Tulisan ini menawarkan analisis multi-lapis terhadap Chairil Anwar, menelusuri interkoneksi kompleks antara kehidupan, kepribadian, dan karyanya. Melampaui biografi faktual, laporan ini menyelidiki Chairil sebagai sosok yang dibentuk oleh kontradiksi: seorang individualis yang melahirkan suara kolektif, seorang revolusioner yang pada dasarnya apolitis, dan seorang vitalis yang terobsesi dengan kematian. Dengan menempatkan karyanya dalam konteks revolusi kemerdekaan Indonesia dan tradisi sastra sebelumnya, laporan ini mengkaji bagaimana inovasi tematik dan stilistik Chairil membentuk wajah puisi modern Indonesia. Analisis kritis terhadap puisi-puisi kunci seperti “Aku,” “Nisan,” dan “Krawang-Bekasi” akan mengungkapkan lapisan-lapisan makna yang tersembunyi, dari ratapan pribadi hingga manifestasi semangat zaman. Peran krusial H.B. Jassin dalam melestarikan dan mengkanonisasi karya-karya Chairil juga akan dieksplorasi sebagai elemen penting dalam warisan abadi sang penyair.

Chairil Anwar (26 Juli 1922 – 28 April 1949) adalah nama yang tak terpisahkan dari sejarah puisi modern Indonesia. Sering dijuluki sebagai “Binatang Jalang” dari baris puisinya yang paling terkenal, Chairil diakui sebagai pelopor utama dari “Angkatan ’45”. Meskipun hidupnya sangat singkat, hanya 26 tahun, ia meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam dunia sastra. Selama periode kreatifnya yang hanya berlangsung tujuh tahun (1942–1949), ia diperkirakan telah menghasilkan 96 karya, termasuk sekitar 70 puisi individual. Pencapaian ini menegaskan statusnya sebagai tokoh sentral yang tidak hanya merekam semangat zamannya, tetapi juga membentuknya melalui kekuatan kata-katanya.

Tujuan dan Ruang Lingkup: Melebihi Biografi Faktual Menuju Analisis Multi-Lapis

Analisis ini bertujuan untuk melampaui penyajian kronologis fakta-fakta kehidupan Chairil, seperti kelahirannya di Medan dan kepindahannya ke Jakarta. Fokusnya adalah pada pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana kepribadian dan pengalaman pribadinya secara intrinsik terkait dengan inovasi sastra yang ia bawa. Chairil Anwar bukan sekadar produk dari zaman revolusi, melainkan sosok yang mempersonifikasikan kontradiksi yang mendasari era tersebut.

Kepribadiannya yang kompleks—yang digambarkan sejak kecil sebagai anak yang keras kepala, tidak mau kalah, dan manja—berkontribusi pada gaya hidupnya yang bohemian dan perilaku-perilaku yang eksentrik, bahkan dituduh melakukan kleptomania dan plagiarisme. Faktanya, temuan analisis psikokritik terhadap puisinya menunjukkan adanya gairah kematian (tanatos) dan trauma masa lalu yang lebih menonjol daripada semangat nasionalisme yang sering dikaitkan dengan dirinya. Analisis semiotik lebih lanjut menafsirkan metafora “binatang jalang” sebagai simbol isolasi, perlawanan, dan ketahanan dalam menghadapi penderitaan. Semua elemen ini menyatu untuk menunjukkan bahwa karya-karyanya adalah ekspresi dari konflik internal yang mendalam, sebuah ketegangan antara vitalitas dan kehampaan, yang menjadi mesin kreatif di balik kejeniusannya. Oleh karena itu, laporan ini akan mengupas biografi, konteks sejarah, dan analisis karya untuk mengungkapkan lapisan-lapisan kompleks yang membentuk warisan abadi Chairil Anwar.

Anatomi Seorang Pemberontak: Biografi dan Karakternya

Latar Belakang dan Masa Muda: Dari Medan ke Batavia

Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 26 Juli 1922. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes bin Haji Manan dan Saleha, yang keduanya berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Sejak kecil, Chairil dikenal sebagai anak yang keras kepala, enggan kalah, dan manja, mencerminkan kepribadian orang tuanya.

