Ragam Hias Khas yang Menggambarkan Identitas

Daerah Kabupaten Labuhanbatu

 

Beberapa motif ragam hias khas Labuhanbatu yang teridentifikasi dari hasil kajian FGD yaitu: 1) Pilar, 2) Tumbuk Lada, 3) Ompat Tepak, 4) Sisik dan Buah Nonas, 5) Ajir Sawit dan Bukit Barisan, 6) Ompat Nonas dan Ompat Pohon Kelapa Sawit, 7) Pagar, 8) Bunga Lawang, 9) Terubuk, 10) Pucuk Rebung, 11) Lebah Bergantung

 

  1. PILAR

Secara harfiah pilar adalah tiang atau penyangga. Dalam ragam hias pilar diartikan bahwa ibadah sebagai tiang agama. Tanpa adanya ibadah sebagai penyangga agama maka agama akan runtuh. Secara visual pilar dalam ragam hias ini digambarkan dengan bentuk-bentuk bidang geometris dua dimensi yang disusun secara vertikal, memiliki warna hijau muda dan oranye serta putih.

Ragam hias ini dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat warga Labuhanbatu adalah warga yang taat beribadah, sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya sehingga menumbuhkan rasa sadar akan hari akhir nanti, dimana hanya amal ibadah saja yang dapat

menolong manusia dari segala siksaan.

Pilar merupakan satu dari enam motif yang termuat pada Pokok-PokokPemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil DenganMenggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Di Daerah Tingkat IILabuhanbatu tahun 1992 menjadi motif kain songket yang dipergunakan dalam

acara-acara adat tertentu. Pemilihan motif pilar ditetapkan oleh Dewan PerwakilanRakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhanbatu melalui keputusannomor 3 tahun 1992.

 

  1. TUMBUK LADA

Tumbuk Lada adalah senjata tradisional khas Kerajaan Aru Karo dan Melayu di pesisir Sumatera Timur, khususnya Melayu Langkat, Melayu Deli, dan Melayu Serdang. Bentuknya seperti pisau yang biasanya terbuat dari bahan logam kuningan bersifat racun dan digunakan dalam pertarungan jarak dekat.

Pada masyarakat Labuhanbatu Tumbuk Lada dipergunakan oleh masyarakat umum sedangkan keris dipergunakan bagi kalangan tertentu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sejarawan dan budayawan didapatkan keterangan bahwa Tumbuk Lada dipergunakan oleh masyarakat Labuhanbatu sebagai alat memotong pinang yang akan dikunyah. Tradisi tersebut telah berjalan sejak lama dari generasi ke generasi. Mengingat senjata Tumbuk Lada telah menjadi bagian dari masyarakat Labuhanbatu maka Tumbuk Lada dimasukan

kedalam salah satu motif songket khas yang dipergunakan dalam acara-acara adat tertentu sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhanbatu melalui keputusan nomor 3 tahun 1992.

Sedangkan beberapa motif lain yang tidak ditemukan pada dokumen Pokok- Pokok Pemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil Dengan Menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Di Daerah Tingkat II Labuhanbatu ataupun dokumen lain namun merupakan motif yang sudah sering digunakan baik sebagai ornamen pada pakaian ataupun ornamen Gedung

 

  1. OMPAT TEPAK

Tepak atau tepak sirih adalah kotak yang wajib dimiliki oleh seluruhgolongan masyarakat untuk meletakkan kapur sirih, buah pinang, tembakau, getahgambir, dan minyak bibir yang menggambarkan nilai-nilai dalam kehidupan,

khususnya dalam tingkah laku dan ada istiadat masyarakat Melayu (Azman Syarif 2016; Publisher et al. 2020; Salleh and Kim 2016). Penciptaan ragam hias ompattepak dilatarbelakangi oleh deformasi tepak sebanyak 4 (empat) buah yang salingbertautan satu sama lain. Ompat tepak memiliki arti simbolis keterbukaan informasidengan bentuk benda alam yang berfungsi sebagai simbol dan hiasan serta memilikiwarna biru.

