Mendefinisikan Ulang Pembangunan Tanpa Utang Luar Negeri

Analisis mengenai negara-negara yang membangun ekonominya tanpa pinjaman luar negeri sering kali terperangkap dalam penyederhanaan. Istilah “negara bebas utang” yang umum digunakan secara teknis adalah keliru, karena hampir tidak ada negara yang sepenuhnya bebas dari kewajiban finansial. Sebaliknya, konsep yang lebih akurat dan bermanfaat adalah “negara dengan rasio utang-terhadap-PDB yang sangat rendah” atau “negara yang membiayai pembangunannya dari sumber daya internal,” sehingga menghindari ketergantungan yang signifikan pada utang eksternal.

Data dari berbagai sumber mengidentifikasi beberapa negara yang secara konsisten memiliki rasio utang-terhadap-PDB yang rendah, seperti Hong Kong (2.1%), Brunei (2.5%), Kuwait (11.7%), dan Rusia (17.0%). Angka-angka ini sangat kontras dengan negara-negara dengan beban utang tertinggi, seperti Venezuela (350%) dan Jepang (266%). Namun, rendahnya rasio utang ini tidak serta-merta menjadi indikator ekonomi yang sehat dan makmur. Dalam beberapa kasus, rasio yang rendah dapat mencerminkan fakta bahwa baik utang maupun PDB suatu negara sangat kecil, yang merupakan karakteristik ekonomi yang stagnan atau sedang berkembang. Fenomena ini terlihat pada negara-negara seperti Afghanistan dan Republik Demokratik Kongo, yang berada dalam daftar negara dengan utang terendah tetapi menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang signifikan.

Pembangunan yang didanai secara internal mensyaratkan adanya prasyarat ekonomi, fiskal, dan bahkan geopolitik. Ketersediaan sumber pendapatan internal yang besar adalah faktor utama, sering kali berasal dari kekayaan alam seperti minyak dan gas atau dari sektor jasa yang sangat menguntungkan. Faktor-faktor lain yang berkontribusi termasuk populasi yang relatif kecil, disiplin fiskal yang ketat, dan pengelolaan keuangan yang prudent. Strategi ini memiliki analogi dengan “swafondasi” di tingkat bisnis, di mana perusahaan menggunakan sumber daya internalnya—seperti kas dan tabungan pribadi—untuk mendanai operasi. Keuntungan utamanya adalah pemeliharaan kendali penuh atas arah strategis, tanpa campur tangan dari investor eksternal atau kreditur. Namun, model ini juga membawa risiko signifikan, seperti potensi kekurangan dana yang dapat membatasi investasi penting dan memperlambat pertumbuhan. Konsep ini relevan di tingkat nasional, di mana sebuah negara yang menghindari utang luar negeri mungkin mempertahankan kedaulatan ekonomi mutlak, tetapi berpotensi mengorbankan pertumbuhan yang dipercepat yang dimungkinkan oleh modal utang yang besar. Oleh karena itu, pembangunan tanpa utang luar negeri harus dilihat sebagai sebuah “trade-off” strategis antara kedaulatan dan potensi, sebuah tema yang akan dieksplorasi secara mendalam melalui studi kasus dalam tulisan ini.

Model Pembangunan Berbasis Sumber Daya: Studi Kasus Brunei dan Timor-Leste

Brunei Darussalam: Paradigma Negara Rentier yang Berkelimpahan

Brunei Darussalam adalah contoh klasik dari sebuah “negara rentier” yang berhasil membiayai pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya melalui kekayaan alam yang melimpah. Perekonomian Brunei sangat bergantung pada ekspor minyak mentah dan gas alam, yang menyumbang lebih dari separuh PDB dan hampir seluruh pendapatan pemerintah. Sumber pendapatan eksternal yang besar ini memungkinkan pemerintah untuk mempertahankan rasio utang-terhadap-PDB yang sangat rendah, sekitar 2.5%, salah satu yang terendah di dunia.