Jalan pendidikannya tidak mulus. Ia menempuh pendidikan dasar di Hollands-Inlandsche School (HIS) di Medan dan melanjutkan ke Meer Uitgebreide Lager Onderwijs (MULO). Namun, ia tidak menyelesaikan pendidikan MULO-nya di Medan dan kembali putus sekolah setelah pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) bersama ibunya pada tahun 1940. Meskipun demikian, Chairil adalah seorang otodidak yang sangat rajin membaca buku-buku setingkat Hogere Burger School (HBS). Keterampilan berbahasa asingnya, seperti bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman, memungkinkannya untuk mempelajari dan menerjemahkan karya-karya sastra dunia, yang kelak akan sangat memengaruhi gayanya. Di Batavia, ia mulai berinteraksi dengan lingkaran sastrawan lokal dan menemukan suaranya sendiri, yang sangat berbeda dari puisi yang dominan pada masanya.

Kepribadian yang Kompleks: Antara Individualisme dan Tragedi

Chairil Anwar dikenal dengan gaya hidupnya yang memberontak, individualis, dan bohemian, yang membuatnya sering memberikan banyak anekdot eksentrik kepada teman-temannya. Sifat-sifat seperti kleptomania dan suka bermain wanita tercatat sebagai bagian dari karakternya yang penuh kontroversi. Namun, di balik persona “binatang jalang” yang agresif, tersembunyi sisi yang sangat dekat dengan tema kematian, yang meresap ke dalam hampir seluruh puisinya. Puisi pertamanya yang diterbitkan, “Nisan” (1942), adalah sebuah elegi yang ia dedikasikan untuk nenek tercintanya, menunjukkan kedekatan emosionalnya dengan konsep kematian sejak awal karier.

Kehidupan Chairil berakhir secara tragis pada usia 26 atau 27 tahun , di RS Ciptomangunkusumo, Jakarta, akibat penyakit yang tidak pasti, diperkirakan gabungan tifus, sifilis, dan TBC. Kematiannya yang terjadi pada 28 April 1949, memiliki sebuah simetri tragis dengan kematian ayahnya, Toeloes, yang ditembak oleh Belanda pada 5 Januari 1949. Hubungan Chairil dengan ayahnya diketahui renggang, dan ia hanya menyebut ayahnya “hanya dengan namanya” di hadapan ibunya. Fakta bahwa puisi “Aku” ditafsirkan oleh kritikus sastra Asrul Sani sebagai “ratapan terdalam” atas perpisahan dengan ayahnya, bukan sebagai puisi pemberontakan politik, memberikan makna baru pada tema kematian yang dominan. Urutan peristiwa ini—kematian ayahnya secara fisik diikuti oleh kematiannya sendiri dari penyakit—membentuk sebuah narasi takdir yang kuat. Kematian ganda ini mungkin memicu atau mengintensifkan penderitaan batin yang termanifestasi dalam karya-karya terakhirnya yang muram, seperti “Derai-Derai Cemara,” yang menunjukkan kesadarannya bahwa “hidup hanya menunda kekalahan”. Kematiannya sendiri, yang diprediksi oleh A. Teeuw melalui puisinya “Jang Terampas dan Jang Putus,” menunjukkan betapa ia menyadari bahwa akhir yang tak terhindarkan itu sudah dekat.

Konteks Sastra dan Sejarah: Kelahiran Angkatan ’45

Jejak Revolusioner: Sastra di Tengah Kemerdekaan

Karya-karya Chairil Anwar tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah yang bergejolak pada masa ia hidup, yaitu periode pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia (1945–1949). Lingkungan yang penuh perjuangan ini memaksa para seniman untuk merumuskan ulang identitas mereka dan menjawab tantangan zaman. Angkatan ’45, yang dipelopori oleh Chairil, Asrul Sani, dan Rivai Apin, tidak hanya berjuang secara fisik, tetapi juga melalui medium sastra. Mereka percaya bahwa sastra harus menjadi cerminan dari semangat zaman yang dinamis, berani, dan individualis.

Pembaruan dalam Puisi: Melepaskan Diri dari Tradisi Pujangga Baru

Pembaruan yang dibawa oleh Angkatan ’45 merupakan reaksi langsung terhadap Angkatan Pujangga Baru yang mendahului mereka. Sastra Angkatan ’45 dikenal dengan karakteristiknya yang lebih realis, kritis, dan ekspresif, dengan penekanan kuat pada individualisme. Berbeda dengan Pujangga Baru yang karyanya lebih berfokus pada tema politik, nasionalis, dan pendidikan serta terikat pada bentuk-bentuk puisi konvensional seperti soneta , Chairil dan rekan-rekannya merusak konvensi tersebut. Mereka menciptakan puisi dengan bentuk yang bebas, tidak terikat oleh kaidah kebahasaan dan struktur yang kaku, serta lebih lugas dan jujur dalam menyuarakan realitas.