Tepak merupakan benda yang dipakai dalam upacara-upacara adat diKabupaten Labuhanbatu seperti upacara perkawinan (Salleh 2014). Tepak mengambil peranan penting dalam setiap acara adat, dimana dipergunakan sebagai alat pembuka dialog antara dua pihak yang saling berkepentingan. Tepak yang divisualkan sebanyak empat buah dan saling bertautan serta menghadap ke seluruh penjuru dimaksudkan bahwa masyarakat Kabupaten Labuhanbatu terbuka untuk menerima dan mengadakan dialog dengan daerah lainnya demi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa.

Ragam hias tepak tidak hanya ditemukan pada pada Pokok-Pokok Pemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil Dengan Menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Di Daerah Tingkat II Labuhanbatu akan tetapi juga ditemukan pada songket yang diproduksi oleh Dekranasda pada periode kepemimpinan dr. H. Tigor Panusunan Siregar, Sp.PD.

 

  1. SISIK DAN BUAH NONAS

Buah nenas ditemukan pertama sekali oleh Chstristoper Columbus pada 1493 di desa kecil suku Indian di Benua Amerika atau yang sekarang dikenal dengan Brazil dan Paraguay (Sanewski, Bartholomew, and Paull 2018). Kemudian selanjutnya bangsa Portugislah yang menyebarluaskan nenas ke seluruh pelosok dunia termasuk ke Indonesia. Buah nenas Kabupaten Labuhanbatu memiliki perbedaan dengan buah nenas dari daerah lain yang dipengaruhi oleh lahan gambut

garaman yang berada di wilayah pantai, sehingga memiliki produksi yang tinggi dibanding di lahan mineral (Setiawan, Sibuea, and Pane 2019). Perbedaannya terdapat pada ukuran dan memiliki rasa yang gurih serta memiliki aroma spesifik dan khas.

Ragam hias sisik dan buah nenas memiliki arti kesuburan dan kebesaran jiwa yang merupakan bentuk dari tumbuhan yang berfungsi sebagai simbolis dan hiasan yang memiliki warna kuning. Warna kuning pada ragam hias sisik dan buah nenas melambangkan kebesaran jiwa masyarakat Kabupaten Labuhanbatu dalam mempertahankan adat istiadat, agama, dan pembangunan di segala bidang.

Selain ragam hias sisik dan buah nenas yang tertuang pada Pokok-Pokok Pemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil Dengan MenggunakanRagam Hias Sebagai Identitas Budaya

Labuhanbatu, motif nenas juga ditemukan pada hak cipta yang terdaftar pada Pangkalan Data Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan nama Takhuboknonas Batik Khas Kabupaten Labuhanbatu nomor pencatatan 000175617. Selain itu ragam hias nenas juga ditemukan pada kain songket yang ditenun pada periode kepemimpinan dr. H. Erik

Adtrada Ritonga, MKM dan baju batik siswa sekolah dasar dan ASN Kabupaten Labuhanbatu pada periode kepemimpinan H. Pangonal Harahap, S.H. M.Si. dan H. Andi Suhaimi Dalimunthe, S.T., M.T.

 

  1. AJIR SAWIT DAN BUKIT BARISAN

Kelapa sawit adalah tanaman asli benua Afrika yang yang dibawa oleh bangsa Belanda ke Indonesia pada tahuan 1848. Perkebunan kelapa sawit di Labuhanbatu dimulai oleh perusahaan Perkebunan Padang Halaban Plantagen AG Zurich pada tahun 1915 di Desa Perkebunan Padang Halaban (Harahap 2017).

Ragam hias Ajir Sawit dan Bukit Barisan memiliki arti keteraturan, disiplin dan kekuatan dalam melaksanakan disipilin sehingga meningkatkan produktifitas kerja yang akan menjadi modal dalam melindungi keberadaan bangsa. Sawit merupakan tumbuh-tumbuhan dan benda alam yang berfungsi sebagai simbol danhiasan. Adapun warna yang dipergunakan adalah kuning, biru, merah, coklat dan hijau.

Ragam hias ajir sawit mengandung arti keteraturan dan ketertiban. Hal tersebut bisa ditemukan hingga saat ini dalam pengaturan penanaman pohon kelapaJ sawit baik pada perkebunan rakyat ataupun swasta. Adanya pengaturan yang sedemikian rupa pada perkebunan sawit diharapkan untuk mendapatkan hasil buah yang maksimal.Sedangkan bukit barisan yang merupakan tulang punggung Pulau Sumatera (Crawfurd, 1856) dimaksudkan sebagai kekuatan yang kokoh dan kuat dalam melindungi segala sesuatu.