Model ekonomi ini memfasilitasi sistem kesejahteraan sosial yang luas yang didanai sepenuhnya oleh pendapatan hidrokarbon. Warga Brunei menikmati berbagai manfaat yang didanai negara, termasuk layanan kesehatan gratis, pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga universitas, dan skema perumahan yang sangat terjangkau. Pemerintah juga mensubsidi bahan bakar dan utilitas, yang menghasilkan salah satu harga bensin terendah di kawasan ini. Kebijakan fiskal yang ketat, seperti tidak adanya pajak penghasilan pribadi dan pajak penjualan, membedakan Brunei dari banyak negara lain. Pendapatan dari minyak dan gas juga digunakan untuk mengelola defisit anggaran yang telah terjadi sejak tahun 1988. Dana cadangan yang besar dikelola oleh Brunei Investment Agency (BIA), sebuah dana kekayaan negara yang bertujuan untuk meningkatkan nilai riil cadangan devisa dan mendiversifikasi investasinya secara global.

Meskipun model ini menghasilkan kekayaan dan stabilitas, model ini memiliki tantangan yang melekat. Secara teoritis, model “negara rentier” dapat melemahkan etos kerja dan menciptakan ketergantungan pada pemerintah, sebuah konsep yang dikenal sebagai “mentalitas rentier”. Teori ini berpendapat bahwa karena kekayaan didistribusikan tanpa memerlukan pajak, ada sedikit insentif bagi warga negara untuk terlibat dalam tindakan politik kolektif atau menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah. Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa negara-negara rentier telah beradaptasi, menggunakan alat “rekayasa sosial” untuk menanamkan nilai-nilai patriotisme dan kewirausahaan.

Tantangan terbesar bagi Brunei adalah isu keberlanjutan. Dengan ladang minyak dan gas yang menua dan produksi yang menurun sejak puncaknya di tahun 2006, pendapatan hidrokarbon menjadi kurang dapat diandalkan. Pemerintah Brunei telah menyadari urgensi ini, menetapkan tujuan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, “Wawasan 2035,” untuk mendiversifikasi perekonomiannya dari ketergantungan pada minyak dan gas menjadi ekonomi yang dinamis dan berkelanjutan. Namun, ketergantungan yang terus-menerus pada hidrokarbon menunjukkan bahwa kebijakan diversifikasi yang terdengar baik di atas kertas sulit untuk diimplementasikan secara efektif. Ketersediaan pendapatan yang mudah dari sumber daya alam menciptakan inersia politik dan sosial, di mana tidak ada pihak yang merasakan urgensi yang cukup untuk melakukan reformasi struktural yang mendalam. Warga Brunei sendiri mengakui bahwa sumber daya ini suatu hari akan habis dan mereka harus bersiap menghadapi perubahan tersebut.

Timor-Leste: Tantangan Tata Kelola dan “Kutukan Sumber Daya”

Timor-Leste menyajikan studi kasus yang berbeda namun tetap berbasis sumber daya. Negara ini, salah satu yang termuda di dunia, memiliki rasio utang-terhadap-PDB yang rendah, tetapi ini adalah ekonomi berpenghasilan rendah-menengah. Kemerdekaan ekonominya sebagian besar berasal dari pendapatan minyak dan gas lepas pantai, yang dikelola melalui Dana Perminyakan. Dana ini didirikan pada tahun 2005 dengan dukungan bulat dari parlemen, bertujuan untuk mengelola pendapatan hidrokarbon secara bijaksana demi kepentingan generasi saat ini dan mendatang.

