Syekh Siti Jenar, yang juga dikenal dengan julukan Syekh Lemah Abang atau Syekh Sitibrit, adalah salah satu figur paling enigmatik dan kontroversial dalam narasi sejarah spiritual Indonesia. Perannya dalam penyebaran Islam di Jawa pada abad ke-16 sering kali dibayangi oleh kisah konflik dengan Dewan Walisongo, sebuah perselisihan yang selama berabad-abad digambarkan sebagai pertempuran antara ajaran yang benar dan ajaran yang sesat. Narasi-narasi yang tersedia, yang sebagian besar bersumber dari karya sastra historis seperti babad dan serat yang ditulis jauh setelah peristiwa itu terjadi, seringkali menyajikan pandangan tunggal dan dogmatis, tanpa memberikan ruang bagi interpretasi yang lebih mendalam.
Laporan ini bertujuan untuk mengupas narasi konvensional tersebut dan menyajikan sebuah analisis yang lebih bernuansa. Dengan menyandingkan berbagai sumber tradisional dengan perspektif akademis kontemporer, laporan ini akan menelusuri tidak hanya ajaran-ajaran inti Syekh Siti Jenar, tetapi juga latar belakang sosiopolitik yang menggarisbawahi konflik fatalnya. Analisis ini akan mengeksplorasi biografi, konsep filosofis, dinamika politik, serta misteri seputar kematiannya, sembari menunjukkan bagaimana figur Syekh Siti Jenar terus relevan sebagai simbol ideologis dalam diskursus keagamaan dan kebangsaan Indonesia modern.
Tinjauan literatur menunjukkan bahwa pemahaman mengenai Syekh Siti Jenar sangat terpecah. Satu sisi, ia digambarkan sebagai tokoh sufi sesat (zindiq) yang ajarannya berbahaya dan bertentangan dengan syariat Islam. Di sisi lain, beberapa penelitian modern, termasuk karya Agus Sunyoto dan akademisi lainnya, menyajikan pandangan yang sangat berbeda, menginterpretasikan ajarannya sebagai bentuk tasawuf yang mendalam dan relevan dengan konteks sosial, bahkan sebagai ajaran yang menekankan toleransi dan egalitarianisme. Laporan ini mengadopsi metodologi analisis komparatif dan kritik sumber historis untuk mencapai objektivitas, sehingga dapat menyajikan gambaran yang tidak hanya informatif, tetapi juga kritis dan multidimensional.
Identitas dan Latar Belakang: Mengurai Sosok di Balik Nama
Asal-Usul dan Silsilah yang Bernuansa
Meskipun banyak cerita rakyat mengaitkannya dengan Jawa, berbagai sumber historis menunjukkan bahwa Syekh Siti Jenar memiliki asal-usul yang lebih kosmopolitan. Nama aslinya adalah Sayyid Hasan ‘Ali Al-Husaini, dan ia diyakini lahir di Persia, Iran, sekitar tahun 1404 Masehi. Sebutan lain yang ia dapatkan saat dewasa adalah Syekh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Berdasarkan silsilah ini, Syekh Siti Jenar dipercaya masih merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW melalui garis Fatimah dan Ali Bin Abi Thalib, sebuah garis keturunan yang memberinya legitimasi spiritual yang tinggi. Sumber lain bahkan menyebut ia berasal dari Baghdad dan menganut aliran Syi’ah Muntadar.
Laporan juga mencatat bahwa ia tiba di Nusantara bersama ayahnya, Sayyid Shalih, yang diangkat menjadi mufti di Kesultanan Malaka. Dari ayahnya, Syekh Siti Jenar muda menguasai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman sejak usia belia. Perjalanan ini kemudian membawanya ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon, tempat ia mulai berdakwah dan mendirikan pesantren di Dukuh Lemah Abang.