Selain tertuang dalam Pokok-Pokok Pemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil Dengan Menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Di Daerah Tingkta II Labuhanbatu, ragam hias yang berhubungan dengan sawit juga ditemukan pada kain songket yang diproduksi pada periode kepemimpinan dr. H. Tigor Panusunan Siregar, Sp.Pd.

 

  1. OMPAT NENAS DAN OMPAT POHON KELAPA SAWIT

 

Deformasi buah nenas sebanyak empat buah yang saling bertautan, dan pohon kelapa sawit sebanyak empat buah yang saling bertautan yang memiliki arti simbolis kesuburan dan kemakmuran daerah. Yang berfungsi sebagai simbol dan hiasan dengan warna putih, hijau dan biru. Angka empat dimaksudkan sebagai penjuru mata angin yaitu utara, timur, selatan dan barat. Buah nenas dan kelapa sawit adalah hasil daerah Labuhanbatu yang subur dan makmur. Motif hias ompat nonas dan ompat pohon sawit secara esensial melambangkan kepada kesuburan daerah Kabupaten Labuhanbatu pada setiap jengkalnya. Motif nenas dan sawit juga bisa ditemukan pada songket dan baju batik pada periode kepemimpinan bupati sebelumnya.

 

  1. PAGAR

Dalam kehidupan adat istiadat menyangkut masyarakat Kabupaten Labuhanbatu terutama masyarakat melayu pesisir telah terpola bahwa nilai-nilai adat istiadat tersebut selalu dibatasi nilai-nilai agama, yaitu nilai-nilai agama Islam. Jadi secara visual pagar adalah hiasan yang sering didapati pada bangunan tradisional daerah kabupaten Labuhanabtu. Ragam hias pagar merupakan susunan

bidang-bidang geometris secara vertikal dan horizontal yang berarti batas yang berfungsi sebagai simbol dan hiasan yang didominasi oleh warna merah.

 

  1. BUNGA LAWANG

Bunga lawang atau bunga pekak merupakan buah dari sejenis tanaman perdu yang tingginya mencapai 4 sampai 6 meter, memiliki bunga berwarna kuning kehijau-hijauan, buahnya terdiri dari 6 sampai 8 folikel, yang masing-masing folikel berisi 1 biji (Tjiptosoeomo, 2005). Bunga lawang merupakan rempah asli Asia yang banyak tumbuh di Cina Selatan. Rasa dari bunga lawang berasal dari senyawa kimia yaitu anethol. Karena rasa yang kuat bunga lawang merupakan bumbu masakan yang sering dipakai pada masakan masyarakat Melayu seperti roti jala kuah kari dan pacri nanas (Abdullah, Ibrahim, and Badaruddin, 2021).

Masyarakat melayu juga menggunakan bunga lawang untuk menambah rasa dan aroma pada masakan seperti sup, kari, nasi lemak, nasi biryani, acar dan lauk pauk yang dimasak dengan rempah-rempah seperti daging, ayam, dan makanan laut.

Motif bunga lawang atau popular juga dengan sebutan Bunga Motif Pecah Lapan diasosiasikan dengan tampilan delapan kelopak bunga atau bentuk radial dari bagian tengah berbentuk bintang berwarna coklat tua (Abd Rahim, Samsudin, and Husain, 2020). Penggunaan motif bunga lawang baik itu pada bangunan ataupun pakaian merupakan corak budaya Melayu-Islam yang memadukan motif geometris yang disajikan dalam susunan simetris, dengan teknik pengulangan yang menganut prinsip estetis Islami yang menganugerahkan makna baik secara eksplisit maupun implisit (Soliana et al., 2021).Motif bunga lawang sering dipakai sebagai ornament kain tenun atau songket melayu. Motif bunga lawang juga sering menjadi motif pada batik dan ornamen pada bangunan. Bapak H. Sofyan Lubis penulis buku Asal Muasal Labuhanbatu dalam FGD memberikan tanggapan terkait motif bunga lawang, karena menurut beliau tumbuhan bunga lawang tidak didapati di Labuhanbatu, sehingga motif tersebut perlu dipertimbangkan sebagai motif Labuhanbatu atau tidak. Menanggapi pendapat tersebut, Bapak Muhammad Zen Ajrai, S.Pd.I.,M.M sebagai Narasumber pada kegiatan FGD menyampaikan bahwa motif bunga lawang memang tidak tumbuh di Labuhanbatu namun motif ini sering sekali digunakan dalam ukiran-ukiran khas Labuhanbatu, sehingga motif ini bisa memperkaya motif khas Labuhanbatu.