Secara teori, Dana Perminyakan Timor-Leste berfungsi sebagai landasan kebijakan fiskal yang sehat. Aturan fiskal dana ini dipandu oleh Estimated Sustainable Income (ESI), yang menetapkan batas penarikan tahunan sebesar 3% dari total kekayaan perminyakan. Namun, implementasi kebijakan ini telah menjadi tantangan utama. Sejak tahun 2008-2009, pemerintah secara konsisten melakukan penarikan yang melebihi batas berkelanjutan, sebuah tren yang diperkirakan akan mempercepat negara menuju “tebing fiskal”. Dengan ladang minyak utama yang tidak lagi menghasilkan pendapatan, Dana Perminyakan diperkirakan akan habis dalam dekade berikutnya jika tren pengeluaran saat ini berlanjut.

Situasi ini merupakan manifestasi klasik dari “kutukan sumber daya” (resource curse), sebuah fenomena di mana kekayaan sumber daya alam yang melimpah tidak disalurkan untuk pembangunan inklusif, tetapi malah memperburuk tantangan ekonomi dan sosial. Meskipun Timor-Leste menikmati pendapatan makroekonomi yang besar, tingkat kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi. Pendapatan minyak yang besar telah menyebabkan kelalaian sektor-sektor lain, terutama pertanian yang mempekerjakan 80% populasi aktif. Alih-alih merangsang pertumbuhan yang luas, model ini telah menciptakan ketergantungan pada pengeluaran pemerintah dan proyek-proyek padat modal yang menciptakan sedikit lapangan kerja bagi penduduk lokal.

Solusi yang diusulkan untuk mengatasi tebing fiskal adalah pengembangan ladang gas Greater Sunrise, yang dilihat oleh pemerintah sebagai “juru selamat ekonomi”. Namun, proyek ini terhenti karena perselisihan mengenai lokasi pemrosesan gas—apakah di Timor-Leste atau di Australia. Keputusan ini menyoroti dilema mendalam: sementara pemrosesan di Australia akan menawarkan pendapatan yang lebih tinggi, pemrosesan di Timor-Leste diyakini akan memicu industrialisasi dan diversifikasi, meskipun negara ini memiliki basis keterampilan dan infrastruktur yang terbatas.

Model Berbasis Jasa dan Lokasi: Studi Kasus Makau

Makau: Pembangunan Berbasis Perjudian dan Pariwisata

Makau menawarkan model pembangunan tanpa utang luar negeri yang sangat kontras dengan Brunei dan Timor-Leste. Sebagai Daerah Administratif Khusus Tiongkok, Makau adalah ekonomi pasar yang sangat maju dengan PDB per kapita yang sangat tinggi dan rasio utang pemerintah 0%. Keberhasilan finansialnya hampir seluruhnya didorong oleh industri perjudian dan pariwisata. Sejak liberalisasi industri perjudian pada tahun 2001, Makau telah melampaui Las Vegas Strip dalam pendapatan perjudian dan menjadi “ibu kota perjudian dunia”.

Model ini menghasilkan pendapatan pajak yang luar biasa bagi pemerintah, yang menyumbang sekitar 60-80% dari total pendapatan fiskal. Kekayaan ini memungkinkan pemerintah Makau untuk tidak hanya menghindari utang publik, tetapi juga untuk membangun cadangan fiskal yang melimpah dan mendanai program kesejahteraan sosial yang signifikan, termasuk 15 tahun pendidikan gratis bagi semua warga negara.

Namun, model ini, meskipun sangat menguntungkan, memiliki kerentanan yang unik dan biaya sosial yang signifikan. Kerentanan utama Makau adalah ketergantungannya yang ekstrem pada satu pasar tunggal: turis dan penjudi dari Tiongkok Daratan. Hal ini membuat perekonomiannya sangat rentan terhadap guncangan eksternal dan perubahan kebijakan Tiongkok. Kerentanan ini terungkap secara dramatis selama kampanye anti-korupsi Tiongkok di tahun 2014, yang menyebabkan pendapatan perjudian anjlok sebesar 49.4% dan PDB Makau berkontraksi 28.9%. Pandemi COVID-19 juga menunjukkan betapa rentannya model ini, dengan pendapatan perjudian turun drastis hingga mencapai rekor terendah di tahun 2022.

