Dengan memanfaatkan temuan-temuan mutakhir dalam genetika populasi dan antropologi molekuler, laporan ini bertujuan untuk menelusuri asal-usul multidimensional nenek moyang bangsa Indonesia. Analisis ini tidak hanya mencakup penelusuran berbagai gelombang migrasi prasejarah, tetapi juga membahas implikasi sosial, budaya, dan medis dari temuan ilmiah yang ada.
Untuk memahami narasi yang kompleks ini, penting untuk menetapkan beberapa definisi fundamental dalam genetika manusia. Haplogroup adalah sebuah kelompok haplotype serupa yang memiliki leluhur bersama, yang ditentukan oleh mutasi single-nucleotide polymorphism (SNP) tunggal. Dalam studi populasi, dua jenis haplogroup yang paling sering dipelajari adalah
Y-chromosome DNA (Y-DNA) dan mitochondrial DNA (mtDNA). Y-DNA diwariskan dari ayah ke anak laki-laki, menjadikannya penanda yang ideal untuk menelusuri garis keturunan patrilineal atau dari pihak ayah. Sebaliknya, mtDNA diwariskan dari ibu ke semua anaknya, menjadikannya penanda garis keturunan matrilineal atau dari pihak ibu. Fenomena admixture atau percampuran genetik adalah proses krusial yang terjadi ketika dua atau lebih populasi yang sebelumnya terisolasi kawin-mengawin, menghasilkan perpaduan genetik yang kompleks.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, termasuk Prof. Herawati Sudoyo dari Lembaga Eijkman, tesis utama dari laporan ini adalah bahwa tidak ada konsep genetik tunggal atau DNA asli Indonesia. Sebaliknya, identitas genetik bangsa Indonesia adalah tapestri yang kaya dan kompleks, terbentuk dari berbagai gelombang migrasi manusia modern yang dimulai puluhan ribu tahun yang lalu. Temuan ini secara fundamental menantang narasi kesukuan tunggal dan menegaskan bahwa keberagaman genetik adalah ciri khas dari bangsa ini.
Gelombang Migrasi Prasejarah: Dari Afrika ke Nusantara
Narasi “Out of Africa” dan Jalur Selatan
Sejarah genetik manusia modern dimulai dengan teori Out of Africa, yang menyatakan bahwa semua Homo sapiens modern berasal dari Afrika dan menyebar ke seluruh dunia. Salah satu rute migrasi utama yang mereka gunakan adalah Jalur Selatan, yang menyusuri pesisir Asia hingga akhirnya mencapai wilayah kuno yang dikenal sebagai Sundaland. Pada masa itu, permukaan laut jauh lebih rendah, dan Sundaland adalah sebuah daratan besar yang menyatukan sebagian besar Asia daratan, termasuk wilayah yang sekarang menjadi Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
Migrasi awal ini diperkirakan terjadi dalam beberapa gelombang. Salah satu model yang didukung oleh penelitian genetika menunjukkan bahwa gelombang pertama menyebar ke timur antara 62.000 hingga 75.000 tahun yang lalu, hingga mencapai Indonesia dan kemudian Australia. Kelompok manusia ini adalah leluhur dari populasi asli yang mendiami kawasan tersebut dan meninggalkan jejak genetiknya di wilayah Indonesia bagian timur, Melanesia, dan Australia.
Bukti dari DNA Kuno: Penemuan ‘Besse’ di Sulawesi
Sebuah penemuan penting yang memperdalam pemahaman tentang migrasi prasejarah adalah analisis kerangka parsial seorang perempuan muda berusia 7.300 tahun yang ditemukan di Gua Leang Panninge, Sulawesi Selatan. Kerangka ini, yang dijuluki Besse, memberikan bukti genetik yang mengejutkan dan menggeser banyak asumsi sebelumnya.
