Pasca-Proklamasi Kemerdekaan 1945, Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang luar biasa, mulai dari hiperinflasi yang tak terkendali, warisan kolonial yang membebani, hingga gejolak politik yang terus-menerus. Dalam kondisi ini, kebijakan ekonomi tidak bisa hanya dilihat sebagai instrumen teknis semata, melainkan juga cerminan dari pergulatan ideologi yang mendasari setiap keputusan pemerintah. Landasan filosofis inilah yang membentuk arah pembangunan dan menentukan respons terhadap krisis, menciptakan narasi yang kompleks di balik kebijakan setiap Menteri Keuangan (Menkeu) yang menjabat.
Kerangka Konseptual dan Metodologi
Laporan ini mengadopsi kerangka analisis komparatif-historis untuk mengidentifikasi dan menguraikan filosofi ekonomi yang dominan pada setiap era pemerintahan Indonesia, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Kami akan membandingkan kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan oleh Menkeu kunci, dengan mengaitkannya pada tiga spektrum ideologi: sosialisme, liberalisme, dan Ekonomi Pancasila.
- Sosialisme/Etatisme: Dalam konteks ini, sosialisme merujuk pada ideologi yang menempatkan negara sebagai aktor utama dalam mengendalikan alat-alat produksi dan distribusi, sering kali melalui nasionalisasi dan intervensi pasar yang masif. Ciri utamanya adalah penekanan pada pemerataan sosial-politik di atas pertumbuhan ekonomi dan pembatasan hak milik pribadi. Filosofi ini, dalam praktiknya di Indonesia, sering kali dimanifestasikan sebagai etatisme atau kebijakan yang sangat nasionalistik.
- Liberalisme: Liberalisme ekonomi di sini didefinisikan sebagai sistem yang memprioritaskan mekanisme pasar bebas, meminimalisir intervensi negara, serta mengandalkan sektor swasta dan investasi asing sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi. Deregulasi dan privatisasi adalah kebijakan yang sering kali diasosiasikan dengan liberalisme.
- Ekonomi Pancasila: Ini adalah sintesis unik yang dirumuskan untuk menghindari ekstrem kapitalisme dan komunisme. Filosofi ini, yang digagas oleh para pemikir seperti Mubyarto, berlandaskan pada Pasal 33 UUD 1945. Prinsip-prinsipnya mencakup koperasi sebagai soko guru perekonomian, adanya rangsangan moral dan sosial, nasionalisme ekonomi, serta keseimbangan antara perencanaan nasional dan desentralisasi. Mubyarto mendefinisikan Ekonomi Pancasila sebagai “ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila,” di mana tindakan pelaku ekonomi didasarkan pada nilai-nilai moral dan sosio-nasionalistik. Implementasi dari filosofi ini bervariasi dari masa ke masa dan menjadi arena interpretasi yang terus-menerus.
Era Orde Lama (1945-1966): Intervensi Negara dan Pembangunan Berbasis Nasionalisme
Konteks Ekonomi dan Politik
Era Orde Lama, di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, merupakan periode penuh gejolak di mana prioritas utama adalah konsolidasi kemerdekaan dan kedaulatan politik. Kondisi ekonomi pada masa ini sangat tidak stabil, ditandai oleh hiperinflasi, defisit anggaran yang terus-menerus, dan ketergantungan pada pinjaman luar negeri dari Blok Komunis dan Blok Barat. Sentimen anti-kapitalisme dan anti-kolonialisme sangat kuat, yang mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan ekonomi yang sangat nasionalistik dan intervensionis. Pandangan anti-kapitalisme ini mengakar dari pengalaman kolonial di mana modal besar dikuasai oleh unsur non-pribumi, yang memicu keinginan untuk mengendalikan ekonomi secara mandiri.
Studi Kasus Menteri Keuangan Kunci
Syafruddin Prawiranegara (1946-1951)
Sebagai salah satu menteri keuangan pertama di era kemerdekaan, Syafruddin Prawiranegara menghadapi inflasi gila-gilaan dan kekacauan finansial akibat banyaknya mata uang yang beredar. Untuk mengatasi krisis tersebut, ia mengambil langkah ekstrem yang dikenal sebagai kebijakan “Gunting Syafruddin” pada 20 Maret 1950. Kebijakan ini secara fisik memotong uang kertas yang diterbitkan oleh NICA dan De Javasche Bank dengan pecahan Rp5 ke atas menjadi dua bagian. Bagian kiri tetap sah sebagai alat pembayaran dengan nilai setengah dari nilai aslinya, sedangkan bagian kanan ditukar dengan obligasi negara.
