Fenomena kudeta politik sebagai mekanisme perubahan kekuasaan yang kerap kali bersifat destruktif dan tidak sah. Dengan menggunakan studi kasus dari berbagai belahan dunia, laporan ini mengidentifikasi pola umum dan karakteristik unik dari setiap peristiwa. Kudeta, yang didefinisikan sebagai perebutan kekuasaan secara paksa oleh kelompok elit kecil, dibedakan secara fundamental dari revolusi yang melibatkan mobilisasi massa skala besar. Berbagai tipologi kudeta, seperti yang diusulkan oleh Samuel P. Huntington, memberikan kerangka analitis untuk memahami motivasi di baliknya, mulai dari penegakan ketertiban, ambisi militer, hingga penolakan terhadap kelompok politik tertentu.
Analisis komparatif menunjukkan bahwa kudeta sering kali menjadi instrumen kebijakan luar negeri, seperti yang terlihat pada peran intervensi Amerika Serikat dalam kudeta Chili 1973. Sementara itu, kasus-kasus di Asia Tenggara dan Afrika menyoroti pola kudeta berulang sebagai indikasi kerapuhan institusi politik. Di Indonesia, Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 menjadi kasus yang sangat kompleks. Peristiwa ini, yang secara teknis merupakan upaya kudeta yang gagal, justru dimanfaatkan sebagai momentum untuk melancarkan “kudeta merayap” yang lebih berhasil oleh Mayor Jenderal Soeharto, mengakhiri rezim Orde Lama dan memulai era otoriter selama tiga dekade.
Implikasi jangka panjang dari kudeta mencakup ketidakstabilan politik, kemerosotan ekonomi, dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas. Analisis dampak pasca-kudeta di Myanmar, yang menyebabkan krisis ekonomi dan kemanusiaan, beresonansi dengan konsekuensi tragis Peristiwa 1965 di Indonesia. Pembantaian massal terhadap orang-orang yang dituduh terkait komunis tidak hanya menimbulkan trauma mendalam tetapi juga memiliki dampak berkelanjutan terhadap tatanan sosial, termasuk diskriminasi dan pemutusan akses pendidikan bagi korban dan keturunan mereka. Laporan ini menyimpulkan bahwa kudeta adalah fenomena multi-faktor yang merusak fondasi demokrasi dan sering kali memicu kekerasan serta ketidakstabilan yang berkepanjangan.
Memahami Fenomena Kudeta dalam Sejarah Politik Modern
Kudeta atau coup d’état adalah salah satu mekanisme perubahan kekuasaan yang paling dramatis dan sering kali brutal dalam sejarah politik modern. Secara etimologis, istilah ini berasal dari bahasa Prancis yang berarti “pukulan terhadap negara”. Dalam ilmu politik, kudeta didefinisikan sebagai usaha pengambilalihan kekuasaan secara paksa dan ilegal, yang biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil elit militer atau politik. Kudeta sering kali terjadi tanpa kekerasan atau kehendak rakyat, dan berhasilnya suatu kudeta sering kali bergantung pada seberapa cepat para konspirator dapat mengkonsolidasikan kontrol atas pusat-pusat kekuasaan.
Pemahaman mendalam tentang kudeta memerlukan pembedaan yang jelas dari fenomena politik serupa, seperti revolusi. Meskipun keduanya melibatkan penggantian pemerintahan, kudeta dan revolusi memiliki skala partisipasi yang sangat berbeda. Revolusi, seperti Revolusi Prancis atau Revolusi Bolshevik, membutuhkan mobilisasi orang dalam jumlah besar untuk menciptakan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang fundamental. Sebaliknya, kudeta dapat dilakukan oleh segelintir orang, bahkan oleh satu orang saja. Perbedaan ini sangat krusial dalam menganalisis kasus-kasus tertentu, di mana peristiwa kudeta yang gagal justru menjadi pemicu bagi perubahan rezim yang lebih besar, namun dengan cara yang tidak terduga.