Analisis DNA dari kerangka Besse menunjukkan dua komponen genetik utama yang saling berinteraksi. Pertama, DNA-nya menunjukkan garis keturunan yang sangat tua, berasal dari Homo sapiens Asia Timur yang kemungkinan tiba di Wallacea—gugusan pulau di antara Sundaland dan Australia—setidaknya 50.000 tahun yang lalu. Temuan ini sangat signifikan karena secara fundamental menolak teori sebelumnya yang menyatakan bahwa gen Asia Timur pertama kali masuk ke Wallacea melalui ekspansi Austronesia sekitar 3.500 tahun yang lalu. DNA Besse memberikan indikasi pertama bahwa kehadiran genetik Asia sudah ada di wilayah ini jauh sebelum ekspansi maritim dan agrikultur dari Taiwan terjadi.
Komponen genetik kedua yang ditemukan dalam DNA Besse adalah warisan dari Denisovan, sebuah kelompok hominin purba yang diketahui hidup di Eurasia dan Papua Nugini. Besse mewarisi sekitar 2.2% DNA dari Denisovan. Jumlah ini sedikit lebih rendah dari yang ditemukan pada populasi Papua saat ini, namun penemuan ini tetap menunjukkan bahwa Denisovan tidak hanya terbatas pada Siberia dan Papua, tetapi juga berinteraksi dengan Homo sapiens di wilayah Wallacea. Data ini menunjukkan bahwa Wallacea kemungkinan besar berfungsi sebagai titik kontak utama tempat Homo sapiens awal berinteraksi dan kawin dengan Denisovan, sebelum penyebaran gen mereka ke leluhur populasi Papua dan Aborigin Australia. Penemuan ini menyoroti peran penting Wallacea sebagai hotspot evolusi dan percampuran genetik, bukan hanya sekadar jembatan geografis yang dilalui migran.
Tiga Gelombang Migrasi Utama Pembentuk Bangsa Modern
Sejarah genetik Indonesia dapat diuraikan melalui tiga gelombang migrasi utama yang berinteraksi dan membentuk komposisi genetik saat ini.
Gelombang Pertama: Leluhur Melanesia
Gelombang migrasi pertama yang membentuk populasi modern di Nusantara terkait dengan nenek moyang Melanesia. Garis keturunan ini merupakan bagian dari migrasi Out of Africa awal yang menyusuri Jalur Selatan, tiba di wilayah Indonesia bagian timur, Melanesia, dan Australia, Jejak genetik mereka sangat dominan di Indonesia bagian timur. Secara patrilineal (Y-DNA), haplogroup C1b3 (M38), M (P256), dan S (M230) sangat umum ditemukan di New Guinea, Melanesia, dan Indonesia bagian timur. Haplogroup ini mencerminkan leluhur paling kuno yang tiba di Nusantara, diperkirakan sekitar 70.000 tahun yang lalu.
Gelombang Kedua: Penutur Austro-asiatik
Gelombang kedua adalah migrasi dari daratan Asia yang membawa pengaruh budaya agrikultur. Kelompok ini, yang disebut sebagai penutur Austro-asiatik, bermigrasi dari wilayah yang kini menjadi Vietnam dan Kamboja, melewati Semenanjung Malaya, dan masuk ke pulau-pulau di Sundaland yang masih menyatu, seperti Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Penelitian genetik menemukan bukti percampuran dari leluhur Asia Tenggara daratan ini pada populasi di Indonesia bagian barat. Yang menarik, data genetik menunjukkan bahwa kelompok migran ini tidak berkompetisi atau berperang untuk memperebutkan lahan dengan manusia gelombang pertama, melainkan terjadi percampuran genetik yang luas melalui perkawinan.
Gelombang Ketiga: Ekspansi Austronesia
Gelombang migrasi ketiga, dan mungkin yang paling sering dibahas, adalah ekspansi Austronesia. Teori klasik Out of Taiwan (keluar dari Taiwan) didukung oleh banyak bukti linguistik dan arkeologis. Teori ini berpendapat bahwa penutur Austronesia, yang berasal dari Formosa atau Taiwan, bermigrasi ke Filipina, kemudian menyebar ke seluruh Nusantara sekitar 3.000 hingga 5.000 tahun yang lalu. Kelompok ini tidak hanya membawa bahasa, tetapi juga paket budaya neolitik seperti gerabah, teknologi maritim, dan domestikasi hewan. Bukti linguistik, seperti kemiripan kata-kata dasar dari Madagaskar hingga Pulau Paskah, menunjukkan asal-usul bahasa yang sama
Namun, analisis genetik mendalam memberikan gambaran yang jauh lebih kompleks dan menantang teori sederhana tersebut. Penelitian genetika, terutama pada mitochondrial DNA (mtDNA), menunjukkan bahwa mtDNA yang ditemukan pada populasi kepulauan Pasifik sudah ada di Asia Tenggara Kepulauan (termasuk Indonesia) pada periode yang jauh lebih tua dari yang diperkirakan dalam teori Out of Taiwan Meskipun analisis DNA memang menunjukkan adanya ekspansi genetik kecil dari Taiwan sekitar 4.000 tahun yang lalu, kontribusi genetiknya hanya mencakup minoritas populasi secara keseluruhan, tidak lebih dari 20 persen.