Tabel 1: Perbandingan Karakteristik Sastra Pujangga Baru dan Angkatan ’45 

Aspek Pujangga Baru Angkatan ’45
Periode Waktu 1930—1945 1945—1955
Ciri-Ciri Utama Nasionalis, romantis, pendidikan, dan bertema politik Individualisme, realisme, ekspresif, dan kritis
Bentuk Puisi Terikat, mengikuti struktur konvensional seperti soneta Bebas, tidak terikat kaidah kebahasaan
Gaya Bahasa Menggunakan bahasa yang lebih santun dan kiasan Lugas, berani, dan sering menggunakan bahasa sehari-hari
Pengaruh Sastra Eropa Angkatan ’80 di Belanda Sastra Barat, terutama pos-imagisme dan modernisme

Peran H.B. Jassin sebagai “Paus Sastra” dan Pembela Chairil

Warisan Chairil Anwar tidak dapat dipisahkan dari peran monumental H.B. Jassin (1917-2000). Hubungan mereka sangat dekat; Jassin bahkan pernah diperkenalkan kepada penyair lain oleh Chairil sendiri. Jassin dikenal sebagai “Paus Sastra Indonesia” karena kontribusinya yang luar biasa sebagai kritikus, editor, dan akademisi. Perannya sangat krusial dalam melestarikan karya-karya Chairil. Mayoritas puisi Chairil tidak diterbitkan saat ia hidup , dan Jassin adalah tokoh yang secara sistematis mengumpulkan dan mempublikasikannya dalam antologi anumerta. Ia juga dikenal sebagai “pembela” Chairil Anwar, yang berani menghadapi kontroversi dan memastikan karyanya tetap hidup dan diapresiasi oleh generasi berikutnya.

Keberadaan dan kanonisasi Chairil Anwar dalam sejarah sastra Indonesia adalah hasil dari kejeniusan individualnya yang berpadu dengan dukungan institusional dari Jassin. Tanpa upaya Jassin dalam mendokumentasikan, mengumpulkan, dan membingkai interpretasi yang dominan, warisan Chairil mungkin akan hilang atau terdistorsi. Jassin bertindak sebagai jembatan antara kejeniusan yang kacau dan pengakuan akademis, mengangkat Chairil dari penyair eksentrik menjadi ikon sastra nasional yang dikenang dan dipelajari hingga kini.

Analisis Kritis Karya: Tema dan Gaya Puisi Chairil Anwar

Analisis Tematik: Eksplorasi Individualisme, Kematian, dan Kehidupan

Puisi-puisi Chairil Anwar mencakup berbagai tema yang seringkali multitafsir. Tema-tema utama yang diidentifikasi meliputi individualisme, eksistensialisme, pemberontakan, dan kematian.