Samuel P. Huntington, seorang ilmuwan politik terkemuka, mengklasifikasikan kudeta menjadi tiga jenis utama, yang memberikan kerangka analitis untuk memahami motivasi di balik setiap peristiwa :
- Breakthrough Coup d’état: Jenis kudeta ini terjadi ketika militer melancarkan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan tradisional yang dianggap korup atau tidak efektif. Tujuannya adalah untuk menciptakan elit birokrasi baru yang dapat memodernisasi dan memajukan negara.
- Guardian Coup d’état: Kudeta ini dilakukan oleh militer dengan dalih untuk menegakkan tatanan publik dan alasan-alasan yang melekat pada patriotisme. Militer memposisikan dirinya sebagai penjaga atau pelindung negara dari kegagalan para pemimpin sipil dalam mengelola pemerintahan, ekonomi, atau keamanan.
- Veto Coup d’état: Jenis kudeta ini terjadi ketika militer menolak atau memveto eksistensi kelompok-kelompok politik tertentu yang dianggap mengancam kepentingan mereka atau tatanan yang ada. Kudeta ini sering kali berkonfrontasi dengan kekuatan politik oposisi dan bertujuan untuk mencegah kelompok tersebut naik ke tampuk kekuasaan.
Selain klasifikasi Huntington, kudeta juga dapat dibedakan berdasarkan aktor yang terlibat, seperti kudeta militer yang dilakukan oleh kelompok bersenjata atau kudeta sipil yang dilakukan oleh individu atau kelompok non-militer. Kudeta juga dapat terjadi di tingkat regional atau lokal, di mana sebuah kelompok mencoba mengambil alih kendali atas suatu wilayah tertentu. Pemahaman atas tipologi ini menjadi kunci untuk menganalisis setiap peristiwa kudeta secara lebih cermat dan komprehensif.
Studi Kasus Kudeta di Berbagai Belahan Dunia: Analisis Komparatif
Kudeta bukanlah fenomena yang terisolasi pada satu wilayah, melainkan telah menjadi bagian dari sejarah politik global di berbagai benua. Analisis komparatif dari beberapa studi kasus menunjukkan pola, pemicu, dan konsekuensi yang beragam dari setiap peristiwa.
Amerika Latin: Kudeta Chili 1973 dan Peran Intervensi Eksternal
Salah satu contoh kudeta yang paling terkenal di Amerika Latin adalah kudeta militer di Chili pada 11 September 1973. Kudeta ini menggulingkan pemerintahan sosialis yang dipimpin oleh Presiden Salvador Allende, yang terpilih secara demokratis. Peristiwa ini dipimpin oleh Jenderal Augusto Pinochet dan secara drastis mengubah arah politik Chili, yang kemudian jatuh ke dalam rezim otoriter.
Peristiwa kudeta di Chili sangat penting untuk memahami dimensi intervensi eksternal dalam kudeta politik. Berbagai sumber, termasuk dokumen yang telah dideklasifikasi, secara gamblang mengungkapkan peran Amerika Serikat (AS) dan Central Intelligence Agency (CIA) dalam mendukung dan memelopori kudeta tersebut. Informasi yang dirilis oleh CIA, seperti yang diungkapkan oleh Direktur CIA William Colby, menunjukkan bahwa lembaga tersebut telah menghabiskan jutaan dolar selama bertahun-tahun untuk menentang dan kemudian menggulingkan pemerintahan Allende.