Fenomena ini mengarah pada model yang lebih bernuansa, yaitu penyebaran budaya dan bahasa, bukan populasi besar-besaran. Migran dari Taiwan mungkin hanya berjumlah minoritas tetapi berhasil menjadi kelompok elit atau membawa teknologi dan sistem budaya baru yang diadopsi oleh populasi pribumi yang sudah ada. Ini menjelaskan mengapa bahasa Austronesia menyebar secara luas dan dominan, sementara jejak genetiknya tidak signifikan, sebuah kasus yang dikenal sebagai language shift atau pergeseran bahasa. Ini menunjukkan bahwa korelasi antara gen dan bahasa tidak selalu linier, dan sejarah demografi suatu wilayah bisa jauh lebih rumit daripada yang disimpulkan dari satu jenis bukti saja.
Peta Genetik Indonesia: Haplogroup dan Ragam Regional
Keragaman genetik di Indonesia tidak terdistribusi secara merata, melainkan membentuk pola geografis yang jelas, terutama antara wilayah barat dan timur. Pola ini dapat dianalisis melalui studi haplogroup Y-DNA dan mtDNA, serta melalui percampuran genetik antara populasi kuno dan modern.
Haplogroup Y-DNA Kunci (Garis Keturunan Patrilineal)
Studi Y-DNA mengungkap dominasi haplogroup tertentu yang merefleksikan asal-usul nenek moyang di berbagai wilayah.
- Haplogroup yang Terkait dengan Asia Timur: Haplogroup O (M175) dan subcladenya, terutama O1b1 (M95), adalah yang paling dominan di Asia Timur dan Asia Tenggara. Kelompok ini secara genetik terkait dengan penutur Austro-asiatik dan Austronesia dan sangat umum ditemukan di populasi Indonesia bagian barat, seperti di Sumatera dan Jawa.
- Haplogroup yang Terkait dengan Melanesia: Haplogroup C1b3 (M38), M (P256), dan S (M230) adalah penanda genetik yang paling umum di Indonesia bagian timur, New Guinea, dan Melanesia. Kehadiran haplogroup ini di Indonesia timur mencerminkan garis keturunan patrilineal yang jauh lebih tua, yang berasal dari migrasi prasejarah awal.
- Haplogroup K dan P: Uniknya, haplogroup K dan P, yang sangat jarang ditemukan di seluruh dunia, ada pada tingkat yang signifikan di beberapa bagian Indonesia. Subklade K2b bahkan mungkin berasal dari Sundaland, menjadikannya
rumah leluhur bagi banyak populasi modern yang kini tersebar di Eropa, Asia Tengah, hingga Amerika.
Haplogroup mtDNA Kunci (Garis Keturunan Matrilineal)
Haplogroup mtDNA juga menunjukkan jejak migrasi yang serupa. Haplogroup D, yang berasal dari haplogroup M dan diperkirakan muncul di Asia Timur sekitar 60.000-35.000 tahun yang lalu, ditemukan di seluruh Asia, termasuk Indonesia. Selain itu, Polynesian Motif (haplogroup B4a1a1), yang sering dikaitkan dengan ekspansi Austronesia, juga memiliki kehadiran yang signifikan di Indonesia.