Kekayaan yang dihasilkan dari industri perjudian juga menciptakan masalah sosial yang dalam, sebuah bentuk “kutukan sumber daya” yang berbeda. Kritik terhadap model ini menyoroti konsekuensi negatif seperti meningkatnya kejahatan, kecanduan judi, dan rusaknya hubungan keluarga. Pengeluaran pemerintah yang besar dan dominasi sektor perjudian juga menyebabkan ketidakseimbangan sosial, seperti ketidaksetaraan pendapatan dan peningkatan biaya hidup.

Sebagai respons, Makau, mirip dengan Brunei, sedang mengejar strategi diversifikasi ekonomi. Pemerintah telah menerapkan strategi “1+4”, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada perjudian dengan mengembangkan empat industri baru: kesehatan tradisional Tiongkok, layanan keuangan modern, teknologi tinggi, serta industri konvensi, pameran, dan budaya. Ini adalah arahan yang didukung oleh pemerintah pusat Tiongkok dan sebagian besar penduduk Makau yang mengakui “ketidakseimbangan” yang diciptakan oleh industri perjudian.

 Analisis Komparatif, Geopolitik, dan Keterbatasan Model

Analisis komparatif dari tiga studi kasus ini—Brunei, Timor-Leste, dan Makau—mengungkapkan bahwa tidak ada model pembangunan “tanpa utang luar negeri” yang sempurna. Masing-masing model memiliki karakteristik unik, kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mencerminkan sumber pendapatan dan konteks geopolitiknya.

Tabel di bawah ini merangkum perbandingan utama antara ketiga ekonomi, menyoroti bahwa rasio utang yang rendah tidak selalu berkorelasi dengan kekayaan (misalnya, Timor-Leste versus Makau) atau dengan kesejahteraan sosial yang universal (tingkat kemiskinan dan pengangguran di Timor-Leste).

Tabel 1: Perbandingan Indikator Ekonomi dan Fiskal Utama

Indikator Brunei Makau Timor-Leste
Rasio Utang-terhadap-PDB 2.5% 0% 9.4%
PDB Per Kapita (PPP, perkiraan) $95,046 $134,042 $4,920
Sumber Pendapatan Utama Minyak & Gas (60% PDB) Perjudian (hingga 80% pajak) Dana Perminyakan
Tingkat Pengangguran 2.70% 1.90% 20%
Pembangunan Manusia Tidak tersedia Sangat Tinggi (ke-24) Menengah (ke-142)

Tabel analisis SWOT berikut mengkapsulkan pelajaran yang dapat dipetik dari masing-masing studi kasus.

Tabel 2: Analisis SWOT Model Pembangunan “Bebas Utang”

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)
Model Berbasis Sumber Daya (Brunei, Timor-Leste) – Kebebasan dari utang eksternal. – Pendapatan yang melimpah dari sumber daya alam. – Pendanaan untuk program kesejahteraan sosial. – Ketergantungan pada sumber daya tunggal. – Rentan terhadap volatilitas harga komoditas. – Risiko “kutukan sumber daya” (inefisiensi, kelalaian sektor lain, kurangnya penciptaan lapangan kerja).
Model Berbasis Jasa (Makau) – Tidak ada utang publik dan cadangan fiskal yang besar. – Pendapatan pajak yang sangat tinggi. – Pendanaan untuk kesejahteraan sosial (pendidikan gratis). – Ketergantungan ekstrem pada satu pasar (Tiongkok daratan). – Rentan terhadap perubahan kebijakan luar negeri atau geopolitik. – Biaya sosial yang signifikan (masalah judi, biaya hidup tinggi).
Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats)
Model Berbasis Sumber Daya (Brunei, Timor-Leste) – Diversifikasi ekonomi ke sektor non-sumber daya. – Pemanfaatan Dana Kekayaan Negara untuk investasi jangka panjang. – Posisi geopolitik strategis. – Penipisan sumber daya yang tak terbarukan. – “Tebing fiskal” jika penarikan berlebihan berlanjut. – Inersia politik dan sosial untuk reformasi.
Model Berbasis Jasa (Makau) – Diversifikasi ke industri baru (Strategi “1+4”). – Mengembangkan penawaran pariwisata non-perjudian. – Integrasi dengan ekonomi regional yang lebih luas. – Ketergantungan politik pada Tiongkok. – Persaingan dari pusat perjudian lain di Asia. – Masalah sosial yang mengikis kualitas hidup.