  • Studi Kasus 1: Puisi “Aku”
    Puisi “Aku” adalah karya paling ikonik Chairil, yang sering disajikan sebagai manifestasi semangat juang dan vitalisme. Baris-baris seperti “Biar peluru menembus kulitku / Aku tetap meradang menerjang” dan “Aku mau hidup seribu tahun lagi” secara luas ditafsirkan sebagai simbol pemberontakan, nasionalisme, dan semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan. Namun, analisis psikokritik oleh ahli sastra menunjukkan bahwa interpretasi ini mungkin terlalu menyederhanakan. Puisi ini, menurut beberapa ahli, sebenarnya adalah “ratapan yang paling dalam” dan sebuah “bentuk ratapan yang mendalam dari seorang anak yang terpaksa berpisah dengan ayahnya”. Analisis semiotik lebih lanjut mengungkapkan lapisan makna tersembunyi. Diksi “waktuku” dipahami sebagai batasan eksistensi, sementara metafora “binatang jalang” diartikan sebagai simbol isolasi, perlawanan, dan ketahanan yang tak bisa dihancurkan.
  • Studi Kasus 2: Puisi “Nisan” dan “Doa”
    Puisi “Nisan” (Oktober 1942), yang merupakan puisi pertama Chairil yang diterbitkan, adalah sebuah elegi yang didedikasikan untuk neneknya. Puisi ini sudah menunjukkan obsesinya terhadap kematian dan duka yang mendalam. Puisi “Doa” (November 1943), yang didedikasikan “Kepada pemeluk teguh,” mencerminkan pergulatan spiritual Chairil. Dalam puisi ini, ia merasa “aku hilang bentuk, remuk” dan “mengembara di negeri asing,” namun masih “mengetuk” pintu Tuhan. Puisi ini menyeimbangkan label “nihilis” yang terkadang disematkan kepadanya, menunjukkan dimensi spiritual yang kompleks.
  • Studi Kasus 3: Puisi “Krawang-Bekasi”
    Puisi ini menjadi salah satu karya terpenting yang menunjukkan kesadaran nasionalis Chairil, di mana ia beralih dari suara individual ke suara kolektif. Puisi “Krawang-Bekasi” mengisahkan suara para pejuang yang gugur dan menantang generasi penerus untuk meneruskan perjuangan. Ia merekam pengalaman nyata Revolusi Nasional Indonesia dan memberikan arti bagi pengorbanan para pahlawan.

Tabel 2: Analisis Tematik Puisi-Puisi Kunci Chairil Anwar 

Judul Puisi Tema Utama Deskripsi Singkat
Aku Individualisme, Perjuangan, Vitalisme, Kematian Manifesto personal dan semangat perlawanan yang sering disalahartikan sebagai nasionalisme, namun berakar pada kegelisahan eksistensial dan penderitaan pribadi.
Nisan Kematian, Duka, Kenangan Elegi pertama yang diterbitkan, mengungkapkan duka yang mendalam atas kematian neneknya dan menjadi tema yang akan terus hadir dalam karya-karya selanjutnya.
Doa Spiritualisme, Kehampaan, Kerinduan Pergumulan batin yang jujur dengan Tuhan, mencerminkan perasaan terasing dan kerinduan akan ketenangan spiritual di tengah penderitaan.
Krawang-Bekasi Patriotisme, Pengorbanan, Kenangan Kolektif Puisi yang menyuarakan suara para pejuang yang gugur di medan perang, menantang generasi yang masih hidup untuk tidak melupakan pengorbanan mereka.
Derai-Derai Cemara Fatalisme, Keputusasaan Puisi elegi yang mencerminkan pandangan Chairil yang muram tentang kehidupan, bahwa “hidup hanya menunda kekalahan” dan pada akhirnya semua harus “menyerah”.

Analisis Stilistik: Inovasi Bahasa dan Penggunaan Majas

Chairil Anwar melakukan pembaruan stilistik yang radikal. Ia meninggalkan pengaruh klasik Melayu dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan sintaks yang tidak lazim. Menurut A. Teeuw, Chairil menggunakan bahasa sehari-hari dengan cara yang tidak biasa, dan menurut Sumardjo, puisinya “dibebaskan dari peraturan-peraturan bahasa yang kaku, sehingga puitisnya bersifat spontan dan pribadi”.

Chairil juga sangat mahir dalam menggunakan berbagai majas. Puisi-puisinya kaya akan metafora, hiperbola, ironi, dan personifikasi. Dalam puisi “Doa,” ia menggunakan hiperbola untuk menggambarkan Tuhannya yang “penuh seluruh,” sementara dalam “Kesabaran,” ia menggunakan personifikasi untuk menggambarkan kesabaran sebagai sesuatu yang hidup dan metafora untuk membandingkannya dengan bunga yang tumbuh. Salah satu fenomena menarik dalam karyanya adalah adanya “pluralisme teks,” di mana beberapa puisinya, seperti “Aku” dan “Sajak Putih,” memiliki beberapa versi berbeda. Hal ini menunjukkan sifat dinamis dan tidak terkanonisasi dari karyanya saat ia masih hidup.