Jejak Pendidikan dan Jaringan Keilmuan Sufi
Syekh Siti Jenar bukanlah seorang tokoh yang ajarannya muncul begitu saja tanpa dasar. Ia merupakan bagian dari jaringan keilmuan tasawuf yang sama dengan Walisongo. Berbagai sumber menyebutkan bahwa ia menempuh pendidikan formal dan spiritual di berbagai tempat. Dalam ilmu Fiqih, ia berguru kepada Sunan Ampel selama delapan tahun. Kemudian, ia mendalami ilmu ushuluddin (dasar-dasar agama) kepada Sunan Gunung Jati selama dua tahun. Selain itu, ia juga mempelajari berbagai karya tasawuf, termasuk Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.
Syekh Siti Jenar juga diketahui menempuh ilmu tasawuf dari sepupunya, Syekh Datuk Kahfi, dan menganut tarekat Akmaliyyah dan Syathariyah. Keterhubungan ini sangat penting karena menunjukkan bahwa perselisihan antara Syekh Siti Jenar dan Walisongo bukanlah soal ‘ilmu yang salah’ melawan ‘ilmu yang benar’. Sebaliknya, konflik ini lebih cenderung berakar pada interpretasi dan metode penyampaian ajaran yang sama-sama berasal dari tradisi tasawuf yang mapan.
2.3. Simbolisme dalam Nama dan Gelar
Penamaan Syekh Siti Jenar sering kali dihubungkan dengan tempat tinggalnya di Dusun Lemah Abang. Namun, nama ini, yang secara harfiah berarti ‘tanah merah’ (siti = tanah, jenar = kuning/merah, abang = merah), memiliki signifikansi filosofis yang jauh lebih dalam. Penamaan ini secara langsung merujuk pada salah satu ajaran intinya yang membedakan antara tubuh fisik manusia yang fana dan roh ilahi yang kekal.
Dalam pandangannya, manusia secara biologis diciptakan dari tanah merah yang akan membusuk kembali ke tanah. Tubuh ini dianggapnya sebagai wadah sementara atau “alam kematian” yang dipenuhi nafsu. Sebaliknya, esensi sejati manusia adalah roh ilahi, yang setelah kematian akan kembali menyatu dengan Allah, Sang Maha Abadi Dengan demikian, penamaan Syekh Siti Jenar tidak sekadar penunjuk geografis. Nama tersebut berfungsi sebagai ringkasan dari seluruh filsafatnya, menciptakan kontras langsung antara materi (tanah merah) dan spiritualitas (roh ilahi), serta menjadi pengingat abadi akan orientasi ajarannya pada pengalaman batiniah, bukan formalisme eksternal.
Ajaran Inti Syekh Siti Jenar: Antara Wahdatul Wujud dan Manunggaling Kawula Gusti
Konsep Sentral: Manunggaling Kawula Gusti
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling terkenal, dan pada saat yang sama paling kontroversial, adalah konsep Manunggaling Kawula Gusti. Konsep ini, yang secara harfiah berarti “bersatunya hamba dengan Tuhan,” menjelaskan hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Dalam pandangan Syekh Siti Jenar, manusia dipandang sebagai perwujudan zat Tuhan. Ia meyakini bahwa manusia, sebagai makhluk yang paling sempurna (al-insân al-kâmil), memiliki esensi Tuhan di dalamnya.
Konsep ini setara dengan paham wahdatul wujud atau “kesatuan dalam wujud,” yang menyatakan bahwa semua ciptaan adalah manifestasi dari Allah. Syekh Siti Jenar memandang alam semesta (makrokosmos) setara dengan manusia (mikrokosmos), di mana keduanya bersifat fana, sedangkan wujud hakiki hanya milik Allah. Ajarannya bertujuan untuk mencapai kesatuan antara hamba dan Sang Pencipta melalui penghayatan spiritual dan pengenalan diri yang mendalam.
Pandangan Filosofis Mendalam tentang Kehidupan dan Kematian
Salah satu pemikiran Syekh Siti Jenar yang paling radikal adalah pandangannya tentang kehidupan dan kematian. Ia mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini pada dasarnya adalah “alam kematian” yang kotor, kejam, dan penuh nafsu. Menurutnya, manusia yang hidup di dunia siang dan malam berada dalam keadaan mati, dan mereka mengharapkan permulaan hidup yang sebenarnya. Kematian fisik, sebaliknya, bukanlah akhir, melainkan pembebasan sejati yang membebaskan manusia dari belenggu tubuh biologisnya (wadag) menuju “kehidupan yang sesungguhnya” di mana roh kembali menyatu dengan keabadian Tuhan.