Analisis Admixture: Pembagian Genetik Barat-Timur
Analisis percampuran genetik menguatkan adanya perbedaan genetik yang mencolok antara wilayah barat dan timur Indonesia, dengan garis imajiner Wallacea berfungsi sebagai batas genetik yang penting
- Indonesia Bagian Barat: Populasi di wilayah ini, termasuk di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, memiliki persentase yang lebih dominan dari leluhur Asia, yang terkait dengan migrasi Austro-asiatik dan Austronesia. Data juga menunjukkan bahwa percampuran genetik di wilayah ini terjadi lebih awal dibandingkan di timur.
- Indonesia Bagian Timur: Di wilayah seperti Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, komposisi genetiknya mengandung porsi signifikan dari leluhur Papua atau Melanesia. Hal ini menunjukkan bahwa migrasi Austronesia menyebar secara bertahap ke wilayah ini, dan percampuran genetik antara gen Asia dan Papua terjadi setelah sinyal arkeologis, sebuah proses yang memakan waktu berabad-abad.
Secara spesifik, studi menunjukkan bahwa Sumatera memiliki peran unik dalam sejarah genetik Indonesia. Menurut Prof. James Fox, Sumatera adalah “pusat percampuran genetik paling rumit” karena hampir semua gelombang migrasi melewati atau singgah di pulau ini. Hal ini menjadikan komposisi genetik penduduknya sangat kompleks dan heterogen.
Berikut adalah tabel ringkasan yang mengilustrasikan perbedaan genetik antara wilayah barat dan timur Indonesia berdasarkan haplogroup Y-DNA dominan:
Haplogroup (Y-DNA) | Definisi/SNP Kunci | Asal Leluhur | Wilayah Sebaran Dominan di Indonesia |
O1b1 (M95) | M95 | Leluhur Asia Timur, terkait Austro-asiatik dan Austronesia | Indonesia Bagian Barat (Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan) |
C1b3 (M38) | M38 | Leluhur Melanesia, migrasi awal Out of Africa | Indonesia Bagian Timur, New Guinea, Melanesia |
M (P256) | P256 | Leluhur Melanesia, migrasi awal Out of Africa | Indonesia Bagian Timur, New Guinea, Melanesia |
S (M230) | M230 | Leluhur Melanesia, migrasi awal Out of Africa | Indonesia Bagian Timur, New Guinea, Melanesia |
K2b | Ancestral to M, P, and S | Berkemungkinan dari Sundaland | Langka secara global, tetapi ditemukan signifikan di beberapa bagian Indonesia |
F-M89 | M89 | Leluhur non-Afrika | Ditemukan pada tingkat rendah di Indonesia Barat (Timor Barat, Flores, Sulawesi) |
Tabel ini secara ringkas menunjukkan bagaimana berbagai haplogroup, yang mencerminkan sejarah migrasi yang berbeda, terdistribusi secara geografis di kepulauan Indonesia.
Genetika dan Identitas Bangsa: Implikasi Sosial dan Budaya
Temuan-temuan ilmiah tentang genetika bangsa Indonesia memiliki implikasi sosial dan budaya yang mendalam. Salah satu kesimpulan terpenting dari studi ini adalah tidak adanya konsep pribumi atau penduduk asli yang murni. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Eijkman, yang mengumpulkan dan menganalisis sampel DNA dari lebih dari 130 suku di 19 pulau, tidak ada orang Indonesia asli karena semua adalah hasil percampuran dari berbagai gelombang migrasi.
Informasi ini dapat digunakan sebagai alat yang kuat untuk menantang narasi berbasis rasisme dan perpecahan yang sering muncul dalam politik identitas. Dengan menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah pendatang yang beragam yang terus-menerus bercampur, ilmu genetika dapat memperkuat rasa persatuan dan toleransi, mempromosikan pemahaman bahwa keberagaman genetik adalah esensi dari identitas bangsa.
Lebih lanjut, hubungan antara gen dan bahasa di Indonesia adalah contoh nyata dari kompleksitas sejarah manusia. Meskipun bahasa Austronesia mendominasi sebagian besar Nusantara, data genetik menunjukkan bahwa gen Austronesia tidak sepenuhnya menggantikan gen populasi yang sudah ada Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran budaya dan bahasa dapat terjadi tanpa perubahan genetik yang signifikan, sebuah fenomena di mana suatu populasi mengadopsi bahasa baru dari kelompok minoritas yang berhasil mendominasi secara budaya atau ekonomi.