Kebijakan ini berhasil mengendalikan inflasi, menstabilkan ekonomi, dan mengurangi defisit negara sebesar Rp5,1 miliar. Syafruddin adalah sosok yang dikenal memiliki integritas tinggi; ia bahkan tidak memberi tahu istrinya mengenai kebijakan ini, yang mengakibatkan gajinya pun ikut terpotong. Tindakan ini dapat dilihat sebagai manifestasi radikal dari filosofi etatisme dan sosialisme, di mana pemerintah rela melakukan intervensi ekstrem dan membatasi kepemilikan pribadi demi kepentingan negara yang lebih besar. Kepentingan negara ditempatkan di atas kepentingan individu, bahkan jika itu berarti mengorbankan sebagian kecil kekayaan masyarakat menengah ke atas untuk mengatasi krisis nasional.
Jusuf Wibisono (1951-1957)
Jusuf Wibisono melanjutkan pendekatan yang sangat nasionalistik dengan memprakarsai rencana nasionalisasi De Javasche Bank (DJB), yang saat itu masih dikendalikan oleh pihak Belanda. Pada 30 April 1951, Wibisono mengumumkan rencana ini secara publik tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada presiden DJB, yang kemudian mengundurkan diri sebagai bentuk protes. Rencana ini kemudian diwujudkan menjadi UU No. 11 tahun 1953, yang secara resmi mengubah DJB menjadi Bank Indonesia.
Nasionalisasi DJB adalah ekspresi paling jelas dari ideologi ekonomi anti-kapitalis dan nasionalistik di era Orde Lama. Kebijakan ini didasari oleh kekhawatiran bahwa investasi asing, yang pada masa itu didominasi oleh perusahaan non-pribumi, akan menguasai perekonomian. Tindakan ini, meskipun signifikan secara politis untuk menegaskan kedaulatan, justru memperburuk kondisi ekonomi dan memicu pelarian modal besar-besaran. Ini menunjukkan adanya ketegangan yang mendalam antara tujuan politik untuk mencapai kedaulatan ekonomi dan kebutuhan praktis untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan.
Era Orde Baru (1966-1998): Pragmatisme, Stabilitas, dan Deregulasi yang Dikendalikan
Konteks Politik dan Ekonomi
Masa transisi ke Orde Baru ditandai oleh perubahan paradigma ekonomi yang drastis. Berbeda dengan pendekatan ideologis Orde Lama, rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto berorientasi pada stabilitas dan pembangunan ekonomi yang berpusat pada pertumbuhan. Pemerintah secara sistematis mengkonsolidasikan kekuasaan politik untuk memungkinkan implementasi program pembangunan jangka panjang, yang dikenal sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Studi Kasus Menteri Keuangan Kunci
Ali Wardhana (1968-1983)
Ali Wardhana, seorang teknokrat ulung dari kelompok “Mafia Berkeley,” adalah arsitek utama kebijakan fiskal Orde Baru. Ia memulai dengan misi sulit untuk menekan laju inflasi yang mencapai 650% pada 1968. Kebijakannya fokus pada disiplin fiskal yang hati-hati (prudent), rehabilitasi ekonomi, dan integrasi kembali dengan ekonomi global melalui keanggotaan di IMF dan Bank Dunia pada akhir 1960-an. Ali Wardhana juga melakukan reformasi struktural, seperti meningkatkan gaji pegawai negeri , membentuk biro investigasi pajak untuk meningkatkan pendapatan negara , dan membangun fondasi Repelita.
Kebijakan Ali Wardhana bukanlah liberalisme murni. Sebaliknya, ia menggunakan prinsip-prinsip pasar dan investasi asing sebagai alat untuk mencapai stabilitas politik dan pertumbuhan yang tinggi, yang menjadi pilar pertama dari Trilogi Pembangunan. Ini adalah perpaduan unik di mana liberalisasi ekonomi (terutama melalui Undang-Undang Penanaman Modal Asing/PMA 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN 1968) berada di bawah kontrol politik yang ketat dari pemerintah. Sebagaimana ditunjukkan oleh peristiwa Malari 1974, kebijakan investasi asing tetap dapat dikendalikan dan disesuaikan untuk mengakomodasi sentimen nasionalistik.
