Tulisan  ini menyajikan analisis mendalam tentang ekosistem startup di Indonesia, menyoroti dinamika yang kompleks dan pergeseran strategis yang signifikan. Temuan utama menunjukkan bahwa ekosistem ini tengah berada dalam fase transisi dari pertumbuhan yang didorong oleh pendanaan berlimpah menuju era yang menuntut profitabilitas, efisiensi modal, dan model bisnis yang berkelanjutan. Kondisi yang dikenal sebagai “tech winter” telah menyebabkan penurunan tajam dalam aktivitas pendanaan, dengan total investasi dan jumlah kesepakatan yang mengalami kontraksi drastis dari tahun 2023 hingga 2024. Penurunan ini secara langsung menekan startup untuk melakukan efisiensi operasional, yang salah satunya tercermin dari gelombang PHK di perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka.

Meskipun menghadapi tantangan, Indonesia tetap memiliki kekuatan fundamental pasar yang kokoh, didukung oleh pasar domestik terbesar di Asia Tenggara dan populasi yang muda serta melek teknologi. Dinamika pasar ini memunculkan pergeseran fokus investor yang signifikan. Investor kini menjadi lebih selektif dan memprioritaskan startup dengan ekonomi unit yang kuat dan jalur menuju profitabilitas yang jelas.Di sisi lain, sektor-sektor yang berorientasi pada “dampak” atau impact, seperti agritech, healthtech, dan cli mate-tech, menunjukkan ketahanan yang luar biasa dengan terus menarik investasi. Keadaan ini mengindikasikan bahwa nilai jangka panjang dari solusi yang mengatasi masalah sosial dan lingkungan fundamental kini menjadi pertimbangan utama bagi modal ventura.

Laporan ini juga mengidentifikasi tantangan struktural yang krusial, termasuk kesenjangan talenta digital yang parah, di mana permintaan jauh melebihi ketersediaan SDM yang terampil secara praktis. Selain itu, kerangka regulasi yang belum matang juga masih menjadi hambatan bagi pertumbuhan. Untuk menavigasi masa depan yang dinamis, laporan ini merekomendasikan pergeseran strategi bagi para pendiri startup untuk memprioritaskan keberlanjutan, sementara investor disarankan untuk mengarahkan modal secara strategis ke model bisnis yang tangguh. Pemerintah dan regulator juga memegang peran vital dalam menyederhanakan regulasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur digital di seluruh nusantara untuk mencapai pertumbuhan yang lebih inklusif.

Ekonomi digital Indonesia telah membuktikan diri sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir. Laju perkembangan ini semakin dipercepat oleh adopsi teknologi yang masif, didorong oleh pandemi COVID-19, di mana startup digital muncul sebagai tulang punggung pemulihan ekonomi. Transformasi digital ini tidak hanya menciptakan cara baru dalam berinteraksi dan bertransaksi, tetapi juga melahirkan gelombang inovasi yang signifikan di berbagai sektor. Namun, seiring dengan dinamika pasar global, ekosistem startup di Indonesia kini dihadapkan pada fase ketidakpastian yang menuntut adaptasi strategis dari semua pemangku kepentingan.

Tulisan  ini disusun untuk memberikan tinjauan yang komprehensif dan berbasis data mengenai kondisi terkini ekosistem startup di Indonesia. Tujuannya adalah untuk melampaui statistik permukaan dan menyajikan analisis yang bernuansa, mengeksplorasi tren fundamental, perubahan lanskap pendanaan, serta tantangan dan peluang yang muncul. Dengan mensintesis data dari berbagai sumber, termasuk indeks ekosistem global, laporan industri, dan publikasi akademik, laporan ini bertujuan untuk menjadi referensi yang otoritatif bagi para pendiri startup, investor, dan pembuat kebijakan. Analisis yang mendalam ini diharapkan dapat menginformasikan pengambilan keputusan strategis yang krusial di tengah kondisi ekonomi yang terus berevolusi.

Ekosistem Startup Indonesia dalam Konteks Global dan Regional

Posisi Indonesia di Kancah Global

Ekosistem startup Indonesia mempertahankan posisinya sebagai kekuatan regional yang dominan, meskipun mengalami beberapa fluktuasi dalam peringkat global. Menurut data terbaru per April 2025, ekosistem startup Indonesia menduduki peringkat ke-45 secara global, menempatkannya di antara 50 negara teratas di dunia. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat ke-3, di belakang Malaysia dan Thailand. Posisi ini mengukuhkan perannya sebagai pemain kunci di kawasan tersebut.