Tulisan ini menunjukkan bahwa kemandirian ekonomi tidak berarti isolasi. Sebaliknya, posisi geopolitik dan hubungan eksternal yang strategis adalah prasyarat penting bagi keberhasilan model ini. Misalnya, posisi Makau sebagai Daerah Administratif Khusus Tiongkok memungkinkannya untuk menarik turis dan investasi dari Tiongkok Daratan, tetapi pada saat yang sama, otonomi ekonominya pada akhirnya tunduk pada kepentingan Tiongkok. Demikian pula, Timor-Leste, meskipun secara nominal independen, sangat bergantung pada bantuan asing dan harus menyeimbangkan hubungannya dengan kekuatan-kekuatan regional seperti Australia dan Tiongkok. Ini menunjukkan bahwa pembangunan “bebas utang” tidak melindungi negara dari pengaruh luar, melainkan hanya mengubah sifat pengaruh tersebut, dari pengaruh kreditur (seperti IMF) menjadi pengaruh negara adikuasa atau mitra dagang utama.

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Pembangunan tanpa utang luar negeri adalah model yang jarang terjadi dan sangat spesifik. Tinjauan studi kasus ini menegaskan bahwa model tersebut tidak dapat direplikasi dengan mudah oleh sebagian besar negara. Prasyarat utama untuk keberhasilannya adalah ketersediaan sumber pendapatan eksternal yang besar (baik dari sumber daya alam atau jasa), populasi yang relatif kecil, dan pengelolaan fiskal yang prudent.

Meskipun model-model ini secara efektif menghilangkan risiko yang terkait dengan utang luar negeri yang berlebihan—seperti krisis fiskal, meningkatnya biaya pinjaman, dan campur tangan kreditur internasional —model ini tidak kebal dari kerentanan ekonomi. Sebaliknya, mereka mengganti kerentanan tersebut dengan ketergantungan pada faktor-faktor eksternal lainnya, seperti fluktuasi harga komoditas (Brunei), penipisan sumber daya (Timor-Leste), atau perubahan kebijakan politik dari negara lain (Makau). Ini adalah trade-off mendasar yang dihadapi setiap negara yang mengejar kemandirian finansial penuh.

Berdasarkan analisis ini, tulisan ini menyajikan beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diadopsi oleh negara-negara yang ingin mengurangi ketergantungan utang eksternal:

  1. Mobilisasi Pendapatan Domestik yang Efisien: Meskipun tidak memiliki sumber pendapatan eksternal yang melimpah, negara harus berfokus pada pembangunan sistem pendapatan yang efisien. Ini termasuk reformasi pajak dan peningkatan efisiensi belanja pemerintah untuk memastikan bahwa pendapatan yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kewajiban pengeluaran.
  2. Pengelolaan Fiskal yang Kuat: Menerapkan aturan fiskal yang ketat dan membangun kerangka kerja tata kelola yang transparan sangat penting. Negara-negara yang memiliki sumber pendapatan besar, seperti dari sumber daya alam, harus mempertimbangkan untuk mendirikan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) yang diatur dengan baik. Dana ini dapat berfungsi sebagai alat stabilisasi untuk melindungi anggaran dari volatilitas pendapatan dan memastikan manfaat bagi generasi mendatang, asalkan dikelola dengan disiplin yang kuat.
  3. Diversifikasi Ekonomi yang Mendalam: Ketergantungan pada satu sumber pendapatan adalah bentuk kerentanan, terlepas dari apakah pendapatan tersebut berasal dari pinjaman atau tidak. Oleh karena itu, negara harus mengejar diversifikasi ekonomi yang berfokus pada pengembangan sektor-sektor produktif dan non-minyak, baik di tingkat industri (seperti manufaktur, pertanian, dan jasa) maupun di tingkat fiskal (seperti pajak). Pembangunan ini tidak hanya membangun ketahanan terhadap guncangan eksternal tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