Radius Prawiro (1983-1988) dan J.B. Sumarlin (1988-1993)
Setelah era Ali Wardhana, tongkat kepemimpinan kementerian keuangan dilanjutkan oleh Radius Prawiro dan kemudian J.B. Sumarlin, yang melanjutkan kebijakan deregulasi. Puncak dari kebijakan liberalisasi finansial ini adalah “Paket Oktober 88” (Pakto 88), yang mempermudah pendirian bank swasta dan membuka pintu bagi bank asing untuk beroperasi di luar Jakarta.
Kebijakan-kebijakan ini, yang sering dianggap sebagai perwujudan liberalisme di era Orde Baru, sebenarnya lebih merupakan respons pragmatis terhadap anjloknya harga minyak dunia pada awal 1980-an. Pemerintah terpaksa mencari sumber pendapatan non-migas untuk membiayai pembangunan, dan liberalisasi adalah cara untuk mendorong sektor swasta dan ekspor. Namun, keterbukaan finansial yang terlalu cepat ini tanpa pengawasan yang memadai menciptakan gelembung kredit dan menjadi salah satu faktor yang memperburuk krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.
Era Reformasi (1998-Sekarang): Kredibilitas Global dan Pergeseran Paradigma Fiskal
Konteks Politik dan Ekonomi
Transisi ke era Reformasi ditandai oleh krisis finansial Asia 1997-1998 yang menghancurkan perekonomian Indonesia. Krisis ini memaksa pemerintah untuk mengadopsi transparansi, disiplin fiskal, dan reformasi struktural yang ketat di bawah pengawasan institusi internasional seperti IMF. Era ini juga memunculkan tuntutan akan otonomi daerah dan independensi lembaga negara, termasuk Bank Indonesia.
Studi Kasus Menteri Keuangan Kunci
Sri Mulyani Indrawati (2005-2010, 2016-2025)
Sri Mulyani Indrawati dikenal sebagai figur teknokrat yang menempatkan disiplin fiskal sebagai fondasi utama kebijakannya. Filosofi kepemimpinannya sering digambarkan sebagai “Penjaga Gawang Fiskal” yang berfokus pada kehati-hatian dalam mengelola defisit, mengendalikan rasio utang, dan menjaga peringkat investment grade Indonesia di mata dunia. Ia mewarisi tradisi teknokratik dari Ali Wardhana, tetapi dengan tingkat transparansi yang jauh lebih tinggi sebagai tuntutan era Reformasi.
Dalam menghadapi krisis, seperti pandemi COVID-19, ia menggunakan APBN sebagai instrumen countercyclical (penyangga) untuk menyalurkan stimulus fiskal dan melindungi masyarakat. Berbeda dengan pendekatan etatisme yang mengutamakan intervensi langsung pada alat produksi, Sri Mulyani mengarahkan negara untuk berperan sebagai regulator yang kredibel, yang memastikan fondasi ekonomi makro tetap sehat dan stabil. Kebijakannya adalah perwujudan dari liberalisme yang bertanggung jawab, yang bertujuan untuk membangun fondasi fiskal yang kuat agar pembangunan ekonomi dapat berkelanjutan.
Purbaya Yudhi Sadewa (2024-sekarang)
Pergantian kepemimpinan fiskal dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa menandai potensi pergeseran paradigma. Sementara Sri Mulyani dikenal sebagai “Penjaga Gawang,” Purbaya diproyeksikan sebagai “Arsitek Transformasi Fiskal”. Latar belakang Purbaya sebagai ekonom yang lebih berorientasi pada pembangunan, industrialisasi, dan hilirisasi sumber daya alam menunjukkan fokus baru pada peran APBN sebagai lokomotif pembangunan, bukan hanya sebagai penjaga stabilitas.
Pergeseran ini mencerminkan dinamika politik dan ekonomi yang sedang terjadi, di mana fondasi fiskal yang dibangun Sri Mulyani dianggap cukup kokoh untuk memungkinkan pemerintah mengambil langkah-langkah yang lebih progresif dan intervensionis. Meskipun berbeda dengan etatisme Orde Lama, visi ini tetap berpusat pada peran aktif negara dalam menggerakkan roda ekonomi, yang dapat diinterpretasikan sebagai reinterpretasi modern dari nasionalisme ekonomi atau “Ekonomi Pancasila” versi baru. Ini menunjukkan bahwa pendulum ideologi dalam kebijakan ekonomi Indonesia terus bergerak.
Perbandingan Lintas Era: Dialektika Ideologi dalam Praktik Nyata
Analisis genealogi kebijakan fiskal Indonesia menunjukkan bahwa filosofi ekonomi tidak pernah diterapkan secara murni. Sebaliknya, setiap era merupakan dialektika pragmatis antara intervensi negara dan mekanisme pasar, yang dibentuk oleh krisis eksternal dan perubahan politik domestik.