 

 

  1. IKAN TERUBUK

Ikan terubuk (Tenualosa sp.) merupakan jenis ikan yang dilindungi di Indonesia yang hanya memiliki lima spesies di dunia dan dua diantaranya ada di perairan Indonesia. Jenis terubuk yang hidup di Labuhanbatu adalah jenis Tenualosa Ilisha, hanya ditemukan di perairan lepas pantai Sumatera Utara mengarah ke DAS Barumun (Kelautan dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu and

Riau 2013). Pemerintah telah menetapkan ikan terubuk ini menjadi spesies ikan yang dilindungi yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 43/KEPMEN-KP/2016 (Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2016).

Di dalam buku “Lippata, Asal Usul Labuhanbatu” karangan Muhammad Zen Ajrai Nasution dan Sofyan Lubis (2018) diceritakan bahwa Ikan Terubuk merupakan simbol Kerajaan Panai dan dilindungi serta dijaga kelestariannya oleh kerajaan. Pada saat itu, ditetapkan peraturan dan ketentuan bagi nelayan yang ingin menangkapnya. Kerajaan Panai juga memiliki kebiasaan memberikan hadiah ikan terubuk terbaik kepada perahu berhias (perahu pengantin) yang melewati Sungai Barumun karena membawa peruntungan agar diberi keturunan banyak dan berbudi baik .

Ikan Terubuk sudah melekat dalam kehidupan masyarakat Labuhanbatu, hingga mewarnai budaya melayu Labuhanbatu salah satunya dalam sastra “Syair Ikan Terubuk” menjadi salah satu syair dan senandung yang hidup di dalam masyarakat Labuhanbatu (Syaifuddin, 2018). Ikan Terubuk banyak dijumpai di Labuhan Bilik, hingga dibuat sebuah tugu berbentuk ikan terubuk. MasyarakatRagam Hias Sebagai Identitas Budaya  Labuhanbilik mengonsumsi ikan terubuk dan telurnya dalam keadaan mentah, hanya dicampur dengan cabai, garam dan perasan jeruk nipis (Paparan Narasumber FGD).

Motif ikan terubuk telah dipakai pada ragam hias Takhuboknonas yang telah memiliki hak cipta yang merupakan kombinasi ikan terubuk (Takhubok) dan nenas (Nonas). Motifnya berwarna kuning keemasan (diambil dari warna khas melayu dan diperat dengan warna air Sungai Bilah yang keruh keemasan), hijau (diambil dari warna khas Melayu dan diperat dengan warna lingkungan yang diselimuti pohon sawit, karet dan tumbuhan lainnya), oranye (perpaduan warna merah dan kuning memberi kesan hangat dan bersemangat, dan warna putih (kesederhanaan dan kemurnian). Motif Takhuboknonas ini kemudian menjadi ornamen pada batik PNS Labuhanbatu seperti pada gambar . Motif ikan terubuk juga pernah dipakai menjadi motif batik anak sekolah di Labuhanbatu sebagaimana terlihat pada gambar

 

  1. PUCUK REBUNG

Pucuk rebung merupakan jenis motif ragam hias melayu yang paling sering digunakan. Pucuk rebung merupakan ragam hias yang sudah banyak dikenal di daerah Minangkabau serta daerah rumpun Melayu seperti Aceh, Palembang, Lampung dan Riau. Peletakan motif pucuk rebung sering ditemui di bagian ujung sehingga sering disebut motif tumpal. Bentuk ragam hias pucuk rebung berbentuk segitiga sama kaki dan memiliki arti kekuatan dalam mempertahankan adat dalam mendidik akhlak dan rasa saling hormat menghormati sesama manusia (Pratiwi 2021).