Genomik Modern di Indonesia: Riset dan Aplikasi Praktis
Peran Historis Lembaga Eijkman
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (sebelumnya Lembaga Eijkman) telah memainkan peran sentral dalam penelitian genetika populasi di Indonesia. Sejak didirikan kembali pada tahun 1992, Lembaga ini telah melakukan penelitian ekstensif yang mencakup pengumpulan dan analisis sampel DNA dari 130 suku di 19 pulau. Penelitian ini telah membantu mengungkap asal-usul genetik yang beragam dan menantang mitos “pribumi” yang tidak berdasar secara ilmiah.
Namun, status Lembaga Eijkman telah mengalami transformasi. Sejak tahun 2022, lembaga ini telah digabungkan dan kini berada di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman.
Transformasi Riset Genomik Nasional
Perubahan ini menandai pergeseran besar dalam orientasi riset genomik di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini memimpin inisiatif nasional terbaru yang ambisius, yaitu Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi). Program ini diluncurkan untuk memanfaatkan teknologi sekuensing genom yang telah dikembangkan selama pandemi COVID-19, beralih dari fokus historis ke aplikasi klinis.
Fokus utama BGSi adalah mengumpulkan dan menganalisis 10.000 sekuens genom manusia untuk pemetaan varian genetik, khususnya untuk penyakit-penyakit prioritas. Program ini mencakup delapan area penyakit utama, termasuk kanker, penyakit menular, penyakit neurodegeneratif, dan gangguan genetik, dengan implementasi di sembilan pusat genomik di seluruh negeri.
Aplikasi Praktis dan Evolusi Peran Genetika
Tujuan utama BGSi adalah untuk menghasilkan manfaat langsung bagi masyarakat. Program ini bertujuan untuk mendukung pengobatan presisi, di mana diagnosis dan pengobatan dapat menjadi lebih akurat dan personal berdasarkan profil genetik individu. Dengan memahami bagaimana penyakit-penyakit tertentu memengaruhi populasi Indonesia, Kemenkes dapat mengembangkan protokol pengobatan yang lebih efektif dan bahkan mengidentifikasi risiko penyakit di masa depan Selain itu, BGSi juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan biosurveillance atau pengawasan biologi, memanfaatkan teknologi yang telah terbukti penting selama mitigasi COVID-19.
Pergeseran ini mencerminkan evolusi peran genetika di Indonesia. Jika fase pertama, yang dipimpin oleh Lembaga Eijkman, berfokus pada pertanyaan fundamental Siapakah kita? melalui lensa sejarah dan antropologi, fase kedua yang dipimpin oleh BGSi beralih ke pertanyaan yang lebih pragmatis, Bagaimana kita bisa lebih sehat?. Ini menunjukkan kematangan ilmu pengetahuan di tingkat nasional, yang kini diarahkan untuk menghasilkan dampak nyata dalam peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Laporan ini menyimpulkan bahwa identitas genetik bangsa Indonesia adalah sebuah tapestri multidimensional yang ditenun dari berbagai gelombang migrasi dan percampuran genetik yang dinamis. Dari jejak kuno Homo sapiens yang berinteraksi dengan Denisovan puluhan ribu tahun yang lalu, hingga percampuran yang lebih modern antara leluhur Asia dan Melanesia, setiap lapisan genetik menceritakan kisah migrasi, interaksi, dan adaptasi.
Analisis ini secara ilmiah membantah konsep “DNA asli” dan menegaskan bahwa keberagaman adalah karakteristik fundamental dari bangsa ini. Temuan ini tidak hanya memiliki signifikansi historis dan antropologis, tetapi juga implikasi sosial yang kuat, berfungsi sebagai bukti ilmiah untuk mempromosikan persatuan dan toleransi dalam masyarakat yang pluralistik.
Dengan diluncurkannya inisiatif seperti BGSi, Indonesia kini berada di garis depan penelitian genomik yang tidak hanya mengeksplorasi masa lalu, tetapi juga secara aktif membentuk masa depan kesehatan bangsanya. Penelitian genomik kini memiliki peran ganda: melestarikan dan memahami sejarah genetik yang kaya, sekaligus menyediakan landasan ilmiah untuk pengobatan presisi dan peningkatan kesejahteraan kolektif.