Pandangan ini memiliki implikasi langsung terhadap hubungannya dengan syariat. Jika kehidupan di dunia adalah “alam kematian,” maka Syekh Siti Jenar memandang syariat lahiriah, seperti salat dan haji, tidak begitu diperlukan, karena ritual-ritual tersebut hanyalah “hiasan” dari ketaatan sejati. Menurutnya, ilmu sejati tidak dapat dicapai hanya dengan membaca kitab suci atau mendengarkan petuah kyai, melainkan melalui pengalaman batin dan intuisi yang mendalam.
Kritik Terhadap Formalisme dan Hierarki Kekuasaan
Ajaran Syekh Siti Jenar secara teologis menolak formalisme agama yang kosong dan menekankan pengalaman batiniah. Namun, pandangannya juga memiliki dimensi sosiopolitik yang signifikan. Dalam konsepnya tentang manusia sebagai manifestasi Zat Tuhan, Syekh Siti Jenar mengajarkan bahwa setiap manusia pada dasarnya adalah merdeka (mandiri) dan memiliki sifat kemuliaan (al-insân al-kâmil). Hal ini secara tidak langsung menolak konsep kawula-gusti (hamba-raja) antara manusia dengan penguasa duniawi. Bagi para pengikutnya, ketaatan buta kepada penguasa akan menjadikan mereka melayani selain Allah.
Aplikasi praktis dari ajaran ini terlihat jelas dalam kisah Ki Ageng Pengging, seorang bangsawan dan murid Syekh Siti Jenar. Ki Ageng Pengging dihukum mati oleh Kerajaan Demak karena ia menolak untuk menghadap sultan. Penolakannya tidak didasarkan pada pemberontakan militer, melainkan pada keyakinan filosofisnya bahwa seorang raja hanyalah pengelola urusan duniawi yang tidak memiliki otoritas atas jiwa manusia. Hal ini membuktikan bahwa ajaran spiritual Syekh Siti Jenar, yang menekankan egalitarianisme dan kebebasan batin, secara langsung menjadi landasan bagi perlawanan politik dan dianggap sebagai ancaman serius terhadap legitimasi Kerajaan Demak.
Untuk memperjelas perbedaan esensial antara pendekatan Syekh Siti Jenar dan Walisongo, tabel berikut menyajikan perbandingan ajaran mereka:
Aspek Ajaran | Pandangan Syekh Siti Jenar | Pandangan Walisongo |
Konsep Ketuhanan | Manunggaling Kawula Gusti; Tuhan bersatu dengan hamba dalam wujud | Monoteisme yang membedakan antara Tuhan (Pencipta) dan hamba (ciptaan) |
Status Manusia | Manusia adalah perwujudan Zat Tuhan; manusia yang sempurna (al-insân al-kâmil) | Manusia adalah ciptaan Allah yang paling mulia, tetapi tetap hamba-Nya |
Fungsi Syariat | Syariat adalah wadah sementara; penekanan pada pengalaman batiniah dan intuisi | Syariat adalah jalan utama dan formal menuju keselamatan; ritualisme lahiriah ditekankan |
Tujuan Dakwah | Pembebasan batin dan pencapaian kesadaran diri; ditujukan untuk kaum sufi atau salik | Konversi massal dan pembentukan masyarakat Islam yang taat syariat; ditujukan untuk masyarakat umum |
Hubungan dengan Penguasa | Menolak otoritas mutlak penguasa duniawi; menganggap ketaatan buta sebagai penyembahan selain Allah | Bekerja sama dengan penguasa (Kerajaan Demak) untuk melegitimasi Islam dan kekuasaan |
Konflik dan Kontroversi: Pergulatan Teologi dan Politik
Akar Perbedaan Teologis
Akar konflik antara Syekh Siti Jenar dan Walisongo secara umum dipahami berpusat pada perbedaan doktrin tasawuf. Walisongo, terutama melalui ajaran Sunan Bonang, mengajarkan tasawuf yang lebih monoteistik, menekankan bahwa Tuhan itu Maha Suci dan tidak didahului oleh ketiadaan, sehingga eksistensi-Nya terpisah dari ciptaan. Ajaran ini dianggap lebih sesuai dengan pemahaman masyarakat awam yang baru masuk Islam. Sebaliknya, ajaran
wahdatul wujud Syekh Siti Jenar dianggap membingungkan dan menyesatkan karena dapat disalahartikan sebagai penyamaan diri manusia dengan Tuhan, seperti klaim-klaimnya yang menyatakan “Aku ini Allah”. Perbedaan ini memicu kekhawatiran di kalangan Walisongo bahwa ajaran Syekh Siti Jenar, yang sangat esoteris, tidak cocok disebarkan secara luas kepada masyarakat yang belum memiliki pemahaman mendalam tentang Islam.