Bentuk ragam hias pucuk rebung dapat dilihat sebagai motif pantulan atau cerminan sisi kanan dan kiri membentuk segitiga sama kaki, segitiga sama sisi dan segi empat yang selaras diletakkan di ujung-ujung kain. Motif pucuk rebung yang diletakkan di ujung kain memiliki arti keberuntungan dan harapan baik dalam setiaplangkah hidup pemakainya (Pratiwi, 2021). Motif pucuk rebung banyak ditemukan pada tenunan kain songket baik dalam bentuk kain ikat kepala (tanjak), sarung, atau selendang. Motif pucuk rebung juga ditemukan pada “bengkung” dan kedua ujung pada kain panjang.

Berdasarkan paparan Narasumber, Bapak Muhammad Zen Ajrai, S.Pd.I., M.M. pada saat FGD dijelaskan bahwa motif Pucuk Rebung dalam sejarah Kabupaten Labuhanbatu memiliki kekuatan legenda sekaligus mengikat dalam kehidupan masyarakat. Pucuk rebung dapat memberi makna sebuah pertumbuhan yang kokoh dalam persatuan. Hidup masyarakat Labuhanbatu yang berumpun-rumpun digambarkan dengan kehidupan pohon bambu, dimana yang muda menjadi benteng pelindung mengelilingi yang lebih tua, berada ditengah sehingga disebut dengan muda sedia.

Motif pucuk rebung sudah banyak dikembangkan sehingga muncul motif-motif yang beragam. Motif pucuk rebung juga umum diterapkan pada jenis kain tradisional asli Indonesia terutama songket. Di Kabupaten Labuhanbatu motif pucuk rebung banyak dipergunakan pada lisplang bangunan. Bangunan yang menggunakan pucuk rebung sebagai lisplangnya dapat dilihat pada Gedung Dinas Pertanahan Kabupaten Labuhanbatu dan beberapa gedung pemerintahan lainnya.

Lisplang pucuk rebung tidak hanya baru-baru ini dipergunakan di Kabupaten Labuhanabatu namun telah dipergunakan sejak lama sebagaimana terlihat pada rumah dinas Dokter Baron yang berlokasi di dekat Rantauparapat pada tahun 1910 (Anon n.d.-b).

 

 

  1. LEBAH BERGANTUNG

 

Kebanyakan motif dasar dari ragam hias arsitektur tradisional Melayu terinspirasi dari alam, hewan dan tumbuhan serta benda-benda lainnya. Bentuk- bentuk di alam tersebut kemudian diubah, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga, atau dimodifikasi bentuknya sehingga berubah dari bentuk aslinya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti lebah (Program Studi Arsitektur,

Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti, Palembang et al. 2017).

Motif lebah bergantung pada lisplangbangunan mengandung filosofi sikap rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri agar saling menasehati, tolong menolong dan bergotong-royong (Titof, 2019). Motif lebah bergantung memang tidak begitu popular di Kabupetan Labuhanbatu namun motif ini pernah ditemukan pada lisplang Istana Kesultanan Bilah sebagaimana terlihat pada Istana Kerajaan Bilah pada tahun 1934 yang dipublikasikan pada Leiden University Libraries Digital Collections(Anon n.d.-a)

 

 

INDIKASI GEOGRAFIS SEBAGAI RAGAM HIAS KHAS KABUPATEN LABUHANBATU

 

  1. Kancil (Pilandok)

Pilandok atau dalam Bahasa Indonesia disebut Pelanduk atau Kancil merupakan hewan ruminansia terkecil yang menjadi salah satu kekayaan biodiversitas yang dimiliki Indonesia (Wirdateti dan Nugraha, 2016). Kancil adalah hewan nokturnal yang biasa beraktivitas di malam hari, mencari dedaunan, buah, rerumputan dan bagian tumbuhan lainnya untuk dimakan (Nowak, 1999). Tubuh

Kancil berwarna kecoklatan sampai kemerahan, memiliki garis-garis putih dan cokelat kehitaman yang membujur di leher dan dadanya, serta garis hitam di tengkuknya. Hewan ini banyak diburu untuk dikonsumsi, sehingga semakin sulit untuk ditemukan (Wirdateti and Nugraha 2016). Kancil merupakan satwa liar asli Indonesia yang dilindungi berdasarkan Dierenbeshermings (Undang-Undang Perburuan Binatang Liar 1931) Staatblad 1931 No.134 Dierenbeschermings

Verordeming (Peraturan-Peraturan Binatang Liar 1931) Staatblad 1031 No.266 jis 1932 No.28 dan 1935 No.513 (Yunizarrakha, 2016).