Daftar Pustaka :
- Asal-usul Leluhur Orang Indonesia Menurut Ilmuwan – detikcom, accessed August 22, 2025, https://www.detik.com/sumbagsel/budaya/d-7518954/asal-usul-leluhur-orang-indonesia-menurut-ilmuwan
- Complex Patterns of Admixture across the Indonesian Archipelago …, accessed August 22, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5850824/
- Genetic dating indicates that the Asian–Papuan admixture through Eastern Indonesia corresponds to the Austronesian expansion – PMC – PubMed Central, accessed August 22, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3311340/
- Orang Indonesia Dulu Sangat Toleran, Terbukti dari Genetika Kita – BSKDN Kemendagri, accessed August 22, 2025, https://bskdn.kemendagri.go.id/website/orang-indonesia-dulu-sangat-toleran-terbukti-dari-genetika-kita/
- Scientists unravel genetic ancestry of Indonesian people – Anadolu Ajansı, accessed August 22, 2025, https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/scientists-unravel-genetic-ancestry-of-indonesian-people/1626175
- Scientists Use DNA to Trace Early Humans’ Footsteps From Asia to South America, accessed August 22, 2025, https://www.smithsonianmag.com/smart-news/scientists-use-dna-to-trace-early-humans-footsteps-from-asia-to-south-america-180986654/
- What is the most common haplogroup DNA in Indonesia? – Quora, accessed August 22, 2025, https://www.quora.com/What-is-the-most-common-haplogroup-DNA-in-Indonesia
- Diaspora Melanesia Di Nusantara – Rumah Belajar, accessed August 22, 2025, http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/8305070e7dd15ca1f0b22cc8cb954aa2.pdf
- Dari Mana Asal Usul Orang Indonesia? Ini Penjelasan Arkeolog – detikNews, accessed August 22, 2025, https://news.detik.com/berita/d-4772761/dari-mana-asal-usul-orang-indonesia-ini-penjelasan-arkeolog
- Ancient DNA shows the peopling of Southeast Asian islands was …, accessed August 22, 2025, https://www.sciencenews.org/article/ancient-dna-skeleton-woman-indonesia-peopling-southeast-asian-islands
- Jejak Migrasi Austronesia dan Pengaruhnya – Fakultas Ilmu Sosial …, accessed August 22, 2025, https://fisip.ui.ac.id/kuliah-umum-prof-james-fox-bahas-migrasi-austronesia-dan-pengaruhnya/
- Bukti Leluhur Austronesia Tertua di Taiwan dan Cina Selatan – Historia.ID, accessed August 22, 2025, https://www.historia.id/article/bukti-leluhur-austronesia-tertua-di-taiwan-dan-cina-selatan-pna88
- Early Austronesians: Into and Out Of Taiwan – PMC – PubMed Central, accessed August 22, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3951936/
- New research on Austronesian languages refute longstanding theory, accessed August 22, 2025, https://news-archive.hud.ac.uk/news/2016/january/newresearchonaustronesianlanguagesrefutelongstandingtheory.php
- Tes DNA Lembaga Eijkman Buktikan, Orang Indonesia Ternyata Pendatang – Grid Health, accessed August 22, 2025, https://health.grid.id/read/352843231/tes-dna-lembaga-eijkman-buktikan-orang-indonesia-ternyata-pendatang?page=all
- Penelitian Genetika Manusia Indonesia Sudah Capai 60 Persen – BSKDN Kemendagri, accessed August 22, 2025, https://bskdn.kemendagri.go.id/website/penelitian-genetika-manusia-indonesia-sudah-capai-60-persen/
- Indonesia Pimpin Pengembangan Genomik Level Asia Tenggara – Kemenkes, accessed August 22, 2025, https://kemkes.go.id/id/indonesia-pimpin-pengembangan-genomik-level-asia-tenggara
- Ministry unveils BGSi to detect potential diseases in future – ANTARA News, accessed August 22, 2025, https://en.antaranews.com/news/244489/ministry-unveils-bgsi-to-detect-potential-diseases-in-future