Tabel 1: Kronologi Kebijakan dan Filosofi Ekonomi Menteri Keuangan Kunci (1945-2025)
Nama Menkeu | Periode Jabatan | Kebijakan Kunci | Filosofi Dominan |
Syafruddin Prawiranegara | 1946-1951 | “Gunting Syafruddin” | Etatisme / Nasionalisme Radikal |
Jusuf Wibisono | 1951-1957 | Inisiasi Nasionalisasi DJB | Nasionalisme / Anti-Kapitalisme |
Ali Wardhana | 1968-1983 | Disiplin Fiskal, Repelita | Teknokratik / Campuran (Etatisme Terkendali) |
Radius Prawiro | 1983-1988 | Deregulasi Finansial | Liberalisme Terkendali (Pragmatis) |
J.B. Sumarlin | 1988-1993 | Deregulasi Finansial | Liberalisme Terkendali (Pragmatis) |
Sri Mulyani Indrawati | 2005-2010, 2016-2025 | Stabilitas Fiskal, Reformasi Pajak, Jaring Pengaman Sosial | Kredibilitas / Transparansi (Liberalisme Bertanggung Jawab) |
Purbaya Yudhi Sadewa | 2024-sekarang | Transformasi Fiskal, Hilirisasi | Pragmatisme Progresif (Neo-Etatisme) |
Peran Negara dan Sektor Swasta
Peran negara telah mengalami evolusi signifikan. Di era Orde Lama, negara memiliki peran dominan dan intervensionis, bahkan hingga menasionalisasi aset-aset asing. Hal ini mencerminkan filosofi yang menempatkan negara sebagai pemilik dan penggerak utama ekonomi. Di era Orde Baru, peran negara tidak berkurang, tetapi berubah menjadi peran ganda: sebagai regulator sekaligus pelaku pasar yang dominan melalui pembentukan banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berinvestasi di sektor-sektor strategis seperti baja, pupuk, dan semen. Kebijakan ini, yang sering kali disebut “de-etatisasi,” pada praktiknya gagal. Era Reformasi, terutama di bawah Sri Mulyani, melihat peran negara bergeser menjadi regulator dan enabler yang memastikan pasar berfungsi secara adil dan transparan, meskipun BUMN masih memegang peranan penting.
Pendekatan terhadap Utang dan Investasi Asing
Strategi pendanaan juga mencerminkan pergeseran ideologi. Orde Lama mengandalkan pinjaman dari Blok Komunis dan Blok Barat, yang mencerminkan orientasi politik saat itu. Orde Baru secara agresif membuka diri terhadap investasi asing melalui UU PMA dan PMDN untuk mendorong pertumbuhan. Namun, ketergantungan pada utang luar negeri meningkat seiring jatuhnya harga minyak pada 1980-an, memaksa pemerintah mencari sumber pendapatan baru. Di era Reformasi, pendekatan terhadap utang dan investasi asing berpusat pada menjaga kredibilitas dan disiplin fiskal untuk menarik investasi yang berkelanjutan dan mengelola utang agar rasio utang terhadap PDB tetap aman.
Manajemen Fiskal dan Moneter
Perbandingan paling mencolok terletak pada manajemen inflasi. Orde Lama menggunakan intervensi moneter radikal seperti “Gunting Syafruddin” untuk menekan inflasi yang mencapai ribuan persen. Sebaliknya, Orde Baru dan era Reformasi mengendalikan inflasi melalui disiplin fiskal dan kebijakan moneter yang hati-hati. Sebuah ciri khas era Reformasi adalah independensi Bank Indonesia, yang bertujuan untuk memelihara stabilitas nilai tukar Rupiah dan menghindari campur tangan politik dalam urusan moneter, sebuah langkah signifikan dari sistem terpusat di Orde Lama.
Keterkaitan dengan Filosofi Ekonomi Pancasila
Setiap era mencoba mengklaim dan mengimplementasikan Ekonomi Pancasila dengan interpretasi yang berbeda. Orde Lama menekankan aspek nasionalisme ekonomi, dengan nasionalisasi dan penguatan koperasi sebagai wujud semangat kekeluargaan. Orde Baru mengklaim Trilogi Pembangunan (stabilitas, pertumbuhan, pemerataan) sebagai wujud dari Pancasila, meskipun implementasinya sering kali kontroversial. Era Reformasi menekankan aspek demokrasi ekonomi, transparansi, dan pemerataan melalui kebijakan seperti otonomi daerah dan penjaminan sosial. Tidak ada satu era pun yang sepenuhnya berhasil merealisasikan filosofi ini, tetapi setiap Menkeu yang menjabat telah menyumbangkan interpretasi mereka terhadapnya.