 

Daftar Pustaka :

  1. Explore the Debt Free Countries in the World : An Overview – Vedantu, diakses September 11, 2025, https://www.vedantu.com/commerce/debt-free-countries
  2. World Bank Country and Lending Groups, diakses September 11, 2025, https://datahelpdesk.worldbank.org/knowledgebase/articles/906519-world-bank-country-and-lending-groups
  3. 5 Daftar Negara yang Tidak Memiliki Utang, Hebat Bisa Jadi Panutan! – Beautynesia, diakses September 11, 2025, https://www.beautynesia.id/life/5-daftar-negara-yang-tidak-memiliki-utang-hebat-bisa-jadi-panutan/b-289234
  4. Catat! 5 Cara Mandiri Secara Finansial Tanpa Terjerat Hutang – Amartha.com, diakses September 11, 2025, https://amartha.com/blog/pendana/money-plus/catat-5-cara-mandiri-secara-finansial-tanpa-terjerat-hutang/
  5. Chapter 1: Ways to self-fund your business – Guidant Financial, diakses September 11, 2025, https://www.guidantfinancial.com/small-business-funding-guide/self-funded-options/
  6. The Pros and Cons of Self-Funding Your Small Business | Rauva, diakses September 11, 2025, https://rauva.com/blog/self-funding-pros-and-cons
  7. Finance – The challenges of self funding a start-up – Business Reporter, diakses September 11, 2025, https://www.business-reporter.co.uk/finance/the-challenges-of-self-funding-a-start-up
  8. What are the risks of a rising federal debt? – Brookings Institution, diakses September 11, 2025, https://www.brookings.edu/articles/what-are-the-risks-of-a-rising-federal-debt/
  9. Brunei – International – U.S. Energy Information Administration (EIA), diakses September 11, 2025, https://www.eia.gov/international/analysis/country/BRN
  10. Brunei – The World Factbook – CIA, diakses September 11, 2025, https://www.cia.gov/the-world-factbook/about/archives/2021/countries/brunei
  11. Brunei Darussalam Welfare System, diakses September 11, 2025, http://virtual-bruneidarussalam.blogspot.com/2013/03/the-welfare-system-of-brunei-darussalam.html
  12. Fiscal Rules: International Strategies for Managing Government Debt and Deficits, diakses September 11, 2025, https://bipartisanpolicy.org/issue-brief/fiscal-rules-international-strategies-for-managing-government-debt-and-deficits/
  13. Economic Blueprint for Brunei Darussalam – Department of …, diakses September 11, 2025, https://deps.mofe.gov.bn/DEPD%20Documents%20Library/NDP/BDEB/Econ_Blueprint.pdf
  14. The ‘rentier mentality’, 30 years on: evidence from survey data, diakses September 11, 2025, https://eprints.lse.ac.uk/103042/1/Steffen_Manuscript_Copyedited_SH_17_Dec_clean.pdf
  15. Social engineering in rentier states – Project on Middle East Political Science, diakses September 11, 2025, https://pomeps.org/social-engineering-in-rentier-states
  16. APEC New Strategy for Structural Reform: Economy Priorities and Progress Assessment Measures,, diakses September 11, 2025, https://www.apec.org/docs/default-source/Publications/2011/11/APEC-New-Strategy-for-Structural-Reform-Economy-Priorities-and-Progress-Assessment-Measures/TOC/Brunei-Darussalam.pdf
  17. Timor-Leste Economic Diversification Pathways – Squarespace, diakses September 11, 2025, https://static1.squarespace.com/static/61b14c4abbc81a1543f55180/t/66ebe7e1da1a206c45a70ccb/1726736366832/Timor-Leste+Economic+Diversification+Pathways_LR.pdf
  18. Timor-Leste Petroleum Fund – IFSWF, diakses September 11, 2025, https://ifswf.org/members/timor-leste