Namun, laporan tersebut juga mencatat adanya tren yang patut diperhatikan. Dibandingkan tahun 2024, peringkat global Indonesia mengalami penurunan sebanyak 9 posisi, dengan tingkat pertumbuhan ekosistem tahunan sebesar -10.3%. Penurunan ini menunjukkan bahwa laju perkembangan ekosistem startup Indonesia relatif lebih lambat dibandingkan negara lain. Dengan total 961 startup, Indonesia menyumbang 16% dari seluruh startup di Asia Tenggara. Jumlah ini mencerminkan populasi startup yang substansial, namun tantangan dalam mempertahankan momentum pertumbuhan tetap ada.

Kekuatan Fundamental Pasar

Terlepas dari penurunan peringkat yang terjadi, ekosistem startup Indonesia memiliki kekuatan fundamental yang kokoh. Indonesia memiliki pasar domestik terbesar di Asia Tenggara, yang didukung oleh populasi muda, bertalenta, dan melek teknologi yang sangat besar. Keunggulan ini memberikan keuntungan strategis yang langka, di mana startup dapat membangun model bisnis berskala besar dengan berfokus pada pasar internalnya terlebih dahulu. Besarnya populasi ini menjadi basis konsumen yang ideal untuk adopsi layanan digital.

Pertumbuhan sektor e-commerce dan fintech yang pesat adalah bukti nyata dari kekuatan pasar ini. Laju pertumbuhan keduanya didorong oleh penetrasi internet yang terus meningkat dan penggunaan smartphone yang meluas, memicu perubahan perilaku masyarakat ke arah transaksi dan layanan digital.

E-commerce memungkinkan usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk menjangkau pasar yang lebih luas, sementara fintech menyediakan solusi pembayaran yang mudah dan fleksibel, mempercepat inklusi keuangan bagi populasi yang sebelumnya tidak terlayani. Kolaborasi antara e-commerce dan fintech telah menjadi model bisnis yang saling melengkapi, menciptakan sinergi yang kuat dan mendorong peningkatan pendapatan UMKM.

Pusat Inovasi Utama

Jakarta memegang peran sentral sebagai pusat inovasi utama di Indonesia, dengan menempati peringkat ke-30 secara global dalam indeks ekosistem startup. Dominasi ibu kota ini tidak hanya tercermin dari jumlah startup dan ketersediaan modal, tetapi juga dari keberadaan kantor pusat berbagai perusahaan teknologi terkemuka. Namun, ekosistem startup tidak lagi terpusat sepenuhnya di Jakarta. Data menunjukkan bahwa kota-kota lain juga mulai membangun klaster inovasi yang signifikan. Bandung menduduki peringkat ke-261 secara global, dan Surabaya berada di peringkat ke-478. Kehadiran kota-kota ini dalam indeks global menandakan adanya desentralisasi ekosistem yang sehat, yang memungkinkan inovasi tumbuh di luar ibu kota.

Pemerintah juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi pertumbuhan ini. Inisiatif seperti Startup Studio Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah bertujuan untuk memberdayakan industri digital di seluruh negeri. Selain itu, perbaikan lingkungan bisnis melalui system Online Single Submission (OSS) yang menyederhanakan pendaftaran bisnis dan insentif pajak untuk perusahaan digital, telah memposisikan Indonesia sebagai pemimpin dalam investasi teknologi di Asia Tenggara.

Namun, keberhasilan ini belum merata. Meskipun terdapat pusat inovasi yang kuat, data dari laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2024 menunjukkan adanya kesenjangan digital yang signifikan antar wilayah. Sebagai contoh, cakupan sinyal seluler yang kuat di Jawa mencapai 90.6%, jauh melampaui wilayah Maluku dan Papua yang hanya 33.4%. Kesenjangan infrastruktur ini secara langsung berdampak pada kemampuan startup untuk menjangkau pasar dan membangun bisnis di luar Jawa, sehingga membatasi potensi pertumbuhan inklusif. Dari perspektif investor, kesenjangan ini dapat dilihat sebagai risiko tambahan, yang berpotensi mengurangi minat mereka untuk mendanai startup yang menargetkan pasar di luar pusat-pusat teknologi utama.