Intervensi ini mencakup berbagai bentuk destabilisasi yang terstruktur. Dokumen menunjukkan bahwa CIA memberikan dana kepada kandidat sayap kanan dalam pemilihan, menyuap anggota kongres Chili, dan mengucurkan jutaan dolar untuk “destabilisasi politik” hanya beberapa minggu sebelum kudeta terjadi. Selain itu, CIA juga mendanai demonstrasi anti-pemerintah, membeli stasiun radio, dan mensubsidi surat kabar sayap kanan. Terdapat juga bukti bahwa CIA terlibat dalam pendanaan, pelatihan, dan mempersenjatai kelompok fasis yang dikenal sebagai Patria y Libertad. Peran AS dalam kudeta Chili menjadi contoh nyata dari sebuah kudeta yang bukan semata-mata produk dinamika internal, melainkan instrumen geopolitik yang digunakan oleh kekuatan eksternal untuk melenyapkan rezim yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan ideologis dan ekonominya.
Asia Tenggara: Pola Kudeta Berulang di Thailand dan Myanmar
Asia Tenggara juga menjadi panggung bagi sejumlah peristiwa kudeta. Thailand, misalnya, tercatat mengalami kudeta militer berulang, salah satunya pada 20 September 2006. Pola kudeta yang berulang ini sering kali menjadi gejala ketidakstabilan institusional yang mendalam, di mana militer melihat dirinya sebagai penjaga kekuasaan politik, alih-alih berada di bawah kendali sipil.
Contoh yang lebih baru adalah kudeta militer di Myanmar pada 1 Februari 2021. Pihak militer yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing menahan para pemimpin sipil yang baru terpilih, termasuk Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dengan dalih adanya kecurangan pemilu. Kudeta ini mengakhiri transisi demokrasi yang sulit dicapai dan mengembalikan Myanmar ke bawah kendali militer, mengulangi pola kekuasaan yang telah berlangsung sejak 1962.
Timur Tengah dan Afrika: Dari Kudeta Ba’athis hingga Gelombang Kudeta Terbaru
Di Timur Tengah, Kudeta Suriah 1963 merupakan contoh dari kudeta yang berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan oleh sebuah partai politik. Kudeta pada 8 Maret 1963 ini dipimpin oleh Komite Militer Cabang Regional Suriah dari Partai Sosialis Arab Ba’ath dan mengakhiri pemerintahan sipil. Peristiwa ini diilhami oleh kudeta militer serupa yang berhasil dilakukan oleh Cabang Regional Irak.
Dalam beberapa tahun terakhir, benua Afrika telah diguncang oleh gelombang kudeta militer, termasuk di Mali (dua kali pada 2020 dan 2021), Guinea (2021), Sudan (2021), Burkina Faso (2022), dan Gabon (2023). Kasus Gabon, yang mengakhiri kekuasaan dinasti keluarga Bongo selama hampir enam dekade pada 30 Agustus 2023, memberikan nuansa yang unik. Kudeta ini disambut dengan perayaan oleh sebagian warga di ibu kota Libreville, yang merasa dibebaskan dari rezim yang telah berkuasa sangat lama. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kudeta, meskipun ilegal dan antidemokratis, dapat secara paradoks dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai tindakan yang diperlukan untuk mengakhiri kekuasaan yang korup, stagnan, dan otoriter.
Kudeta di Indonesia: Analisis Mendalam Peristiwa G30S 1965
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 adalah salah satu episode paling kontroversial dan tragis dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini tidak hanya mengakhiri rezim Orde Lama tetapi juga menjadi fondasi bagi berdirinya rezim Orde Baru yang bertahan selama lebih dari tiga puluh tahun.
Konteks Politik dan Ideologi Pra-1965
Situasi politik di Indonesia pada awal 1960-an sangat tegang. Pemerintahan Presiden Soekarno yang bersifat otoriter melibatkan konflik dengan berbagai kelompok politik, termasuk kelompok Islam, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di tengah ketegangan ini, PKI yang dipimpin oleh Dipa Nusantara (DN) Aidit mengalami pertumbuhan pesat. Partai ini memanfaatkan ketidakpuasan sosial dan ekonomi, termasuk inflasi yang tinggi, untuk memperluas pengaruhnya di kalangan buruh dan petani.