Ancaman Politik Terhadap Kerajaan Demak
Meskipun perbedaan teologis menjadi alasan formal, perbedaan esensial antara Syekh Siti Jenar dan Walisongo memiliki dimensi politik yang lebih kental. Pada masa itu, Kerajaan Demak sedang berada dalam masa transisi dari kekuasaan Hindu-Buddha menuju kekuasaan Islam. Konsolidasi kekuasaan politik yang baru ini sangat bergantung pada legitimasi agama. Ajaran Syekh Siti Jenar, yang menyebarkan pemahaman egalitarian dan menolak ketaatan buta pada penguasa duniawi, dianggap mengancam tatanan sosial dan politik yang sedang dibangun oleh Walisongo dan Kerajaan Demak.
Ajaran ini tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga memiliki implikasi praktis yang fatal. Banyak pengikut Syekh Siti Jenar, termasuk bangsawan seperti Ki Ageng Pengging, menolak tunduk kepada otoritas politik Kerajaan Demak. Penolakan ini, yang dilihat sebagai tindakan makar, menjadi bukti nyata bahwa ajaran Syekh Siti Jenar berpotensi menggoyahkan fondasi kekuasaan baru. Oleh karena itu, hukuman mati terhadapnya, yang dicatat terjadi pada tahun 1506 Masehi, dapat diinterpretasikan sebagai tindakan politik untuk melenyapkan ancaman ideologis terhadap kekuasaan, dengan dalih ajaran sesat.
Misteri Kematian Syekh Siti Jenar: Menimbang Legenda dan Fakta
Versi-versi Kematian dalam Sumber Tradisional
Kisah kematian Syekh Siti Jenar adalah salah satu babak paling kontroversial dan misterius dalam sejarahnya. Sumber-sumber tradisional, seperti Serat Syeikh Siti Jenar, Babad Demak, Serat Negara Kertabumi, dan Wawacan Sunan Gunung Jati, menyajikan berbagai versi yang saling bertentangan. Beberapa versi yang paling populer antara lain:
- Eksekusi oleh Sunan Kalijaga: Syekh Siti Jenar divonis mati oleh Sultan Demak, Raden Fatah, atas persetujuan Dewan Walisongo. Sunan Kalijaga bertindak sebagai algojo hukuman pancung, yang dilaksanakan di alun-alun Kesultanan Demak.
- Eksekusi oleh Sunan Gunung Jati: Versi lain menyebutkan bahwa ia dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati sendiri, dengan tempat eksekusi di Masjid Ciptarasa, Cirebon.
- Eksekusi oleh Sunan Kudus: Ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa Sunan Kudus yang ditunjuk sebagai eksekutornya, dan ia melakukan hukuman mati di halaman Masjid Agung Cirebon menggunakan keris bernama Ki Kantanaga.
- Fenomena Ajaib: Berbagai cerita juga dibumbui dengan kejadian-kejadian ajaib, seperti jasad Syekh Siti Jenar yang menghilang saat keris dihujamkan atau tubuhnya yang berulang kali hidup kembali setelah ditusuk. Kisah yang paling populer menyebutkan jasadnya berubah menjadi anjing berbulu hitam dan mayat tersebut dikubur di Masjid Agung Demak, sementara jasad aslinya dimakamkan di tempat yang dirahasiakan.