Dinamika Pendanaan dan Respon Ekosistem

Kondisi “Tech Winter” di Indonesia

Ekosistem startup Indonesia saat ini sedang berada di bawah tekanan signifikan dari fenomena “tech winter” global. Kondisi ini dicirikan oleh penurunan drastis dalam aktivitas pendanaan dari investor modal ventura. Secara kuantitatif, total pendanaan startup di Indonesia mengalami penurunan sebesar 34.41% dari tahun 2023 hingga 2024. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi yang lebih parah dalam jumlah kesepakatan pendanaan, yang anjlok sebesar 39.71% pada periode yang sama. Laporan lain bahkan mencatat angka yang lebih tajam, dengan total pendanaan turun 75% dari US 1.3miliar pada tahun 2023  menjadihanyaUS3 23 juta pada tahun 2024. Meskipun terdapat perbedaan data antar sumber, tren yang konsisten terlihat jelas: pasar pendanaan sedang mengalami kontraksi yang parah.

Tren penurunan ini mencapai titik kritisnya pada kuartal keempat tahun 2024, di mana ekosistem mencatat volume kesepakatan kuartalan terendah dalam lebih dari enam tahun. Dampak dari kondisi ini paling terasa pada startup tahap lanjut (growth stage), yang mengalami koreksi pendanaan paling akut. Sebagai konsekuensinya, banyak startup terpaksa mengadopsi strategi efisiensi biaya yang ekstrem. Ini termasuk gelombang PHK yang melanda perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka seperti GoTo, Ruangguru, Xendit, dan Sayurbox sepanjang tahun 2023. Langkah-langkah ini, meskipun sulit, merupakan respons yang diperlukan untuk beradaptasi dengan realitas pasar baru yang menuntut keberlanjutan finansial, bukan hanya pertumbuhan agresif.

Tabel 1: Tren Pendanaan Startup di Indonesia 2023-2024

Metrik 2023 2024 Perubahan (%)
Total Pendanaan US$1.3 Miliar (Est.) US$323 Juta -75%
Total Pendanaan (Alternatif) US$1.35 Miliar US$888.3 Juta -34.41%
Jumlah Kesepakatan 136 (Est.) 82 -39.71%
Rata-rata Pendanaan per Kesepakatan $10.83 Miliar

Fokus Pendanaan yang Berubah

Kondisi tech winter telah memicu pergeseran mendalam dalam strategi investor. Fokus pendanaan bergeser dari “pertumbuhan agresif” atau “bakar uang” ke profitabilitas, efisiensi modal, dan ekonomi unit yang kuat. Investor kini lebih selektif dalam menanamkan modalnya, memprioritaskan startup yang memiliki model bisnis yang sehat dan jalur yang jelas menuju keuntungan finansial.

Fenomena ini menunjukkan bahwa narasi pertumbuhan yang tinggi di era sebelumnya kini tidak lagi menjadi daya tarik utama. Startup yang dapat menunjukkan bahwa mereka mampu menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan dan mengelola biaya secara efisien, memiliki keuntungan yang signifikan. Gelombang PHK yang terjadi, meskipun menyakitkan, dapat dilihat sebagai salah satu respons strategis terhadap tuntutan pasar ini. Dengan memangkas biaya operasional dan menyederhanakan struktur organisasi, startup berusaha untuk mencapai profitabilitas lebih cepat dan menunjukkan kepada investor bahwa mereka memiliki model bisnis yang tangguh dan berkelanjutan, bukan sekadar bergantung pada suntikan modal.

Munculnya Jalur Hidup Alternatif

Di tengah kelangkaan modal ventura tradisional, startup di Indonesia semakin beralih ke sumber pendanaan alternatif. Salah satu yang paling menonjol adalah peran Corporate Venture Capital (CVC). CVC, yang didukung oleh korporasi dan lembaga keuangan besar, tidak hanya menawarkan modal finansial, tetapi juga akses ke sumber daya strategis yang berharga. Ini termasuk validasi pasar melalui anak perusahaan, dukungan pemasaran dan pengembangan, serta kredibilitas merek yang sudah ada. Dukungan strategis semacam ini sangat vital bagi startup yang berjuang untuk membuktikan nilainya dan mencapai keberlanjutan di pasar yang kompetitif.

Selain itu, bank juga mulai berperan sebagai mitra non-tradisional yang semakin aktif, khususnya di sektor fintech dan industri terkait. Dengan pengalaman regulasi yang ekstensif dan jaringan pelanggan yang sudah mapan, bank dapat menawarkan fondasi yang kuat untuk kolaborasi. Pergeseran ini menunjukkan bahwa ekosistem sedang beradaptasi dengan realitas baru, di mana pertumbuhan tidak lagi hanya didorong oleh putaran pendanaan ekuitas dari VC, tetapi juga oleh kemitraan strategis yang menciptakan nilai jangka panjang.

