Tulisan ini menyajikan analisis mendalam tentang pemikiran Nurcholish Madjid, seorang intelektual Muslim terkemuka di Indonesia yang dikenal sebagai Cak Nur. Sosoknya memainkan peran fundamental dalam arsitektur neo-modernisme Islam di Tanah Air, sebuah gerakan yang berupaya mempromosikan pembaruan pemikiran Islam (tajdid) yang bersifat inklusif, rasional, dan sangat relevan dengan konteks keindonesiaan yang majemuk. Perannya yang menonjol dan kontribusinya yang substansial dalam wacana Islam modern membuatnya dihormati sebagai “guru bangsa”. Tulisan ini bertujuan untuk menggali fondasi teologis, mengurai konsep-konsep kunci, dan mengevaluasi warisan intelektualnya yang terus aktual hingga kini.
Analisis dalam tulisan ini didasarkan pada studi kualitatif terhadap karya-karya utamanya, seperti Islam Doktrin dan Peradaban dan Islam Kemodernan dan Keindonesiaan , serta berbagai studi sekunder yang mengulas pemikirannya. Metodologi ini memungkinkan penelusuran secara cermat terhadap struktur pemikirannya, koherensi internal, dan relevansinya dalam menghadapi tantangan kontemporer, seperti menguatnya politik identitas dan radikalisme. Dengan memahami logika di balik setiap gagasan Cak Nur, tulisan ini berharap dapat memberikan perspektif yang komprehensif dan objektif tentang signifikansi pemikirannya bagi masyarakat Indonesia dan dunia Muslim secara umum.
Jejak Sang Pembaru: Biografi Intelektual Nurcholish Madjid
Bagian ini menyajikan narasi perjalanan intelektual Nurcholish Madjid, mulai dari akar-akarnya di tradisi pesantren hingga posisinya sebagai pemikir global. Perjalanan ini merupakan kunci untuk memahami mengapa pemikirannya memiliki daya tahan dan resonansi yang kuat.
Akar Tradisional dan Peran Awal
Nurcholish Madjid dilahirkan pada 17 Maret 1939, di Jombang, Jawa Timur, dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga kiai yang terpandang dengan latar belakang budaya pesantren. Latar belakang ini memberinya pemahaman yang mendalam dan otentik tentang tradisi keilmuan Islam klasik, termasuk penguasaan terhadap literatur Islam dan metodologi berpikirnya. Jaringan dan pemahaman yang ia peroleh dari lingkungan ini sangat penting, karena memberinya legitimasi untuk berdialog dengan kalangan tradisionalis, yang seringkali mencurigai gagasan-gagasan pembaruan yang dianggap berasal dari Barat.
Pengalaman awalnya tidak hanya terbatas pada lingkungan pesantren. Cak Nur juga merupakan seorang pemimpin Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia pada masanya. Perannya dalam HMI menempatkannya di garis depan pergulatan intelektual dan politik yang sedang terjadi, di mana ia berinteraksi dengan berbagai ideologi modern. Perpaduan antara tradisi dan modernitas ini menjadikannya sosok hibrida yang unik. Ia tidak hanya memahami kekayaan tradisi Islam, tetapi juga menyadari tantangan yang dihadapi umat Islam dalam menghadapi dinamika sosial, politik, dan keilmuan modern. Kedudukan ganda ini, sebagai jembatan antara dua kutub pemikiran, menjadi landasan bagi pendekatan neo-modernisme yang kemudian ia kembangkan.
Pengalaman di Chicago dan Pengaruh Ibnu Taimiyyah
Titik balik paradigmatik dalam pemikiran Cak Nur terjadi selama studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Di sana, ia menyelesaikan disertasinya yang berjudul Ibnu Taimiyyah On Kalam And Falsafah: Problem Of Reason and Revealation In Islam. Kajiannya terhadap Ibnu Taimiyyah, seorang teolog dan pemikir Islam klasik yang terkenal dengan kritik tajamnya terhadap filsafat dan ilmu kalam yang dipengaruhi Helenisme, sangat memengaruhi cara pandangnya. Ibnu Taimiyyah menolak unsur-unsur eksternal yang dianggap mencemari kemurnian ajaran Islam, sebuah semangat puritanisme yang sangat resonan dengan kegelisahan Cak Nur terhadap praktik keagamaan yang statis dan tidak rasional di Indonesia.