Analisis Kritis dan Pandangan Akademis Modern
Meskipun cerita-cerita di atas begitu populer, analisis kritis terhadap sumber-sumber ini mengungkap ketidaksesuaian kronologis yang signifikan. Beberapa sumber, seperti Serat Syeikh Siti Jenar dan Babad Demak, mengisahkan bahwa hukuman mati dijatuhkan oleh Dewan Walisongo yang lengkap, padahal pada tahun-tahun yang disebutkan (setelah 1527 M), beberapa anggota wali yang diceritakan hadir, seperti Sunan Ampel (wafat 1481 M) dan Sunan Bonang (wafat 1525 M), sudah meninggal dunia.
Ketidaksesuaian ini menunjukkan bahwa narasi eksekusi oleh “Dewan Walisongo” yang lengkap kemungkinan besar adalah fiksi politik yang dibangun pasca-peristiwa. Cerita ini sengaja dibentuk untuk memberikan legitimasi pada tindakan politik Kerajaan Demak, seolah-olah seluruh dewan suci sepakat untuk menyingkirkan Syekh Siti Jenar, sehingga tindakan tersebut tidak dapat dipertanyakan lagi.
Beberapa akademisi modern, seperti Agus Sunyoto, menolak narasi eksekusi secara keseluruhan. Berdasarkan penelitiannya terhadap sekitar 300 pustaka kuno, Agus Sunyoto berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak meninggal karena dieksekusi. Ada kemungkinan ia meninggal secara wajar atau bahkan tidak dibunuh sama sekali, dan cerita-cerita eksekusi merupakan upaya untuk mendiskreditkan ajarannya.
Berikut adalah tabel yang merangkum berbagai versi kematian Syekh Siti Jenar beserta sumber dan catatan kritisnya:
Versi Kematian | Sumber Historis | Pelaksana Eksekusi | Lokasi Eksekusi | Catatan Kritis |
Dihukum mati oleh Wali Songo (Dewan Lengkap) | Serat Syeikh Siti Jenar, Babad Demak | Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, dll. | Alun-alun Demak | Terdapat inkonsistensi kronologis, karena beberapa wali yang disebut sudah meninggal pada tahun kejadian |
Dihukum mati oleh Sunan Gunung Jati | Wawacan Sunan Gunung Jati, Serat Negara Kertabumi | Sunan Gunung Jati | Masjid Ciptarasa Cirebon | Terdapat riwayat lain yang menyebut Sunan Kudus sebagai algojo |
Tidak Wafat Dieksekusi | Penelitian Agus Sunyoto | N/A | N/A | Mengklaim narasi eksekusi tidak valid; ia meninggal secara wajar |
Jasadnya Menghilang/Berubah | Kisah rakyat, cerita babad | Sunan Kalijaga/Sunan Kudus | Masjid Agung Demak/Cirebon | Mengandung unsur fantasi dan berfungsi sebagai alegori spiritual dan alat propaganda |
Warisan dan Relevansi Abadi Pemikiran Syekh Siti Jenar
Pengaruh dan Penerimaan Ajaran
Meskipun dituduh sesat dan dihukum mati, ajaran Syekh Siti Jenar tidak mati bersamanya. Ajaran ini terus hidup dan mendapatkan banyak pengikut, bahkan dari kalangan bangsawan dan masyarakat umum. Ajarannya dianggap sebagai puncak spiritual dalam masyarakat Kejawen dan menjadi fondasi bagi aliran kebatinan di Jawa yang menolak formalisme agama. Pengaruh ini menunjukkan bahwa ajarannya memiliki resonansi yang kuat dengan budaya spiritual lokal yang telah ada sejak zaman pra-Islam.