Dalam kesusastraan Indonesia, Kancil sering muncul menjadi tokoh utama dalam dongeng anak-anak sejak zaman dahulu. Kancil identik dengan kecerdikan dan kelicikannya. Dalam dongeng-dongeng, Kancil menjadi karakter yang dicari sebagai penyelesai masalah, selalu lihai melarikan dari dari pemangsa, dan memiliki banyak akal untuk mengelabui musuhnya.

Dalam buku Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, karangan Fang (2011), diceritakan bahwa : Pelanduk termasuk binatang yang kecil dan lemah. Hanya dengan kecerdasan otaknya, ia bisa hidup di dalam hutan belantara. Kadang-kadang ia agak nakal. Tetapi biasanya ia bertujuan baik, ia menyelesaikan perselisihan paham antara binatang atau menolong binatang-binatang kecil dari ancaman binatang besar. Mungkin inilah sebabnya dalam beberapa kumpulan cerita, pelanduk dikatakan telah menjadi hakim dengan adil dan bijaksana.

Cerita rakyat yang mengambil karakter Pelanduk sebagai watak utamanya dalam sastra Melayu mengalami tiga tingkat perkembangan. Dalam tingkat pertama, Pelanduk merupakan binatang kecil yang selalu terancam hidupnya namun mengunakan akalnya untuk bertahan hidup. Cerita yang sangat populer di semenanjung tanah melayu yaitu Hikayat Sang Kancil (1999)termasuk dalam kategori ini.

Tingkatan kedua, Pelanduk sudah menjadi hakim di rimba. Dia adalah seorang Menteri Nabi Sulaiman yang ditugaskan untuk menyelesaikan segala pertikaian yang terjadi antara manusia dengan manusia atau binatang dengan binatang. Cerita yang masuk dalam kategori ini ada Pelanduk dengan Anak Memerang (2011). Pada tingkatan terakhir, Pelanduk sudah menjadi syah di rimba dan ia menghukum segala binatang yang tidak takluk padanya. Hikayat Pelanduk Jenaka termasuk dalam tingkat perkembangan ini.

Bapak Ade Parlaungan Nasution, SE, M.Si, Ph.D selaku Rektor Universitas Labuhanbatu, dalam FGD menyampaikan sarannya dengan mengambil binatang Pelanduk atau Pilandok dalam bahasa melayu sebagai unsur pembentuk motif ragam hias baru Labuhanbatu karena Pilandok populer sebagai tokoh dalam sastra melayu Labuhanbatu zaman dahulu. Salah satu cerita rakyat yang cukup popular

seperti Senandung Bilah yaitu Pilandok Terkial-kial yang memiliki nilai tanggungjawab, toleransi, kerja keras, mandiri, religius, peduli sosial, kejujuran, gotong royong, dan cinta damai (Ritonga 2019; Syaifuddin, 2018).

Upaya menjadikan pilandok sebagai salah satu jenis ragam hias baru yang  mencerminkan identitas daerah Kabupaten Labuhanbatu yang didasari indikasi geografis perlu mempertimbangkan beberapa aspek salah satunya aspek agama.

Mengingat mayoritas penduduk melayu beragama Islam maka larangan menggambar makhluk bernyawa dengan sangat jelas sudah diterangkan dalam Al-Quran. Akan tetapi seperti kebanyakan desain yang ada, ragam hias cendrungbermotif abstrak dan tidak utuh. Dengan demikian menjadikan pilandok ataukancil sebagai ragam hias sangat memungkinkan diterima oleh semua pihak.

 

  1. Berombang

Berombang adalah sejenis pohon bakau yang tumbuh di daerah pesisir dan dijadikan nama daerah di Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu. Sudah lazim di zaman dulu masyarakat menamakan suatu tempat dengan situasi, kondisi Ragam Hias Sebagai Identitas Budaya. Begitu pula dengan Sungai Berombang, dinamai Berombang karena di tepian sungainya terdapat banyak pohon berombang (Nasution dan Lubis, 2018).