Pemahaman radikalnya tentang tauhid, yang kemudian menjadi simpul utama seluruh pemikirannya, adalah hasil dari pengaruh ini. Cak Nur mengambil semangat pemurnian Ibnu Taimiyyah, yang menolak segala bentuk penyucian terhadap hal-hal selain Tuhan, dan menerapkannya pada masalah-masalah kontemporer. Ini adalah alasan mengapa ia menolak gagasan “negara Islam,” karena baginya, gagasan ini mensakralkan konsep temporal yang seharusnya bersifat duniawi dan nisbi. Dengan demikian, fondasi pembaruan yang ia usung bukanlah impor ideologi Barat, melainkan pembacaan ulang yang mendalam terhadap tradisi Islam itu sendiri, sebuah pendekatan yang mengakar kuat pada skripturalisme, sesuai dengan pengaruh Ibnu Taimiyyah.
Paramadina sebagai Inkubator Pemikiran
Pada tahun 1986, Cak Nur mendirikan Yayasan Wakaf Paramadina, sebuah lembaga pendidikan dan pencerahan yang bertujuan memadukan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Paramadina tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan formal, tetapi juga sebagai laboratorium pemikiran untuk menguji dan menyebarluaskan gagasan-gagasan Cak Nur. Forum diskusi yang diadakan di Paramadina membahas isu-isu yang seringkali dianggap tabu dan sensitif di ruang publik, seperti perkawinan antaragama, dialog antariman, dan memberikan ucapan selamat hari raya kepada non-Muslim.
Dengan mendirikan Paramadina, Cak Nur memanifestasikan gagasan teoretisnya ke dalam praksis intelektual. Ia menciptakan sebuah wadah yang memungkinkan dialog terbuka dan toleransi, yang merupakan model ideal dari masyarakat sipil (civil society) yang ia dambakan: terbuka, adil, dan beradab. Lembaga ini menjadi inkubator bagi generasi intelektual muda yang tertarik pada pemikiran Islam yang inklusif dan rasional. Melalui Paramadina, gagasan-gagasan Cak Nur tentang pluralisme, toleransi, dan dialog menemukan wadah konkret, menciptakan lingkaran umpan balik yang produktif antara teori dan praktik.
Fondasi Teologis dan Filosofis Pemikiran Cak Nur
Pemikiran Nurcholish Madjid berdiri di atas dua pilar teologis yang kokoh: konsep tauhid dan gagasan tentang manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Pilar-pilar ini saling terkait dan menjadi kunci untuk memahami seluruh arsitektur pemikirannya.
Tauhid: Simpul Segala Pemikiran
Tauhid, atau paham keesaan Tuhan, adalah episentrum dan simpul utama dari seluruh pemikiran Cak Nur. Baginya, hanya Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti dan mutlak. Sebagai konsekuensi logis, segala sesuatu selain Tuhan, termasuk institusi politik, tradisi keagamaan, bahkan klaim kebenaran absolut dari kelompok mana pun, bersifat nisbi atau relatif. Pandangan ini bukan hanya sekadar keyakinan teologis, tetapi juga landasan ontologis dan etis yang radikal untuk pembaruan.
Dari pemahaman tauhid yang mendalam ini, Cak Nur merumuskan premis-premis teologis yang menjadi dasar pemikirannya. Pertama, karena hanya Allah yang mutlak, maka segala bentuk pengsakralan terhadap hal-hal temporal dan duniawi dapat dianggap sebagai bentuk syirik. Kedua, untuk menghindari syirik dalam bentuk-bentuk yang halus, umat Islam harus membebaskan diri dari kecenderungan mensakralkan hal-hal yang seharusnya bersifat duniawi. Ketiga, pemahaman ini secara langsung melahirkan dua gagasan sentral Cak Nur: sekularisasi (sebagai proses desakralisasi) dan pluralisme. Pluralitas atau keragaman, bagi Cak Nur, adalah sunnatullah atau ketetapan Ilahi, yang secara logis harus ada sebagai antitesis terhadap keesaan mutlak Tuhan. Dengan demikian, pluralisme bukan ide yang diimpor dari luar, melainkan konsekuensi teologis dari pemurnian tauhid.