Para pengikutnya, termasuk Ki Ageng Pengging, terus menyebarkan ajarannya, yang kemudian memengaruhi pendiri Kesultanan Pajang, Joko Tingkir. Bahkan, Hadratussyaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, diketahui mengajarkan tasawuf yang memiliki karakteristik mirip dengan ajaran Siti Jenar kepada santri-santrinya di Tebuireng, seperti egalitarianisme dan penolakan terhadap fanatisme kekuasaan. Hal ini mengindikasikan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar bukan sekadar aliran sesat, melainkan sebuah tradisi tasawuf yang mendalam dan berkelanjutan.
Syekh Siti Jenar di Era Modern: Simbol Perlawanan Ideologis
Di era kontemporer, Syekh Siti Jenar telah diinterpretasikan ulang sebagai simbol perlawanan ideologis. Para akademisi dan peneliti modern memandangnya sebagai figur yang berjuang untuk membebaskan manusia dari batasan-batasan agama yang didorong oleh kepentingan politik dan struktural. Peneliti sastra, Sutejo, menginterpretasikan ajarannya sebagai bentuk “ketauhidan toleransi” dan kritik terhadap praktik korupsi, di mana rukun Islam seperti puasa dimaknai sebagai kemampuan menahan diri dari godaan korupsi.
Figur Syekh Siti Jenar kini menjadi alat konseptual yang digunakan untuk mengkritik formalisme agama, otoritarianisme, dan ketidakadilan sosial Perdebatan yang mengelilingi dirinya mencerminkan ketegangan yang masih relevan hingga saat ini antara Islam yang formal-ortodoks dan Islam yang spiritual-inklusif. Dengan demikian, Syekh Siti Jenar tidak hanya relevan sebagai tokoh sejarah, tetapi juga sebagai cermin bagi masyarakat modern untuk merenungkan makna hakiki dari keimanan dan hubungan antara manusia, Tuhan, dan kekuasaan.
Kesimpulan Akhir: Sebuah Paradoks yang Hidup dalam Sejarah
Syekh Siti Jenar adalah sosok paradoks yang hidup dalam sejarah dan legenda. Ia adalah seorang Sayyid keturunan Nabi Muhammad SAW yang dianggap sesat, seorang murid Walisongo yang berkonflik fatal dengan guru-gurunya, dan seorang tokoh historis yang terus hidup lebih kuat dalam narasi legenda daripada fakta. Analisis yang komprehensif menunjukkan bahwa konflik antara Syekh Siti Jenar dan Walisongo bukan sekadar perdebatan teologis tentang konsep wahdatul wujud vs. monoteisme. Sebaliknya, konflik tersebut adalah perwujudan dari ketegangan yang lebih besar antara pendekatan spiritual yang berfokus pada pengalaman batin dan strategi dakwah yang berorientasi pada konsolidasi kekuasaan politik dan tatanan sosial.
Kisah kematiannya yang diselimuti misteri dan kontradiksi kronologis dalam sumber-sumber tradisional menunjukkan bahwa narasi tersebut kemungkinan besar adalah rekayasa politik yang bertujuan untuk melegitimasi kekuasaan Kerajaan Demak dan menyingkirkan ancaman ideologis yang disebarkan oleh Syekh Siti Jenar dan para pengikutnya. Meskipun demikian, ajarannya terus beresonansi dengan tradisi spiritual lokal dan relevan hingga saat ini, diinterpretasikan ulang sebagai simbol perlawanan terhadap formalisme agama, korupsi, dan otoritarianisme. Syekh Siti Jenar, pada akhirnya, mewakili ketegangan abadi antara syariat dan hakikat, antara otoritas pusat dan pluralitas lokal, serta antara agama formal dan spiritualitas personal.