Tabel 2: Perbandingan Indikator Ekonomi Makro Utama (Rata-rata Tahunan)
Periode/Era | Laju Inflasi (%) | Pertumbuhan PDB (%) | Rasio Utang terhadap PDB |
Orde Lama (1950-1966) | 23,5% (1955-1960), >600% (1966) | 2,7% (1951-1966), turun drastis 1960-1965 | Cenderung bergantung pada pinjaman luar negeri |
Orde Baru (1967-1998) | Di atas 1000% (1966), kurang dari 10% (1996) | Tinggi dan stabil (di atas 5%) | meningkat sebagai respons terhadap anjloknya harga minyak |
Reformasi (1998-sekarang) | Volatil, namun terkendali | Stabil dengan volatilitas | Terkendali (38-39%), fokus pada keberlanjutan |
Kesimpulan
Genealogi kebijakan fiskal Indonesia bukanlah perjalanan linier dari sosialisme ke liberalisme, melainkan sebuah narasi yang dinamis, adaptif, dan dibentuk oleh pragmatisme dalam menghadapi krisis. Setiap Menteri Keuangan yang berhasil adalah seorang teknokrat yang mampu menavigasi dinamika politik dan ideologi untuk mencapai tujuan ekonomi yang spesifik di eranya. Syafruddin Prawiranegara menunjukkan etatisme yang radikal untuk menyelamatkan negara dari kekacauan finansial. Ali Wardhana memelopori pendekatan teknokratis yang menggunakan prinsip-prinsip pasar di bawah kendali negara untuk mencapai stabilitas. Sri Mulyani mengukuhkan pendekatan liberalisme yang bertanggung jawab, berfokus pada kredibilitas dan transparansi untuk berintegrasi penuh dengan ekonomi global.
Pergeseran dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa, dengan fokus baru pada peran APBN sebagai lokomotif pembangunan, mengisyaratkan bahwa Indonesia mungkin akan memasuki fase baru. Tren saat ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk kembali pada peran aktif negara dalam mengarahkan pembangunan ekonomi, sebuah “neo-etatisme” modern yang berbeda dari model Orde Lama. Pergeseran ini menunjukkan bahwa konsep-konsep seperti etatisme, nasionalisme ekonomi, dan liberalisme akan terus berdialektika, membentuk wajah kebijakan fiskal Indonesia di masa depan.
Daftar Pustaka :
- PERKEMBANGAN SOSIALISME DI DUNIA ABAD KE-19 SERTA PENGARUHNYA DI INDONESIA Nara Setya Wiratama1) Agus Budianto2) Zainal Afandi3 – Template Jurnal Didaktika FKIP UM Palembang, accessed on September 9, 2025, https://jurnal.um-palembang.ac.id/JDH/article/viewFile/4247/2790
- Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Efiiensi Teknis Perusahaan pada Industri Manufaktur Indonesia, accessed on September 9, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1320&context=jepi
- Analisis Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, accessed on September 9, 2025, https://ejournal.areai.or.id/index.php/JIEAP/article/download/690/1049/3767
- Penerapan Sistem Ekonomi Pancasila Dalam Mendorong Pembangunan, accessed on September 9, 2025, https://www.kemenkopmk.go.id/penerapan-sistem-ekonomi-pancasila-dalam-mendorong-pembangunan-manusia-indonesia
- Revitalisasi Sistem Ekonomi Pancasila – Universitas Gadjah Mada, accessed on September 9, 2025, https://ugm.ac.id/id/berita/22531-revitalisasi-sistem-ekonomi-pancasila/
- INTERNALISASI DAN INSTITUSIONALISASI KEBIJAKAN EKONOMI PANCASILA – JDIH BPIP, accessed on September 9, 2025, https://jdih.bpip.go.id/common/dokumen/pjk-01-2021-45-56.pdf
- EKONOMI PANCASILA – Perpustakaan BAPPENAS, accessed on September 9, 2025, https://perpustakaan.bappenas.go.id/digital/9301-[_Konten_]-Konten%206451.pdf
- Journal of Economics Development Issues, accessed on September 9, 2025, https://jedi.upnjatim.ac.id/index.php/jedi/article/download/151/7/23
- DEMOKRASI EKONOMI DI INDONESIA ERA REFORMASI, accessed on September 9, 2025, https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/eljizya/article/download/394/356/761