  19. Investing for the Future: Timor-Leste’s Petroleum Fund – Natural Resource Governance Institute, diakses September 11, 2025, https://resourcegovernance.org/sites/default/files/documents/investing-for-the-future-timor-lestes-petroleum-fund.pdf
  20. Timor-Leste’s financial cliff draws closer in 2025 | East Asia Forum, diakses September 11, 2025, https://eastasiaforum.org/2025/01/27/timor-lestes-financial-cliff-draws-closer-in-2025/
  21. Can Timor Leste Avoid the Resource Curse – Lao Hamutuk, diakses September 11, 2025, https://www.laohamutuk.org/Oil/curse/04curse.htm
  22. The Resource Curse, diakses September 11, 2025, https://resourcegovernance.org/sites/default/files/nrgi_Resource-Curse.pdf
  23. 11-05 Dependency/regime – Lao Hamutuk, diakses September 11, 2025, https://www.laohamutuk.org/OilWeb/LHpubs/LHB6-4.html
  24. Great Expectations Hang on New Government to Steer Timor-Leste’s Economy – World Bank, diakses September 11, 2025, https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2023/08/24/great-expectations-hang-on-new-government-to-steer-timor-leste-economy
  25. People’s Republic of China—Macao Special Administrative Region in: IMF Staff Country Reports Volume 2024 Issue 142 (2024), diakses September 11, 2025, https://www.elibrary.imf.org/view/journals/002/2024/142/article-A001-en.xml
  26. Development Issues And Directions Of Macau’s Gaming Industry – Analysis, diakses September 11, 2025, https://www.eurasiareview.com/16012025-development-issues-and-directions-of-macaus-gaming-industry-analysis/
  27. The Impact of Macao’s Gaming Industry on Family Life – OpenEdition Journals, diakses September 11, 2025, https://journals.openedition.org/chinaperspectives/603
  28. Macao’s diversification drive shows promise for the future – China Daily HK, diakses September 11, 2025, https://www.chinadailyhk.com/hk/article/600518
  29. Economic diversification away from gaming, a clear directive from Chinese gov’t: Sam Hou Fai | AGB, diakses September 11, 2025, https://agbrief.com/news/macau/28/08/2024/economic-diversification-away-from-gaming-a-clear-directive-from-chinese-govt-macau-canditate-sam-hou-fai/
  30. Compare Macau To Brunei – IfItWereMyHome.com, diakses September 11, 2025, https://www.ifitweremyhome.com/compare/MO/BN
  31. Timor-Leste’s ASEAN Accession amid Global Power Rivalries: Navigating the Opportunities and Challenges Ahead, diakses September 11, 2025, https://www.nbr.org/publication/timor-lestes-asean-accession-amid-global-power-rivalries-navigating-the-opportunities-and-challenges-ahead/
  32. Timor-Leste: Background and U.S. Relations – Congress.gov, diakses September 11, 2025, https://www.congress.gov/crs-product/IF10320
  33. The Consequences of Debt | The U.S. House Committee on the Budget, diakses September 11, 2025, https://budget.house.gov/press-release/the-consequences-of-debt
  34. Adopting Financial Policies – GFOA, diakses September 11, 2025, https://www.gfoa.org/materials/adopting-financial-policies
  35. Dilema Defisit APBN Serta Solusi Mengatasinya Pembangunan Infrastruktur Pelayanan Dasar: Antara Kebijakan RefocusingAnggaran dan – DPR RI, diakses September 11, 2025, https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/buletin-apbn/public-file/buletin-apbn-public-119.pdf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.