Di sisi lain, terdapat ketidakharmonisan yang tajam antara PKI dan TNI Angkatan Darat, yang memiliki pandangan politik yang berseberangan. Dalam konteks inilah, rumor tentang “Dewan Jenderal,” sebuah kelompok jenderal yang diduga akan melancarkan kudeta terhadap Soekarno, beredar di kalangan PKI dan pemerintah. Rumor inilah yang disebut-sebut menjadi salah satu pemicu gerakan G30S.
Kronologi Peristiwa, Aktor Kunci, dan Korban
Pada malam 30 September 1965, sekelompok konspirator militer yang menamakan diri mereka Gerakan 30 September berkumpul di Jakarta dengan tujuan menculik dan membunuh tujuh jenderal Angkatan Darat. Gerakan ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Syamsuri, yang merupakan bagian dari pengawal presiden, serta DN Aidit dan kelompoknya.
Saat fajar 1 Oktober 1965, enam jenderal berhasil diculik dan dibunuh, sementara Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil melarikan diri. Para perwira yang gugur, yang kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi, adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo, dan Kolonel Katamso Darmokusumo. Jasad mereka, bersama dengan Kapten Pierre Tendean, ditemukan di sebuah sumur di daerah Lubang Buaya.
Pada pagi harinya, gerakan ini mengumumkan telah mengambil alih kekuasaan untuk mencegah kudeta oleh “Dewan Jenderal”. Namun, kudeta ini tidak berjalan sesuai rencana. Mayor Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), dengan cepat mengambil alih komando dan berhasil menumpas gerakan tersebut dalam beberapa hari.
Kontroversi Dalang dan Perspektif Sejarah Alternatif
Peristiwa G30S tetap menjadi topik kontroversi, dan identitas dalang utama di baliknya masih diperdebatkan. Berbagai teori telah muncul, menantang narasi tunggal yang dominan selama era Orde Baru:
- Teori PKI sebagai Dalang Tunggal: Ini adalah narasi resmi yang didukung oleh rezim Orde Baru. Menurut teori ini, yang dikemukakan oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, para tokoh PKI, khususnya DN Aidit, bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan kudeta. Tujuannya adalah untuk menggulingkan Soekarno dan mendirikan negara komunis.
- Teori Konflik Internal TNI AD: Teori ini diungkapkan oleh sejarawan Benedict Anderson dan Ruth McVey, yang berpendapat bahwa G30S berakar dari perpecahan di dalam tubuh Angkatan Darat sendiri. Gerakan ini dipandang sebagai pemberontakan perwira muda yang tidak puas dengan jenderal di Jakarta yang dianggap korup dan pro-Barat.
- Teori Keterlibatan Soeharto: Teori ini mengajukan pertanyaan tentang mengapa Soeharto, sebagai perwira tinggi yang berkuasa, tidak menjadi target penculikan. Teori ini menyatakan bahwa Soeharto mungkin telah mengetahui rencana pemberontakan dan membiarkannya terjadi untuk kemudian menggunakannya sebagai alasan untuk menyingkirkan lawan politik dan merebut kekuasaan secara bertahap. Peristiwa G30S, dalam pandangan ini, adalah “dalih” yang digunakan Soeharto untuk melancarkan “kudeta merayap” terhadap Soekarno.
- Teori Keterlibatan Eksternal (CIA dan AS): Teori ini berargumen bahwa CIA terlibat dalam mendukung Angkatan Darat untuk menghancurkan PKI dan menggulingkan Soekarno, yang dianggap terlalu dekat dengan blok komunis.
