Buku “The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the West and Fails Everywhere Else” karya ekonom Peru, Hernando de Soto, bukan hanya sekadar buku ekonomi biasa. Diterbitkan pertama kali pada tahun 2000, buku ini menyajikan argumen yang provokatif dan revolusioner tentang akar kemiskinan di negara-negara berkembang. De Soto menantang pandangan konvensional bahwa kapitalisme gagal di Dunia Ketiga karena kurangnya semangat kewirausahaan, modal, atau budaya yang tepat. Sebaliknya, ia mengklaim bahwa rahasia keberhasilan kapitalisme terletak pada hal yang sangat mendasar: sistem hukum kepemilikan yang efektif.

Menganalisis Kekayaan yang Tersembunyi

Inti dari argumen de Soto adalah konsep modal mati” (dead capital). Ia berpendapat bahwa masyarakat miskin di seluruh dunia—dari pedagang di Kairo hingga petani di Filipina—sebenarnya memiliki aset yang sangat besar, seperti properti, lahan, dan bisnis kecil. Namun, semua aset ini berada di sektor informal atau “ekstra-legal”. Mereka memiliki rumah, tapi tanpa sertifikat kepemilikan resmi; mereka mengolah lahan, tapi tanpa hak atas tanah yang diakui pemerintah.

Karena aset-aset ini tidak terdaftar secara resmi, mereka tidak dapat digunakan sebagai modal. Seorang pemilik rumah tidak dapat menggunakannya sebagai jaminan untuk meminjam uang dari bank guna memulai usaha. Seorang petani tidak dapat menjual tanahnya dengan mudah atau mewariskannya secara sah. De Soto menyebut kondisi ini sebagai “modal mati” karena aset-aset tersebut tidak dapat diubah menjadi nilai yang lebih produktif dalam sistem ekonomi.

Solusi: Mengubah Aset Menjadi Modal

De Soto secara cerdik membandingkan situasi ini dengan negara-negara Barat. Di sana, setiap aset, mulai dari rumah hingga saham perusahaan, terintegrasi dalam sistem hukum formal. Kepemilikan yang jelas dan terlegitimasi memungkinkan aset tersebut berfungsi sebagai jaminan, diperdagangkan, dan dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (misalnya saham), sehingga menciptakan aliran modal yang masif dan efisien.

Buku ini bukanlah sekadar teori. De Soto dan timnya di Institute for Liberty and Democracy (ILD) di Peru melakukan studi lapangan yang mendalam di berbagai negara, termasuk Haiti, Mesir, dan Filipina. Mereka mendokumentasikan dengan cermat betapa rumit dan mahalnya proses untuk mendaftarkan properti atau mendirikan bisnis secara legal. Birokrasi yang berbelit-belit ini pada akhirnya mendorong masyarakat untuk tetap berada di sektor informal, di mana mereka terhindar dari pajak dan regulasi, tetapi juga kehilangan akses terhadap manfaat dan perlindungan dari sistem hukum.

“Bayangkan sebuah negara,” tulis De Soto, “di mana tak seorang pun dapat mengidentifikasi siapa pemilik apa, alamat tak dapat diverifikasi, orang tak dapat dipaksa membayar utang, sumber daya tak dapat dengan mudah diubah menjadi uang, kepemilikan tak dapat dibagi menjadi saham, deskripsi aset tak terstandarisasi dan tak dapat dengan mudah dibandingkan, dan aturan yang mengatur properti berbeda-beda di setiap lingkungan atau bahkan di setiap jalan.” Hal ini mudah saya bayangkan. Meskipun berada di ibu kota, rumah kami di Madagaskar tak pernah memiliki alamat yang tepat. Entah tahu di mana alamatnya atau tidak.

Bukan berarti struktur hukum tidak ada. Struktur tersebut seringkali ada, tetapi usang, terbebani oleh urbanisasi yang pesat, dan tidak dapat diakses oleh masyarakat umum. Tim De Soto membuktikan hal ini dengan berani mengikuti serangkaian prosedur hukum di negara-negara berkembang.

  • Mengajukan izin membangun rumah di Peru:  207 langkah administratif yang melibatkan 52 departemen pemerintah, memakan waktu enam tahun sebelas bulan. Kepemilikan tanah membutuhkan 728 langkah tambahan.
  • Melegalkan pengembangan properti informal di Filipina:  168 langkah, 53 badan publik, 13-25 tahun.
  • Membeli tanah di Haiti:  111 langkah birokrasi, memakan waktu 19 tahun.

Tidak mengherankan jika orang-orang tidak peduli, dan malah kembali ke struktur non-hukum. Artinya, meskipun orang memiliki kekayaan, “apa yang mereka miliki tidak direpresentasikan sedemikian rupa sehingga menghasilkan nilai tambah.” Hak milik informal tidak memungkinkan orang untuk memonetisasi aset mereka. Di negara Barat, Anda memiliki akta kepemilikan, dan ini memungkinkan Anda menggunakan aset Anda untuk mengumpulkan modal.

Kritik dan Pengaruh

“The Mystery of Capital” adalah buku yang sangat penting dan telah memicu banyak perdebatan. Beberapa kritikus berpendapat bahwa de Soto terlalu menyederhanakan masalah kemiskinan, yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti korupsi, pendidikan yang buruk, dan ketidakstabilan politik. Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa buku ini berhasil mengubah cara pandang banyak orang terhadap pembangunan ekonomi.

Buku ini mengajukan solusi yang jelas: integrasikan aset-aset informal ke dalam sistem hukum formal. Ini berarti pemerintah harus membuat proses pendaftaran properti dan bisnis menjadi lebih sederhana, murah, dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dengan begitu, “modal mati” dapat dihidupkan, dan masyarakat miskin dapat berpartisipasi penuh dalam pasar dan menciptakan kekayaan untuk diri mereka sendiri.

Secara keseluruhan, “The Mystery of Capital” adalah bacaan yang wajib bagi siapa pun yang tertarik pada pembangunan ekonomi, hukum, dan perjuangan melawan kemiskinan. Buku ini tidak hanya menawarkan diagnosis yang kuat, tetapi juga peta jalan yang praktis menuju masa depan yang lebih makmur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.