakukan perkins adalah berusaha meyakinkan negara-negara dunia ketiga yang tersebar di asia dan amerika latin untuk menerima pinjaman yang sangat besar untuk pembangunan infrastruktur (yang jumlah pinjamannya lebih dari yang dibutuhkan) dan menjamin bahwa proyek pembangunan itu dikontrakkan kepada korporasi Amerika Serikat. Begitu Negara-negara peminjam tersebut menerima Hutang yang sangat besar, pemerintah Amerika Aerikat dan badan keuangan Internasional yang bersekutu dengannya dapat menguasai ekonomi dan sumber daya alam negara tersebut dan memastikan bahwa sumber daya lainnnya disalurkan untuk melayani kepentingan membangun suatu kekuasaan global. Ini merupakan upaya sistematis dan terencana dalam waktu yang panjang dari negara adikuasa untuk membuat negara-negara berkembang, seperti Indonesia dan negera-negara berkembang lainya , mengalami kebangkrutan dan selalu tergantung terhadap negara maju.

Hasil karya Perkins, baik sebagai pemain utama maupun sebagai saksi dan pendamping adalah antara lain kasus pencucian uang Arab Saudi, kejatuhan Shah Iran, Kematian Presiden Panama, Omar Torrijos dan yang lebih penting lagi adalah perannya di Indonesia. Pada tahun 1970-an. Perkins ditugaskan untuk membantu pemerintah Indonesia membuat ramalan kebutuhan listrik daya yang “sangat menjanjikan”. Perkins dan tim menggunakan cara-cara kotor, penipuan, manipulasi data statistik, tujuannya tak lain adalah agar PLN sebagai penyelanggara kelistrikan negara akan melakukan investasi secara besar-besaran melalui pinjaman luar negeri dan ketika pinjaman luar negeri ini diterima maka jadilah Indonesia terjerat dalam kubangan hutang dan konspirasi global yang seharusnya tidak sebesar yang diperlukan. Disamping itu juga Perkins memainkan sektor minyak bumi yang mungkin cikal bakal beberapa perusahaan minyak Asal Amerika Serikat yang pada saat ini menguasai dan menguras minyak bumi dan hasil tambang Indonesia.

Sasaran-sasaran empuk dari penjahat ekonomi ini adalah negara-negara yang sedang berkembang dan baru menjalankan kebijakan ekonomi baru setelah terlepas dari pengaruh komunisme, penjajahan dan sistem diktator negara-negara yang mengambil kebijakan ekonomi terbuka yang memandang kerjasama luar negeri dan bantuan asing adalah hal yang paling utama dalam pembangunan bangsa seperti Indonesia di masa awal orde baru, serta negara-negara yang yang kaya minyak dan letak negara yang strategis adalah target utama.

Biasanya negara negara tersebut membutuhkan pembangunan infrastruktur yang sangat besar, apalagi jika presiden dan menterinya memang berorientasi pada bantuan luar negeri dan penanaman Modal Asing, dan Indonesia telah menempuh langkah itu dengan membuka pintunya lebar-lebar ke pada pemodal asing seperti Amerika, Jepang dan Asosiasi kreditur Negara-negara Eropa dan mengkaitkan dirinya secara permanen dan penuh loyalitas pada lembaga keuangan Internasional seperti World Bank, IMF dan lembaga keuangan internasional lainnya.

Disamping penjahat ekonomi berskala internasional dan global seperti John Perkins dan teman-temannya diatas, ternyata terdapat juga penjahat ekonomi lokal yang tak kalah dahsyat dan rakusnya. Dampaknya memang tidak sedahsyat apa yang dilakukan John Perkins, dampaknya tidak global namun tetap saja melibatkan berbagai korporasi dan perusahaan dunia yang memakai anak bangsa ini sebagai penjjahat ekonomi di negerinya sendiri dan dampaknya jelas merusak tatanan ekonomi, sosial dan politik bangsa karena menghambat pembangunan dan mengambil hak yang seharusnya dimiliki masyarakat banyak.

Penjahat-penjahat ini berkedok mulai dari menteri, pejabat negara, anggota parlemen, akademisi, peneliti, politisi, pekerja Media massa dan profesi-profesi terhormat lainnya. Modus operandi nya pun relatif sama yaitu menjual data-data ekonomi negara ke negara asing, penggelembungan dan penipuan data, data analisis dan penelitian yang di rekayasa berdasarkan pesanan, penyesatan opini, penyogokan, terror dan intimidasi dan pengaturan tender proyek infrastruktur.

Dampaknya terhadap kepentingan masyarakat cukup beragam, infrastrukur yang dibangun yang diharapkan dapat memperlancar kegiatan masyarakat jadi terbengkalai dan bernilai menjadi sangat mahal, kebutuhan konsumsi masyarakat seharusnya terpenuhi dengan harga terjangkau, menjadi langka dan sangat mahal yang nantinya akan berdampak efek domino terhadap tingkat pembangunan masyarakat seperti pelayanan kesehatan yang buruk, mutu pendidikan yang rendah, daya beli masyarakat yang terbatas, kualitas lingkungan hidup yang semakin memburuk karena adanya kongkalikong pengusaha dengan penjahat ekonomi melalui kebijakan Negara dalam upaya perampokan hasil hutan-hutan dan lahan penghijauan secara illegal dan kesemuanya ini akan menentukan naiknya tingkat kejahatan yang semakin meningkat sebagai proses sebab akibat dari segala persoalan kesejahteraan masyarakat suatu negara.

Ditengarai, di berbagai banyak negara sedang berkembang, banyak peraturan perundangan, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri bahkan Peraturan Daerah yang disusupi oleh para penjahat ekonomi ini dengan memaksakan dimasukkannya beberapa aturan/ketentuan yang tentunya menguntungkan kelompok pengusaha kleptokrasi ini yang nantinya pelaksanaan kegaiatan ini dapat berjalan secara legal dan terlembaga.
Dari berbagai kasus perampokan dan penggangsiran uang negara di Indonesia, selalu saja melibatkan para penjahat ekonomi yang terafiliasi dengan negara dan partai politik tertentu tak penting apakah partai politik itu nasionalis, demokratis ataupun berbasiskan agama.

Dalam berbagai kesempatan, pemimpin negara kita secara malu-malu mengakui bahwa praktik ini memang ada dan terjadi, namun dengan istilah yang lebih sopan dan beretika timur yaitu dengan istilah : Kebocoran Anggaran.

Kasihan Indonesia, sudahlah dihantam dan luluh lantakkan oleh permainan penjahat ekonomi internasional yang memaksa Negara kita tunduk untuk memberikan upeti dan pembayaran hutang luar negeri yang besar dan ekpolitasi hasil alam dan tambang di hantam lagi oleh tikus-tikus penjahat ekonomi lokal yang menggerogoti hasil pembangunan negara yang membuat mereka dan kelompoknya menjadi kaya raya gemah ripah loh jinawi namun rakyat kebanyakan yang menjadi korban karena hak yang seharusnya di nikmati diambil para penjahat tersebut dengan bersukaria dan menjadikan rakyat kelaparan, mati menyedihkan di sebuah rumah sakit dan tetap dalam kebodohan dan ketertinggalan…