Ketidakjelasan dan berbagai teori yang ada menunjukkan bahwa G30S bukanlah satu peristiwa yang terisolasi, melainkan titik awal dari sebuah perebutan kekuasaan yang lebih besar. Meskipun G30S gagal sebagai sebuah kudeta, kegagalan tersebut segera dimanfaatkan oleh Soeharto yang berhasil mengkonsolidasikan kekuasaannya melalui serangkaian langkah politik, mulai dari penumpasan gerakan, penerimaan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), hingga pengangkatan dirinya sebagai presiden.
| Teori Dalang G30S | Aktor Utama yang Diusulkan | Argumen Pendukung |
| PKI | D.N. Aidit, Partai Komunis Indonesia | Narasi resmi Orde Baru. Tujuannya menggulingkan Soekarno dan mendirikan negara komunis. |
| Konflik Internal TNI AD | Perwira muda TNI AD (Anderson & McVey) | G30S berakar dari perpecahan internal di tubuh Angkatan Darat, yang mana perwira muda muak dengan jenderal yang korup dan pro-Barat. |
| Keterlibatan Eksternal (AS/CIA) | CIA, Pemerintah AS | Kekhawatiran AS akan komunisme di Indonesia. CIA disebut membantu AD dan memberi dana untuk menghancurkan PKI dan melengserkan Soekarno. |
| Soekarno | Presiden Soekarno | G30S adalah skenario Soekarno untuk menyingkirkan kekuatan oposisi dari Angkatan Darat, yang ia manfaatkan dengan hubungan baiknya dengan PKI. |
| Soeharto | Mayor Jenderal Soeharto | Teori ini mempertanyakan mengapa Soeharto tidak menjadi target dan bagaimana ia menggunakan peristiwa ini sebagai dalih untuk mengambil alih kekuasaan secara bertahap dari Presiden Soekarno. |
Implikasi Jangka Panjang Kudeta: Politik, Ekonomi, dan Kemanusiaan
Dampak kudeta jauh melampaui perubahan rezim semata. Peristiwa-peristiwa ini sering kali memicu konsekuensi yang mendalam dan berkepanjangan pada stabilitas politik, perekonomian, dan hak asasi manusia suatu negara.
Implikasi Politik dan Stabilitas Rezim
Secara politik, kudeta mengarah pada perubahan rezim yang tidak sah, merusak fondasi demokrasi dan supremasi hukum. Peristiwa G30S di Indonesia adalah contoh klasik di mana kudeta menjadi fondasi bagi pembentukan rezim otoriter. Penumpasan gerakan tersebut memungkinkan Soeharto untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya secara bertahap, yang berujung pada era Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun. Dalam rezim ini, kebebasan berekspresi dan berideologi dibatasi, dan kekuatan militer menjadi pilar utama kekuasaan.
Konsekuensi Ekonomi Pasca-Kudeta
Kudeta juga memiliki dampak yang merusak pada perekonomian. Kasus Myanmar pasca-kudeta militer 2021 menunjukkan bagaimana perebutan kekuasaan secara paksa dapat memicu krisis ekonomi yang parah. Negara tersebut mengalami inflasi tinggi, krisis perbankan, dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Pasokan bahan makanan juga terganggu, yang semakin memperburuk kondisi hidup masyarakat. Sebagai respons, dunia internasional, seperti Amerika Serikat, menangguhkan perjanjian perdagangan dan negara-negara tetangga, seperti Thailand, memutuskan hubungan, yang semakin memperburuk kondisi ekonomi di Myanmar.
Krisis Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Salah satu dampak yang paling tragis dari kudeta adalah pelanggaran HAM yang meluas. Di Myanmar, kudeta 2021 menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan ribuan orang tewas akibat protes, puluhan ribu ditahan tanpa pengadilan, dan tindakan represif seperti penangkapan massal dan penyiksaan menjadi hal yang umum. Krisis ini memicu eksodus pengungsi dan menarik perhatian organisasi HAM internasional yang berupaya mendokumentasikan pelanggaran tersebut.
Di Indonesia, tragedi kemanusiaan yang terjadi setelah penumpasan G30S jauh lebih besar. Pembantaian massal yang menargetkan anggota dan simpatisan PKI menyebabkan ratusan ribu hingga lebih dari satu juta orang kehilangan nyawa. Kekerasan ini tidak hanya terbatas pada eksekusi, tetapi juga menciptakan trauma sosial yang mendalam dan berkelanjutan.