Sektor Unggulan dan Pemain KunciAnalisis Sektor Berdasarkan Data

Meskipun menghadapi iklim investasi yang sulit, sektor e-commerce dan fintech tetap menjadi motor penggerak ekonomi digital Indonesia. Menurut proyeksi, Gross Merchandise Value (GMV) ekonomi digital Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh sebesar 13% pada tahun 2024, mencapai S90 miliar. Pertumbuhan ini sebagian besar ditopang oleh kinerja e−commerce yang di perkirakan mencapai US 65 miliar. Adopsi layanan keuangan digital (Digital Financial Services – DFS) juga menunjukkan laju yang pesat, dengan pembayaran digital kini menyumbang lebih dari 50% dari total transaksi di Asia Tenggara. Kedua sektor ini saling mendukung dan mempercepat digitalisasi UMKM, yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan dan daya saing mereka.

Sektor-Sektor “Dampak” yang Menjanjikan

Di tengah “tech winter,” beberapa sektor menunjukkan ketahanan yang luar biasa dan terus menarik investasi. Sektor-sektor ini sering kali memiliki orientasi “dampak” yang kuat, yaitu memberikan solusi untuk masalah sosial dan lingkungan yang fundamental.

  • Agritech: Indonesia, sebagai negara agraris, memiliki tantangan besar terkait ketahanan pangan dan efisiensi rantai pasok. Startup agritech seperti eFishery, TaniHub, Sayurbox, dan AgriAku memanfaatkan teknologi untuk mengatasi masalah ini. eFishery, misalnya, telah mencapai status unicorn dengan valuasi US$1.4 miliar, menunjukkan potensi besar dalam inovasi akuakultur. Startup ini menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan, mengurangi limbah, dan menghubungkan petani dengan pasar secara langsung, memotong perantara.
  • Healthtech: Sektor healthtech juga menunjukkan ketahanan yang signifikan, dengan total pendanaan mencapai US$544 juta selama periode 2020-2025. Pemain kunci seperti Halodoc dan Alodokter telah menjadi solusi terdepan dalam menyediakan layanan kesehatan digital, mulai dari telemedisin, konsultasi dokter online, hingga pengiriman obat. Model bisnis ini sangat relevan dan membantu masyarakat, terutama yang tinggal di daerah dengan akses layanan kesehatan terbatas.
  • Climate-tech: Sektor ini secara konsisten menarik investasi meskipun terjadi kekeringan pendanaan secara umum. Startup seperti Swap Energy, SolarKita, dan Synergy Efficiency Solutions berhasil mengamankan pendanaan tambahan sebesar S31 juta pada tahun 2023. Fairatmos,yangberfokus pada kredit karbon,juga mendapatkan pendanaan benih sebesar US4.5 juta

Dinamika ini mencerminkan pergeseran fundamental dalam tesis investasi. Di era yang menuntut profitabilitas dan ketahanan, investor mulai melihat nilai jangka panjang yang lebih stabil pada sektor-sektor yang berorientasi pada “dampak” dan sejalan dengan inisiatif global ESG (Environmental, Social, and Governance). Solusi yang mengatasi masalah sosial dan lingkungan fundamental memiliki potensi pasar yang berkelanjutan, menjadikannya pilihan yang menarik di tengah ketidakpastian ekonomi.

Analisis Unicorn dan Decacorn

Ekosistem startup Indonesia telah menghasilkan sejumlah perusahaan bernilai miliaran dolar yang dikenal sebagai unicorn dan decacorn. Meskipun ada perbedaan angka dari berbagai sumber, laporan ini akan menggunakan daftar yang paling komprehensif.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 8 unicorn. Namun, sumber lain menyebutkan 14 perusahaan telah mencapai status ini. Perbedaan ini seringkali disebabkan oleh metodologi yang berbeda dalam melacak valuasi dan status perusahaan. Menggunakan daftar yang lebih luas memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang para pemain dominan.