- Gunting Syafruddin, Kebijakan Gunting Uang Untuk Atasi Inflasi, accessed on September 9, 2025, https://validnews.id/catatan-valid/gunting-syafruddin-kebijakan-gunting-uang-untuk-atasi-inflasi
- Sejarah Kebijakan Pemotongan Uang Gunting Syafrudin – Kompasiana.com, accessed on September 9, 2025, https://www.kompasiana.com/aninsalss9708/65265818e3b78f7a407fc694/sejarah-kebijakan-pemotongan-uang-gunting-syafrudin
- Sejarah Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, accessed on September 9, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5886458/sejarah-nasionalisasi-de-javasche-bank-menjadi-bank-indonesia
- Perjalanan Kebijakan Kementerian Keuangan – Visual Kemenkeu, accessed on September 9, 2025, https://visual.kemenkeu.go.id/perjalanan-kebijakan-kementerian-keuangan
- PERBANDINGAN PEREKONOMIAN DARI MASA SOEKARNO HINGGA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (1945 – 2009) – Neliti, accessed on September 9, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/11174-ID-perbandingan-perekonomian-dari-masa-soekarno-hingga-susilo-bambang-yudhoyono-194.pdf
- Hari Oeang, 3 Pelajaran dari Profesor Doktor Ali Wardhana – KlikPositif.com – Media Generasi Positif, accessed on September 9, 2025, https://klikpositif.com/hari-oeang-3-pelajaran-dari-profesor-doktor-ali-wardhana/
- 4 Gebrakan Ali Wardhana, Sering Blusukan dan Cegah Korupsi | tempo.co, accessed on September 9, 2025, https://www.tempo.co/ekonomi/4-gebrakan-ali-wardhana-sering-blusukan-dan-cegah-korupsi-nbsp–1421773
- Ali Wardhana, Pelopor Disiplin Fiskal & Cegah RI dari Dutch Disease – Tirto.id, accessed on September 9, 2025, https://tirto.id/ali-wardhana-pelopor-disiplin-fiskal-cegah-ri-dari-dutch-disease-f2Mf
- Daftar Menteri Keuangan Sepanjang Masa: Sri Mulyani – Mar’ie Muhammad, accessed on September 9, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/research/20250908175711-128-665169/daftar-menteri-keuangan-sepanjang-masa-sri-mulyani–marie-muhammad
- 5 Kebijakan Ekonomi Masa Reformasi yang Penting di Indonesia – Kumparan.com, accessed on September 9, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/5-kebijakan-ekonomi-masa-reformasi-yang-penting-di-indonesia-22V68AiEJxI
- Estafet fiskal: suksesi kepemimpinan keuangan negara pasca Sri …, accessed on September 9, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5095817/estafet-fiskal-suksesi-kepemimpinan-keuangan-negara-pasca-sri-mulyani
- Sri Mulyani Ungkap The Long and Winding Road dalam Proses Pembangunan Indonesia, accessed on September 9, 2025, https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Long-and-Winding-Road-Pembangunan-Indonesia
- Indonesian leader fires ministers of finance and security after deadly protests, accessed on September 9, 2025, https://apnews.com/article/indonesia-protests-ministers-fired-3776bd9365804cda9f7c3f85b2104502
- Arahan Presiden: Reformasi Fiskal dan Deregulasi Jadi Fondasi Ekonomi – Indonesia.go.id, accessed on September 9, 2025, https://indonesia.go.id/kategori/ekonomi-bisnis/9728/arahan-presiden-reformasi-fiskal-dan-deregulasi-jadi-fondasi-ekonomi?lang=1
- pengembangan good corporate govenance dalam rangka reformasi badan usaha milik negara, accessed on September 9, 2025, https://jia.stialanbandung.ac.id/index.php/jia/article/download/411/383/1266
- Jurnal Bisnis Net Volume :8 No.1 Juni, 2025 | ISSN: 2621 -3982 EISSN: 2722- 3574 – Universitas Dharmawangsa, accessed on September 9, 2025, https://journal.dharmawangsa.ac.id/index.php/bisnet/article/viewFile/5644/pdf
- Jejak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dari Masa ke Masa – JEO Kompas.com, accessed on September 9, 2025, https://jeo.kompas.com/jejak-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-dari-masa-ke-masa