Salah satu dampak yang paling meresahkan adalah konsekuensi jangka panjangnya terhadap pendidikan. Laporan-laporan menunjukkan bahwa pelanggaran HAM pasca-1965 secara substansial merusak peluang pendidikan bagi generasi muda. Anak-anak dari keluarga korban atau mereka yang dicurigai terlibat dengan PKI mengalami diskriminasi, pengucilan, dan penolakan dari institusi pendidikan. Gejolak politik dan kekerasan di lingkungan sekolah dan kampus juga mengganggu proses belajar. Dampak ini menciptakan ketidaksetaraan pendidikan yang berkelanjutan, memutus rantai pendidikan bagi banyak individu dan menghambat mobilitas sosial dan ekonomi mereka. Ini menunjukkan bagaimana sebuah kudeta tidak hanya mengubah lanskap politik, tetapi juga secara fundamental mengubah struktur sosial dan memengaruhi nasib generasi mendatang.
| Perbandingan Dampak Kudeta | Myanmar 2021 | Indonesia 1965 |
| Konteks Politik | Mengakhiri transisi demokrasi rapuh, mengembalikan kekuasaan militer. | Menjadi dalih untuk mengakhiri rezim Soekarno dan mendirikan Orde Baru yang otoriter. |
| Dampak Ekonomi | Inflasi, kemiskinan, krisis perbankan, pertumbuhan ekonomi lambat. | Menjadi momentum bagi pembukaan pintu eksploitasi kapitalisme internasional. |
| Pelanggaran HAM | Krisis kemanusiaan, penangkapan massal, penyiksaan, dan eksodus pengungsi. | Pembantaian massal yang menewaskan ratusan ribu hingga jutaan orang. |
| Dampak Pendidikan | Proses belajar terganggu karena ketidakstabilan. | Diskriminasi dan pemutusan karir pendidikan bagi mereka yang dituduh terlibat komunisme, yang berdampak pada generasi berikutnya. |
Kesimpulan
Analisis komprehensif terhadap sejarah kudeta di berbagai negara menunjukkan bahwa peristiwa ini adalah fenomena politik yang kompleks dan memiliki konsekuensi yang jauh melampaui perebutan kekuasaan semata. Kudeta dapat dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari ambisi militer, ketidakstabilan politik dan ekonomi, hingga intervensi kekuatan eksternal. Namun, terlepas dari pemicunya, kudeta hampir selalu mengarah pada erosi demokrasi, ketidakstabilan jangka panjang, dan pelanggaran hak asasi manusia yang masif.
Kasus G30S 1965 di Indonesia adalah salah satu contoh paling berharga dan rumit dalam kajian kudeta global. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana sebuah kudeta yang gagal dapat secara strategis dimanfaatkan sebagai alasan untuk melakukan “kudeta merayap” yang lebih berhasil, mengantarkan sebuah bangsa ke dalam rezim otoriter selama beberapa dekade. Konsekuensi dari peristiwa ini, terutama dalam bentuk pembantaian massal dan dampak berkelanjutan terhadap pendidikan, menegaskan bahwa kudeta tidak hanya mengubah peta politik, tetapi juga meninggalkan luka mendalam yang memengaruhi struktur sosial dan masa depan suatu bangsa selama beberapa generasi. Oleh karena itu, memahami sejarah kudeta secara bernuansa, dengan mempertimbangkan berbagai perspektif dan konsekuensinya yang luas, adalah hal yang krusial untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.