Manusia sebagai Khalifah
Selain tauhid, Cak Nur menekankan gagasan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Konsep ini memberikan legitimasi teologis yang kuat bagi modernitas dan kemajuan. Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk mengelola dan membangun peradaban di dunia, yang berarti manusia harus memanfaatkan akal dan ilmu pengetahuan sebagai anugerah Tuhan. Dengan menempatkan tugas-tugas duniawi sebagai bagian tak terpisahkan dari iman, Cak Nur menantang pandangan konservatif yang seringkali meremehkan kemajuan material dan menganggapnya kurang bernilai ukhrawi.
Manusia, sebagai khalifah, dituntut untuk berpikir rasional dan ilmiah untuk mencapai efisiensi dan kemajuan. Dalam pandangannya, modernisasi adalah sebuah keharusan karena ia identik dengan rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola pikir dan tata kerja yang tidak rasional dengan yang lebih logis dan efisien. Gagasan ini memperkuat posisinya yang menolak westernisasi secara total, karena ia berpendapat bahwa modernitas adalah semangat kemajuan yang universal, bukan sekadar meniru gaya hidup Barat. Dengan demikian, konsep khalifah menjadi mandat teologis yang mendorong umat Islam untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan peradaban global.
Analisis Mendalam atas Konsep-konsep Kunci
Tiga konsep kunci yang paling menonjol dalam pemikiran Cak Nur, yaitu sekularisasi, pluralisme, dan keindonesiaan, tidak dapat dipahami secara terpisah. Mereka merupakan bagian dari sebuah sistem pemikiran yang koheren, yang semuanya berakar pada pemahaman radikalnya terhadap tauhid.
Sekularisasi: Kontroversi dan Klarifikasi
Pada tahun 1970-an, Cak Nur memicu polemik besar dengan pidatonya yang mengusulkan “sekularisasi” sebagai jalan untuk membebaskan umat Islam dari keterbelakangan. Ia mengklarifikasi bahwa yang ia maksud bukanlah “sekularisme,” sebuah ideologi yang menolak agama, melainkan “sekularisasi” sebagai sebuah proses sosiologis yang identik dengan desakralisasi atau devaluasi radikal. Tujuannya adalah untuk “menduniawikan” nilai-nilai yang seharusnya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk “mengukhrawikannya” secara berlebihan.
Polemik ini adalah contoh klasik dari ketidaksepakatan yang berfokus pada terminologi alih-alih substansi. Kritikus, seperti H.M. Rasjidi, Endang Saefuddin Anshari, dan Faisal Ismail, menuduh gagasan ini sebagai “kekacauan berpikir” atau upaya menyesatkan umat karena istilah “sekularisasi” langsung diasosiasikan dengan ideologi sekuler Barat. Namun, terlepas dari perdebatan sengit tersebut, analisis menunjukkan adanya titik temu substansial antara Cak Nur dan Rasjidi, yaitu penolakan terhadap sekularisme dan dukungan terhadap pembaruan fikih Islam. Ini menunjukkan bahwa pada intinya, Cak Nur berupaya memurnikan agama dari bid’ah dan khurafat, sebuah tujuan yang sejalan dengan semangat puritanisme Ibnu Taimiyyah yang ia kaji mendalam. Polemik ini, yang dipicu oleh pilihan kata yang “tidak sengaja” , sesungguhnya menyoroti orisinalitas dan sifat disruptif dari pemikirannya pada masanya.
Pluralisme: Fondasi Teologis dan Kenegaraan
Nurcholish Madjid adalah salah satu pemikir utama yang mempopulerkan konsep pluralisme agama di Indonesia. Baginya, perbedaan agama adalah sebuah keniscayaan Ilahi (sunnatullah) yang harus diterima dan dihormati. Fondasi teologisnya terletak pada konsep kalimatun sawa’ atau “titik temu,” yaitu keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pluralisme, dalam pandangannya, merupakan konsekuensi logis dari pemahaman tauhidnya. Jika hanya Tuhan yang mutlak, maka klaim kebenaran absolut oleh suatu agama (eksklusivisme) adalah bentuk syirik.