Warisan Abadi: Pengaruh Chairil Anwar dalam Sastra Indonesia

Pengaruh terhadap Penyair Sezaman dan Generasi Penerus

Individualitas Chairil dan gaya puisinya yang revolusioner memiliki pengaruh yang mendalam pada penyair sezamannya, termasuk Sitor Situmorang dan Nursyamsu. Analisis intertekstual menunjukkan bahwa pengaruhnya melampaui sekadar bentuk dan isi, tetapi juga menyentuh semangat vitalitas yang mendorong para penyair lain untuk berani melampaui batas konvensional. Chairil tidak hanya menawarkan gaya baru, tetapi juga sikap baru terhadap kehidupan dan seni, sebuah sikap yang menantang pandangan konvensional tentang seni dan kehidupan.

Transformasi Bahasa: Kontribusi Chairil pada Perkembangan Bahasa Indonesia

Selain sebagai penyair, Chairil juga memainkan peran penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Melalui puisinya, ia menunjukkan fleksibilitas dan potensi bahasa yang baru tumbuh dengan menggunakan imbuhan dan sintaks yang dinamis dan tak lazim. Penggunaannya yang berani terhadap bahasa sehari-hari dan kata serapan dari bahasa Belanda dan Inggris membantu menunjukkan “kelemahan” bahasa Indonesia pada saat itu dan membuka jalan bagi pembaruannya di masa depan.

Kontroversi Plagiarisme: Analisis dari Perspektif Integritas Karya dan Tradisi Sastra

Chairil Anwar tidak lepas dari kontroversi, termasuk tuduhan plagiarisme yang pernah diarahkan kepadanya. Namun, kontroversi ini dapat ditafsirkan bukan hanya sebagai pelanggaran etika, tetapi juga sebagai manifestasi dari etos kreatifnya yang berani dan otodidak. Sebagai seorang yang belajar secara mandiri dan membaca karya-karya penyair asing secara ekstensif, serta menerjemahkan beberapa di antaranya , batas antara pengaruh, adaptasi, dan plagiarisme pada masanya tidak selalu jelas. Perilakunya mungkin mencerminkan keyakinan bahwa seorang seniman memiliki hak untuk “merebut” atau “mengambil” elemen dari sumber asing untuk menciptakan sesuatu yang baru dan orisinal dalam konteks lokal. Ini adalah tindakan radikal yang mencerminkan karakter Chairil sebagai seorang pelopor yang menentang konvensi, bahkan konvensi kepemilikan intelektual.

Kesimpulan: Chairil Anwar, Penyair yang Hidup Seribu Tahun Lagi

Sintesis Temuan: Keterkaitan Erat Antara Hidup dan Karya

Analisis ini menyimpulkan bahwa kehidupan Chairil Anwar, dengan segala kontradiksi dan tragedinya, adalah sumber utama dari kekuatan dan relevansi karyanya. Ia adalah manifestasi dari perpaduan yang langka antara biografi personal yang penuh penderitaan dan konteks historis yang heroik. Puisinya adalah arena di mana vitalisme yang membara—ekspresi dari hasrat untuk “hidup seribu tahun lagi”—berbenturan dengan fatalisme yang mendalam, sebuah kesadaran bahwa “hidup hanya menunda kekalahan”. Ketegangan antara dua pandangan ini melahirkan sebuah karya yang jujur, intens, dan relevan melampaui zamannya.

Penegasan Kembali Posisinya sebagai Ikon Sastra yang Melampaui Zamannya

Chairil Anwar tidak hanya mendobrak bentuk dan tema puisi, tetapi juga berhasil mentransformasi bahasa Indonesia itu sendiri, menjadikannya medium yang lebih fleksibel dan ekspresif untuk merekam gejolak batin manusia. Warisannya, yang dijamin oleh kerja keras H.B. Jassin, terus menginspirasi generasi penyair dan pembaca. Meskipun hidupnya singkat, semangat dan kontribusinya menjadikannya seorang penyair yang tidak hanya relevan di masa Revolusi, tetapi juga akan terus “hidup seribu tahun lagi” dalam kesadaran kolektif bangsa. Ia adalah cerminan dari jiwa yang berani, rapuh, dan abadi.