Daftar Pustaka :
- Apa Itu Kudeta? Ketahui Pengertian, Jenis, dan Contohnya | kumparan.com, accessed September 3, 2025, https://m.kumparan.com/pengertian-dan-istilah/apa-itu-kudeta-ketahui-pengertian-jenis-dan-contohnya-242fO9pL12I
- Kudeta Adalah Upaya Perebutan Kekuasaan, Ini Contoh Negara yang Mengalami, accessed September 3, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6470527/kudeta-adalah-upaya-perebutan-kekuasaan-ini-contoh-negara-yang-mengalami
- Animo Amerika Serikat di Chili: Aksentuasi Pemerintahan Salvador …, accessed September 3, 2025, http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/212924
- Chile – Coup d’État, 1973 | National Security Archive, accessed September 3, 2025, https://nsarchive.gwu.edu/events/chile-coup-detat-1973?page=3
- CIA ROLE IN CHILE EXPOSED, accessed September 3, 2025, https://www.cia.gov/readingroom/docs/CIA-RDP09T00207R001000020093-1.pdf
- Krisis Keamanan Internasional yang Diciptakan oleh … – APPIHI, accessed September 3, 2025, https://ejournal.appihi.or.id/index.php/Parlementer/article/download/676/802/3606
- 6 Negara yang Pernah Alami Kudeta Militer, Mana Saja?, accessed September 3, 2025, https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/02/204630565/6-negara-yang-pernah-alami-kudeta-militer-mana-saja?page=all
- Kudeta di Myanmar: Kronologi Peristiwa, Dampak Sosial-Politik …, accessed September 3, 2025, https://ojs.daarulhuda.or.id/index.php/MHI/article/download/1863/2015
- Retorika – Kolibi, accessed September 3, 2025, https://jurnal.kolibi.org/index.php/retorika/article/download/1341/1286/5279
- Daftar Negara Afrika yang Diguncang Kudeta dalam 3 Tahun Terakhir, accessed September 3, 2025, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20230831132330-127-992899/daftar-negara-afrika-yang-diguncang-kudeta-dalam-3-tahun-terakhir
- Daftar Negara yang Dikudeta Militer Tahun 2023 Selain Gabon, accessed September 3, 2025, https://tirto.id/daftar-negara-yang-dikudeta-militer-tahun-2023-selain-gabon-gPyW
- Kenapa G30S PKI Bisa Terjadi? Ini Sejarah dan Latar Belakangnya – CNN Indonesia, accessed September 3, 2025, https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20240919103214-569-1145933/kenapa-g30s-pki-bisa-terjadi-ini-sejarah-dan-latar-belakangnya
- Peran Soeharto dalam Penumpasan G30S/PKI – Fakultas Hukum UMSU, accessed September 3, 2025, https://fahum.umsu.ac.id/info/peran-soeharto-dalam-penumpasan-g30s-pki/
- 6 Teori Dalang Peristiwa G30S PKI, Siapa Tokoh yang Ada di Baliknya? – detikcom, accessed September 3, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7558151/6-teori-dalang-peristiwa-g30s-pki-siapa-tokoh-yang-ada-di-baliknya
- September 30th Movement | Indonesian History, Political Uprising …, accessed September 3, 2025, https://www.britannica.com/event/September-30th-Movement
- Mengenang Sejarah Singkat G 30 S PKI – Kalurahan Pleret, accessed September 3, 2025, https://pleret.id/mobile/berita/3785
- 5 Teori G30S 1965 soal Dalang Upaya Kudeta dan Pembunuhan Jenderal TNI AD, accessed September 3, 2025, https://www.tribunnews.com/nasional/2023/09/30/5-teori-g30s-1965-soal-dalang-upaya-kudeta-dan-pembunuhan-jenderal-tni-ad
- Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto – Institut Sejarah Sosial Indonesia, accessed September 3, 2025, https://www.sejarahsosial.org/issi_pdf/DalihPembunuhanMassal.pdf
- GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965 DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT SEJARAH MARXISME – Neliti, accessed September 3, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/80586-ID-gerakan-30-september-1965-dalam-perspekt.pdf