Pemahaman ini mendorongnya untuk mengemukakan sikap inklusivisme, yang memungkinkan pengakuan keselamatan bagi non-Muslim berdasarkan esensi “penyerahan diri kepada Tuhan” (al-islām). Dialog antariman, bagi Cak Nur, bukan bertujuan untuk mengkonversi, melainkan untuk mencari pemahaman otentik dan kerjasama dalam proyek-proyek kemanusiaan. Dengan demikian, pluralisme bukan sekadar toleransi pasif, tetapi sebuah sikap aktif yang didasarkan pada keyakinan teologis yang mendalam, yaitu bahwa keragaman adalah kehendak Tuhan dan koeksistensi adalah tugas manusia sebagai khalifah.
Keindonesiaan: Islam dan Pancasila
Pemikiran Cak Nur tentang keindonesiaan merupakan proyek politik dan kultural yang monumental. Ia berargumen bahwa tidak ada lagi kesenjangan antara “keislaman dan keindonesiaan,” bahkan antara “Islam dan Pancasila”. Pandangan ini tercermin dalam slogannya yang terkenal: “Islam, yes, Partai Islam, no”. Slogan ini menolak gagasan formal “negara Islam” yang kaku dan mengalihkan fokus umat Islam dari perebutan kekuasaan politik ke pembangunan kultural.
Pada masa ketika terjadi ketegangan antara kelompok “Nasionalis-Muslim” yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara dan “Nasionalis-Sekuler,” Cak Nur menawarkan jalan keluar. Ia berargumen bahwa Islam harus berperan sebagai sumber nilai-nilai etis dan kultural untuk mengisi Pancasila, yang ia pandang sebagai ideologi terbuka. Tujuannya adalah untuk deideologisasi politik Islam dan mengarahkan umat pada peran yang lebih produktif dalam kerangka negara-bangsa yang majemuk. Dengan demikian, ia memberikan landasan teologis yang kokoh bagi umat Islam untuk menjadi warga negara yang utuh, berkontribusi pada kemajuan bangsa tanpa mengorbankan identitas keislaman mereka.
Warisan, Kritik, dan Relevansi Kontemporer
Warisan pemikiran Nurcholish Madjid tetap hidup dan relevan hingga kini, meskipun tidak luput dari kritik. Bagian ini mengevaluasi dampak pemikirannya dan menempatkannya dalam konteks tantangan kontemporer.
Kritik terhadap Pemikiran Cak Nur
Kritik terhadap Cak Nur datang dari berbagai tokoh dan kelompok, terutama dari kalangan yang merasa terancam oleh gagasan-gagasannya yang dianggap radikal. Tokoh-tokoh seperti H.M. Rasjidi, Faisal Ismail, dan aktivis Masyumi menuduh gagasannya sebagai “kekacauan berpikir” atau upaya untuk “menyesatkan” umat. Mereka berpendapat bahwa pemisahan antara “sekularisasi” dan “sekularisme” adalah hal yang absurd secara semantik.
Namun, kritik-kritik ini, pada kenyataannya, justru menunjukkan betapa orisinal dan disruptifnya pemikiran Cak Nur. Ia berani melakukan reinterpretasi radikal untuk menjembatani pemikiran modern dan tradisional, menggunakan metode yang mengakar pada tradisi intelektual Islam, seperti skripturalisme ala Ibnu Taimiyyah, untuk mencapai tujuan modernitas yang rasional. Kritik tersebut pada akhirnya gagal mematahkan substansi argumen Cak Nur, yang didasarkan pada landasan teologis yang solid.
Nurcholish Madjid sebagai Guru Bangsa
Terlepas dari kontroversi, Nurcholish Madjid diakui secara luas sebagai “guru bangsa”. Pemikirannya telah memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas sosial dan politik di Indonesia dengan menyediakan landasan teologis yang kokoh untuk pluralisme dan negara-bangsa. Gagasannya tentang moderasi beragama dan toleransi menjadi solusi jangka panjang dalam menghadapi ancaman radikalisme.
Pengaruhnya tidak hanya terbatas pada wacana publik, tetapi juga merambah ke dunia akademisi, di mana gagasan-gagasannya menjadi rujukan utama bagi para intelektual Muslim di Indonesia. Model “Islam kultural” yang ia usung, yang menekankan peran Islam sebagai sumber nilai-nilai etis dan pedoman moral, telah diadopsi dan dikembangkan oleh banyak kalangan.