Daftar Pustaka
- Mengenal Sosok Syekh Siti Jenar, Pemikiran dan Kontroversinya – detikcom, diakses Agustus 23, 2025, https://www.detik.com/jogja/budaya/d-7173310/mengenal-sosok-syekh-siti-jenar-pemikiran-dan-kontroversinya
- Syekh Siti Jenar Sosok Kontroversial di Era Wali Songo – Koran Sulindo, diakses Agustus 23, 2025, https://koransulindo.com/syekh-siti-jenar-sosok-kontroversial-di-era-wali-songo/
- SEJARAH SYAIKH SITI JENAR – Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, diakses Agustus 23, 2025, https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/53044/
- pandangan masyarakat tentang makam syekh siti jenar di …, diakses Agustus 23, 2025, https://jurnalfahum.uinsa.ac.id/index.php/qurthuba/article/download/787/391/2819
- Misteri Syekh Siti Jenar – KonsultasiSyariah.com, diakses Agustus 23, 2025, https://konsultasisyariah.com/24697-misteri-syekh-siti-jenar.html
- Tasawuf Syaikh Siti Jenar, dari Hadratussyaikh untuk Tebuireng …, diakses Agustus 23, 2025, https://tebuireng.online/tasawuf-syaikh-siti-jenar-dari-hadratussyaikh-untuk-tebuireng/
- Kisah Hidup Syekh Siti Jenar, Sosok Ulama Kontroversial pada Era …, diakses Agustus 23, 2025, https://www.merdeka.com/jateng/kisah-hidup-syekh-siti-jenar-sosok-ulama-kontroversial-pada-era-wali-songo-yang-dihukum-mati-37391-mvk.html
- MANUNGGALING KAWULA GUSTI: SUFISME SYEKH SITI JENAR – Laman Resmi S1 Pendidikan Sejarah FKIP UNS, diakses Agustus 23, 2025, https://sejarah.fkip.uns.ac.id/2025/01/02/manunggaling-kawula-gusti-sufisme-syekh-siti-jenar/
- Akademisi: Syaikh Siti Jenar Ajarkan Toleransi – NU Online, diakses Agustus 23, 2025, https://nu.or.id/daerah/akademisi-syaikh-siti-jenar-ajarkan-toleransi-3inPs
- Konsep Manusia Perspektif Syaikh Siti Jenar Dalam Novel Heptalogi Karya Agus Sunyoto – al-Afkar, Journal For Islamic Studies, diakses Agustus 23, 2025, https://al-afkar.com/index.php/Afkar_Journal/article/download/473/259/2495
- Syekh Siti Jenar / Abdul Jalil b. 1404 – Rodovid ID, diakses Agustus 23, 2025, https://id.rodovid.org/wk/Orang:851249
- Misteri Kematian Syekh Siti Jenar, dari Hukuman Mati hingga Jasad …, diakses Agustus 23, 2025, https://daerah.sindonews.com/read/671341/29/misteri-kematian-syekh-siti-jenar-dari-hukuman-mati-hingga-jasad-berbau-wangi-1643468506?showpage=all
- Syekh Siti Jenar, Sang Penyebar Agama Islam di Pulau Jawa – Ma’had Aly Jakarta, diakses Agustus 23, 2025, https://www.mahadalyjakarta.com/syekh-siti-jenar-sang-penyebar-agama-islam-di-pulau-jawa/
- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemikiran Syekh Siti Jenar dalam tasawuf Jawa mencakup beberapa faktor yang saling, diakses Agustus 23, 2025, https://digilib.uinsgd.ac.id/81870/4/4_Bab1.pdf
- KONSEP MANUNGGALING KAWULA GUSTI SYEIKH SITI JENAR …, diakses Agustus 23, 2025, http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3825/1/HASRIYANTO.pdf
- Filsafat Sangkan-Paran Syekh Siti Jenar Ditilik dari Filsafat Identitas Baruch de Spinoza, diakses Agustus 23, 2025, https://borobudurwriters.id/kolom/filsafat-sangkan-paran-syekh-siti-jenar-ditilik-dari-filsafat-identitas-baruch-de-spinoza/
- Inilah Ajaran Syekh Siti Jenar yang Dianggap Paling Sesat oleh Wali Songo – PAGE ALL, diakses Agustus 23, 2025, https://nasional.okezone.com/read/2023/09/14/337/2882698/inilah-ajaran-syekh-siti-jenar-yang-dianggap-paling-sesat-oleh-wali-songo?page=all