 

Daftar Pustaka :

  1. Chairil Anwar – Badan Bahasa, accessed September 9, 2025, https://dapobas.kemdikbud.go.id/home?show=isidata&id=1258
  2. Membaca Chairil Anwar Melalui Psikokritik … – E-Journal UNDIP, accessed September 9, 2025, https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/download/18302/12816
  3. Profil Chairil Anwar, Sang Legendaris Puisi Indonesia – Orami, accessed September 9, 2025, https://www.orami.co.id/magazine/profil-chairil-anwar
  4. Chairil Anwar, Sastrawan Pelopor Angkatan ’45 – Zenius Education, accessed September 9, 2025, https://www.zenius.net/blog/chairil-anwar/
  5. Jejak Pengaruh dan Makna Puisi Liris Chairil Anwar – Majalah Karas, accessed September 9, 2025, https://majalahkaras.kemdikbud.go.id/blog/2023/01/12/jejak-pengaruh-dan-makna-puisi-liris-chairil-anwar/
  6. analisis karakter kebangsaan chairil anwar sebagai pelopor angkatan 45 character analysis – Jurnal Untan, accessed September 9, 2025, https://jurnal.untan.ac.id/index.php/swadesi/article/download/45909/75676589349
  7. Kontribusi puisi-puisi Chairil Anwar dalam memotivasi kemerdekaan Indonesia 1945, accessed September 9, 2025, https://digilib.uinsgd.ac.id/18386/
  8. Periode Sastra Angkatan 45 – Kompas.com, accessed September 9, 2025, https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/17/175838769/periode-sastra-angkatan-45
  9. analisis gaya bahasa dari lima penyair indonesia sebagai bahan ajar perkuliahan kajian puisi – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – Universitas Muhammadiyah Malang, accessed September 9, 2025, https://keguruan.umm.ac.id/files/file/Proposal%20P2I%20Ekarini%20Sarswati%20dkk.docx.pdf
  10. Karakteristik Karya Sastra Indonesia Angkatan Pujangga Baru dan, accessed September 9, 2025, https://www.g-news.id/berita/158735882/karakteristik-karya-sastra-indonesia-angkatan-pujangga-baru-dan-angkatan-1945
  11. SEJARAH SASTRA PUJANGGA BARU by Nadia Anindita Azyani on Prezi, accessed September 9, 2025, https://prezi.com/p/vuihvw91oajz/sejarah-sastra-pujangga-baru/?fallback=1
  12. Periodisasi sastra – Badan Bahasa, accessed September 9, 2025, https://dapobas.kemdikbud.go.id/home?show=isidata&id=1549
  13. Bab 70 : Mengenang HB Jassin dan Cerita Sekitarnya – Bagian Satu, accessed September 9, 2025, http://www.lallement.com/sobron/serba70.htm
  14. Sang Maestro Sastra Indonesia dan Dunia, HB Jassin – smkn 7 malang, accessed September 9, 2025, https://smkn7malang.sch.id/component/content/article/160-sang-maestro-sastra-indonesia-dan-dunia-hb-jassin?catid=94&Itemid=437
  15. 30 Kumpulan Karya Puisi Chairil Anwar, Menyentuh dan Penuh Makna – detikcom, accessed September 9, 2025, https://www.detik.com/sumut/berita/d-6693793/30-kumpulan-karya-puisi-chairil-anwar-menyentuh-dan-penuh-makna
  16. ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI “DOA” KARYA CHAIRIL ANWAR – Jurnal Multidisiplin Indonesia, accessed September 9, 2025, https://jmi.rivierapublishing.id/index.php/rp/article/download/153/401
  17. Esai Puisi Aku Berada Kembali karya Chairil Anwar Halaman 1 – Kompasiana.com, accessed September 9, 2025, https://www.kompasiana.com/viska71849/65e95c25c57afb6ed130f272/esai-karya-sastra-puisi-aku
  18. ANALISIS GAYA BAHASA PADA KUMPULAN PUISI CHAIRIL ANWAR | JURNAL BASASASINDO, accessed September 9, 2025, https://jurnal.spada.ipts.ac.id/index.php/basasasindo/article/view/285
  19. Analisis Puisi “Kesabaran” Karya Chairil Anwar Dengan Pendekatan Stuktural – Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Palangkaraya, accessed September 9, 2025, https://pbsi-upr.id/index.php/Bhinneka/article/download/190/156/548
  20. CHAIRIL ANWAR, accessed September 9, 2025, https://upload.wikimedia.org/wikisource/id/archive/2/26/20210903143653%21Aku_Ini_Binatang_Jalang.pdf
  21. pengaruh individualitas chairil anwar dalam puisi-puisinya terhadap – E-Journal Unesa, accessed September 9, 2025, https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/48133/40186

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.