Berombang atau dikenal juga dengan nama pidada bernama latin Sonneratia caseolaris adalah salah satu jenis tumbuhan muara atau mangrove yang tumbuh di daerah yang tidak terlalu asin, tanah berlumpur yang dalam dan di pinggiran sungai kecil dengan air yang mengalir pelan dan terpengaruh pasang surut.

Berombang tidak pernah tumbuh pada pematang atau daerah berkarang. Memiliki ketinggian 15 m dengan akar nafas seperti kerucut yang banyak dan sangat kuat.

Buahnya dapat dimakan, daun mudanya juga dapat dikonsumsi sebagai lalapan. Buahnya dapat dijadikan campuran untuk memasak ikan. Pidada merah (buah Berombang)juga dijadikan sebagai bahan tambahan ramuan bedak dingin di daerah Kalimantan Selatan (Sahromi, 2011).

 

  1. Pohon Karet

Memiliki nama latin Hevea brasiliensis, pohon karet merupakan tanaman yang berasal dari Brazil. Termasuk tanaman getah-getahan yang memiliki jaringan yang banyak mengandung getah yang akan mengalir keluar apabila jaringan tanaman dilukai (Santosa, 2007). Pada Tahun 1864 tanaman karet masuk ke Indonesia, ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai koleksi. Kemudian berkembang ke beberapa daerah dan dijadikan sebagai tanaman perkebunan komersial termasuk ke daerah Labuhanbatu pada tahun 1906 dengan dibukanya tanah konsesi di Bilah seluas 5000 hektar oleh maskapai Sennah Rubber Comp.L.td (Azman Syarif, 2016). Sejak dibukanya perkebunan karet di Sennah maka sejak itulah penduduk Labuhanbatu mulai membudidayakan tanaman karet.

Sampai saat ini tanaman karet masih menjadi tanaman perkebunan yang paling luas ditanam di Labuhanbatu setelah sawit dengan produksi sebesar 21.875,99 ton pada tahun 2020. Kecamatan Bilah Hulu merupakan penghasil karet terbesar di Kabupaten Labuhanbatu (Kabupaten Labuhanbatu dalam Angka,  2021). Mengingat besarnya kontribusi pohon karet dalam perjalanan kehidupan penduduk Labuhanbatu maka pohon karet juga dimasukkan kedalam gambar logo Kabupaten Labuhanbatu, bersama ikan terubuk dan buah kelapa.

 

  1. Sungai

Sungai sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan sejak dulu dari Kabupaten Labuhanbatu. Sejak zaman dahulu kala dua sungai besar yang yaitu Sungai Bilah dan Sungai Baruman sudah menjadi sumber penghidupan dan sarana transportasi masyarakat di Kabupaten Labuhanbatu. Di sungai bilah yang menjadi pusat pemerintahan kesultanan bilah terdapat ikan gamak yang sangat khas dan pada sungai barumun yang menjadi pusat pemerintahan kesulatanan pane terdapat ikan terubuk yang hanya ada 5 spesies di dunia. Tidak hanya dalam hikayat yang disampaikan dari mulut ke mulut namun peranan sungai bilah dan barumun sudah disebut pada banyak buku dan kajian akademis seperti Buku Selayang pandang sejarah Labuhanabtu, LIPPATA: Asal Usul Nama Labuhanabtu, Negeri Bertuah dari Kearifan yang diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan kabupaten Labuhanbatu. Selain itu bangsa belanda juga sudah mendokumentasikan perananan sungai Bilah dan Barumun sebagaimana terlihat pada foto yang di ambil sekitar tahun 1910 yang berlokasi di pangkatan (Anon n.d.-c).

 

  1. Gamak

Gamak merupakan kumpulan ikan kecil-kecil yang seperti teri yang masuk kedalam keluarga ikan nike. Gamak menjadi makanan kebanggaan masyarakat Labuhanbatu khususnya yang berdomisili di negeri lama. Uniknya ikan tersebut hanya muncul 2 sampai3 kali dalam satu tahun pada titik yang sama dan tidak ditemukan pada hulu ataupun muara sungai bilah.Berdasarkan hasil wawancara dengan sejarawan didapatkan informasi bahwa ikan gamak telah ada semenjak kerajaan bilah dan sering diasosiasikan sebagai ikan raja.

 

 

Sumber : https://core.ac.uk/download/pdf/591106512.pdf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.