Relevansi Pemikiran di Era Politik Identitas
Ide-ide Cak Nur semakin aktual dalam menghadapi tantangan globalisasi dan gelombang pasang “politik identitas” saat ini. Ia telah mewanti-wanti sejak lama akan bahaya “keyakinan atavistik” yang berupaya “menghabisi perbedaan” demi mengamankan identitas kolektif.
Gagasannya tentang ta’āruf (saling mengenal) dan dialog, yang berakar pada prinsip universal Islam, adalah resep yang sangat relevan untuk melawan polarisasi yang didorong oleh politik identitas. Dengan menekankan kalimatun sawa’ dan mempromosikan dialog sebagai jalan untuk koeksistensi, Cak Nur menawarkan sebuah peta jalan bagi umat Islam dan seluruh masyarakat Indonesia untuk membangun masyarakat yang damai dan harmonis di tengah keragaman. Ia memberikan sebuah diagnosis intelektual yang melampaui zamannya, sebuah pengingat bahwa jalan menuju kemajuan dan perdamaian harus dimulai dari pemurnian tauhid dan pengakuan terhadap keniscayaan pluralitas.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang mendalam, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Nurcholish Madjid adalah sebuah arsitektur intelektual yang koheren, logis, dan saling terkait. Seluruh gagasan utamanya—mulai dari sekularisasi, pluralisme, hingga keindonesiaan—berakar pada satu prinsip fundamental: pemahaman radikalnya terhadap tauhid. Dengan menempatkan kebenaran absolut hanya pada Tuhan, Cak Nur secara sistematis menisbikan segala hal lain, termasuk kekuasaan politik, tradisi, dan klaim kebenaran sepihak, yang berpotensi menjadi objek pengsakralan semu.
Warisan intelektualnya tetap relevan dan menyediakan landasan teologis yang kokoh bagi umat Islam di Indonesia dan dunia untuk menavigasi tantangan modernitas. Gagasannya tentang desakralisasi politik dan pembangunan kultural adalah resep yang efektif untuk menghadapi gejolak politik identitas yang mengancam stabilitas sosial. Pemikiran Cak Nur, yang memadukan kedalaman teologis dengan praksis kontekstual, telah membuktikan dirinya sebagai sebuah “solusi jangka panjang” yang mampu mempromosikan Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan berkontribusi secara produktif pada peradaban manusia. Dengan demikian, Cak Nur tidak hanya seorang pemikir, tetapi juga seorang arsitek yang telah membangun fondasi intelektual yang kokoh bagi masa depan Islam yang inklusif, rasional, dan beradab.
Daftar Pustaka :
- Dasar Pemikiran – Nurcholish Madjid, diakses September 2, 2025, http://nurcholishmadjid.net/dasar-pemikiran/
- PEMIKIRAN SOSIAL DAN KEISLAMAN NURCHOLISH MADJID (CAK NUR) | Muhammedi – JURNAL TARBIYAH UINSU, diakses September 2, 2025, https://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tarbiyah/article/view/229
- BAB II NURCHOLISH MADJID TOKOH PEMBAHARU DALAM ISLAM (1939 – 2005) A. Latar Belakang Sosial dan Pendidikan Nurcholis Madjid, yan, diakses September 2, 2025, https://repository.uin-suska.ac.id/3970/3/BAB%20II.pdf
- DAFTAR PUSTAKA Karya-karya Nurcholish Madjid Madjid, Nurcholish. (1992). Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tenta – Perpustakaan Universitas Indonesia, diakses September 2, 2025, https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/old18/132757-T%2027807-Islam%20kultural-Bibliografi.pdf
- Islam doktrin dan peradaban : sebuah telaah kritis tentang keimanan, kemanusiaan, dan kemodernan | Perpustakaan Riset BPK RI, diakses September 2, 2025, https://library.bpk.go.id/koleksi/detil/jkpkbpkpp-e-202111121858
- Islam Kemodernan dan Keadilan Sosial dalam Pandangan Nurcholish Madjid, diakses September 2, 2025, https://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/palita/article/download/1200/1385
- Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Moderasi Beragama: Relevansinya Dalam Menghadapi Radikalisme di Indonesia – Akhlak : Jurnal Pendidikan Agama Islam dan Filsafat, diakses September 2, 2025, https://ejournal.aripafi.or.id/index.php/Akhlak/article/download/328/383/1733