- Konsep Manusia Perspektif Syaikh Siti Jenar Dalam Novel Heptalogi Karya Agus Sunyoto, diakses Agustus 23, 2025, https://al-afkar.com/index.php/Afkar_Journal/article/view/473
- Kenapa Syekh Siti Jenar Dihukum Mati oleh Wali Songo? Ini Alasannya – Okezone News, diakses Agustus 23, 2025, https://news.okezone.com/read/2023/09/16/337/2883493/kenapa-syekh-siti-jenar-dihukum-mati-oleh-wali-songo-ini-alasannya
- AJARAN MAKRIFAT SYECH SITI JENAR – Lumbung Pustaka UNY, diakses Agustus 23, 2025, https://eprints.uny.ac.id/28851/
- Syekh Siti Jenar: Biografi dan Ajaran-ajarannya yang Dinilai Kontroversial – detikcom, diakses Agustus 23, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7118479/syekh-siti-jenar-biografi-dan-ajaran-ajarannya-yang-dinilai-kontroversial
- Ki Ageng Pengging, Murid Syekh Siti Jenar Dan Ayah Jaka Tingkir …, diakses Agustus 23, 2025, https://intisari.grid.id/read/033760902/ki-ageng-pengging-murid-syekh-siti-jenar-dan-ayah-jaka-tingkir-tewas-di-tangan-raja-demak
- Raja Bukan Wakil Tuhan: Alasan Ki Ageng Pengging Menolak …, diakses Agustus 23, 2025, https://jatimtimes.com/baca/333503/20250316/025600/raja-bukan-wakil-tuhan-alasan-ki-ageng-pengging-menolak-menghadap-sultan-demak
- The Teachings of Jihad in The Involvement of Samaniyah Tarekate in The War of Menteng 1819: A Historical Analysis – Jurnal UIN Walisongo, diakses Agustus 23, 2025, https://journal.walisongo.ac.id/index.php/ihya/article/download/11096/pdf/37109
- Wali Sanga – Wikipedia, diakses Agustus 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Wali_Sanga
- ORANG-ORANG SUCI DARI JAWA SYEH SITI JENAR DI MUKA PENGADILAN.pdf, diakses Agustus 23, 2025, https://repositori.kemendikdasmen.go.id/26657/1/ORANG-ORANG%20SUCI%20DARI%20JAWA%20SYEH%20SITI%20JENAR%20DI%20MUKA%20PENGADILAN.pdf
- HUKUMAN MATI TERHADAP SYEKH SITI JENAR DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM – Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, diakses Agustus 23, 2025, https://digilib.uin-suka.ac.id/35637/
- Kisah Wali Songo dan Kematian Syekh Siti Jenar yang Kontroversial – SINDOnews.com, diakses Agustus 23, 2025, https://daerah.sindonews.com/read/1062255/29/kisah-wali-songo-dan-kematian-syekh-siti-jenar-yang-kontroversial-1680386642
- Ternyata syekh siti jenar tidak dieksekusi wali songo – UPT Perpustakaan, diakses Agustus 23, 2025, https://unsla.uns.ac.id/neounsla/index.php?p=show_detail&id=48263&keywords=
- Ki Ageng Pengging dan Syekh Siti Jenar, Benarkah Dibunuh karena Intrik Politik Sultan Trenggana? – Malang Times, diakses Agustus 23, 2025, https://malangtimes.com/baca/302056/20231211/101000/ki-ageng-pengging-dan-syekh-siti-jenar-benarkah-dibunuh-karena-intrik-politik-sultan-trenggana
- Manunggaling Kawula Gusti: Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti Jenar – – Aditya Wacana, diakses Agustus 23, 2025, https://adityawacana.id/perpus/index.php?p=show_detail&id=7355&keywords=
- Wali Songo (8): Syekh Siti Jenar dan Syekh Amongraga, Al-Hallaj Versi Jawa?, diakses Agustus 23, 2025, https://anyerglobe.com/2023/07/08/wali-songo-8-syekh-siti-jenar-dan-syekh-amongraga-al-hallaj-versi-jawa/
- Syekh Siti Jenar Dalam Perspektif Wali Sanga – Ma’had Aly Jakarta, diakses Agustus 23, 2025, https://www.mahadalyjakarta.com/syekh-siti-jenar-dalam-perspektif-wali-sanga/