- MERETAS KETEGANGAN RELASI AGAMA DAN NEGARA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID, diakses September 2, 2025, https://ejournal.stainkepri.ac.id/rusydiah/article/download/534/325
- Pemikiran Kalam Nurcholish Madjid dan Relevansinya – Open Journal System IAI AN-Nadwah Kuala Tungkal, diakses September 2, 2025, https://ejournal.an-nadwah.ac.id/index.php/Attadabbur/article/download/3/2
- IBN TAIMIYAH TENTANG KALAM DAN FALSAFAH – Nurcholish Madjid, diakses September 2, 2025, https://nurcholishmadjid.net/ibn-taimiyah-tentang-kalam-dan-falsafah/
- Politik Islam Perspektif Nurcholish Madjid Serta Pengaruhnya Terhadap Kebangkitan Intelektual Islam Indonesia, diakses September 2, 2025, https://stainsarpress.stainkepri.ac.id/assets/admin/bower_components/kcfinder/upload/files/FAUZI.pdf
- Rektorat – Universitas Paramadina, diakses September 2, 2025, https://paramadina.ac.id/tentang-universitas-paramadina/
- Abstract: This article describes Paramadina University, a higher educational institution in Indonesia, which cannot be separated – Jurnal Online Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, diakses September 2, 2025, https://jurnalfuf.uinsa.ac.id/index.php/teosofi/article/view/197/189
- Pemikiran Islam Nurcholish Madjid – Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, diakses September 2, 2025, https://digilib.uinsgd.ac.id/50344/1/FULL%20BUKU%20KPII%202022%20-%20ISBN.pdf
- Pluralisme Agama dalam Prespektif Nurcholish Madjid – Repository UIN Sunan Ampel Surabaya, diakses September 2, 2025, http://repository.uinsa.ac.id/id/eprint/719/1/Purwanto_Pluralisme%20agama%20dalam%20prespektif%20Nurcholish%20Madjid.pdf
- Nurcholish Madjid: Tauhid, Sekularisme, dan Islam – Ushuliyyah.com, diakses September 2, 2025, https://ushuliyyah.com/opini/nurcholish-madjid-tauhid-sekularisme-dan-islam/
- BAB III ISLAM DAN MODERNISASI MENURUT NURCHOLISH …, diakses September 2, 2025, https://repository.uin-suska.ac.id/3970/4/BAB%20III.pdf
- konsep pemikiran sekularisasi nurcholish madjid sebuah fenomenologi agama – Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, diakses September 2, 2025, https://jurnal.faiunwir.ac.id/index.php/Jurnal_Risalah/article/download/135/127
- pandangan nurcholish madjid tentang islam modern di indonesia – IAIN Syekh Nurjati Cirebon, diakses September 2, 2025, http://repository.syekhnurjati.ac.id/743/1/AF-107140001.pdf
- Gelombang Baru Pemikiran Islam Di Indonesia – INSISTS, diakses September 2, 2025, https://insists.id/gelombang-baru-pemikiran-islam-di-indonesia/
- PEMIKIRAN SEKULARISASI NURCHOLISH MADJID DAN PENGARUHNYA TERHADAP ETOS KERJA DALAM ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushulu, diakses September 2, 2025, https://repository.uinib.ac.id/6578/8/FILE%20GABUNGAN.pdf
- WACANA SEKULARISASI DALAM PEMIKIRAN ISLAM …, diakses September 2, 2025, https://digilib.uin-suka.ac.id/12016/
- FILSAFAT PLURALISME AGAMA PERSFEKTIF NURCHOLIS MADJID – e-Jurnal UIN Raden Fatah, diakses September 2, 2025, https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/elfikr/article/download/23912/8061
- Dialog dan Kerjasama Antar Umat Beragama dalam Perspektif Nurcholish Madjid – Neliti, diakses September 2, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/285148-dialog-dan-kerjasama-antar-umat-beragama-dac7e10c.pdf
- Dakwah Inklusif Nurcholish Madjid, diakses September 2, 2025, https://jurnalfdk.uinsa.ac.id/index.php/jki/article/download/5/3/12
- NURCHOLISH MADJID DAN HARUN NASUTION SERTA PENGARUH PEMIKIRAN FILSAFATNYA | PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH, diakses September 2, 2025, https://petita.ar-raniry.ac.id/index.php/petita/article/view/74