Tabel 2: Daftar Unicorn dan Decacorn Terkemuka di Indonesia

Perusahaan Valuasi (USD) Tahun Unicorn Sektor Utama Total Pendanaan
Gojek $10.5 Miliar (Des 2020) 2016 Transportasi/Super App $4.72 Miliar
Traveloka $2.75 Miliar (Jul 2020) 2017 Online Travel $1.02 Miliar
Tokopedia $7 Miliar (Jun 2019) 2017 Horizontal E-Commerce $3.3 Miliar
Bukalapak $1 Miliar (Nov 2017) 2017 Horizontal E-Commerce $584 Juta
OVO >$1 Miliar (Mar 2019) 2019 Pembayaran Digital Undisclosed
JULO $1.66 Miliar (Aug 2022) 2022 Fintech/Lending $260 Juta
Xendit >$1 Miliar 2021 Fintech/Payment Gateway $814.7 Juta
eFishery $1.4 Miliar 2022 Agritech $400 Juta
Kopi Kenangan >$1 Miliar 2021 F&B $245 Juta
Akulaku >$1 Miliar 2022 Fintech/BNPL $425 Juta

 Tabel 3: Peta Sektor Startup Unggulan di Indonesia

Sektor Pemain Kunci Tren Pendanaan Terkini Faktor Pendorong
E-commerce & Fintech Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, OVO, DANA, Xendit, Akulaku, JULO Penurunan volume, investor lebih selektif. Fokus ke profitabilitas. Pertumbuhan GMV ekonomi digital. Adopsi pembayaran digital yang masif. Peningkatan pendapatan UMKM.
Agritech eFishery, TaniHub, Sayurbox, AgriAku Menarik investasi signifikan meskipun ada “tech winter”. Potensi ketahanan pangan. Efisiensi rantai pasok. Solusi untuk masalah fundamental.
Healthtech Halodoc, Alodokter Menunjukkan ketahanan, total pendanaan > US$500 juta. Permintaan layanan kesehatan digital yang terus meningkat. Solusi aksesibilitas bagi masyarakat luas.
Climate-tech Fairatmos, Swap Energy, SolarKita Mampu mengamankan pendanaan di tengah kekeringan modal. Sejalan dengan inisiatif global ESG. Solusi untuk tantangan lingkungan mendesak.

Tantangan dan Peluang di Ekosistem

Tantangan Struktural

Meskipun ekosistem startup di Indonesia memiliki potensi besar, terdapat beberapa tantangan struktural yang menghambat pertumbuhan. Salah satu hambatan utama adalah akses pendanaan. Meskipun investasi mengalir, persaingan untuk mendapatkan modal tetap sangat tinggi, terutama di tengah perubahan fokus investor ke profitabilitas dan efisiensi.

Tantangan kedua yang tidak kalah penting adalah kesenjangan talenta digital. Sebuah survei yang dilakukan oleh East Ventures pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 52% dari perusahaan digital kesulitan dalam mencari karyawan dengan kemampuan digital yang tepat. Hampir 90% responden juga menilai bahwa ketersediaan tenaga kerja terampil masih jauh di bawah permintaan. Masalah ini tidak hanya terletak pada kuantitas, tetapi juga pada kualitas. Perusahaan mengeluhkan bahwa kemampuan yang dimiliki kandidat seringkali “terlalu umum,” “masih teoritis,” dan “pengalaman yang buruk”. Ketidakcocokan antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan industri ini memaksa startup untuk mengalokasikan sumber daya lebih besar untuk pelatihan internal atau menawarkan remunerasi yang jauh lebih tinggi untuk menarik talenta yang kompeten. Situasi ini pada akhirnya meningkatkan beban finansial operasional startup.

Tantangan lainnya adalah kerangka regulasi. Proses perizinan bisnis yang panjang, over-regulation, dan ketiadaan lembaga atau komisi khusus yang mengatur startup menjadi masalah serius di ekosistem ekonomi digital. Meskipun pemerintah telah berupaya menyederhanakan proses melalui sistem OSS, kebutuhan akan regulasi yang spesifik dan komprehensif untuk startup masih sangat mendesak guna memberikan kepastian hukum dan iklim investasi yang lebih kondusif.

Peluang Pertumbuhan di Masa Depan

Meskipun menghadapi tantangan, Indonesia memiliki peluang besar untuk pertumbuhan di masa depan. Peran pemerintah sebagai fasilitator sangat krusial. Selain reformasi regulasi dan insentif pajak yang sudah ada, pemerintah dapat lebih proaktif dalam mendorong kolaborasi antara startup dan pemerintah daerah untuk mempercepat digitalisasi di wilayah-wilayah yang menghadapi tantangan infrastruktur.

Selain itu, terdapat peluang pasar yang belum tergarap secara optimal di luar sektor e-commerce dan fintech yang sudah jenuh. Sektor seperti fashion dan kuliner masih memiliki ruang untuk inovasi, terutama dengan menawarkan solusi yang mengatasi kelemahan model bisnis saat ini. Contohnya, pengembangan layanan pengiriman produk frozen food antar wilayah yang cepat dan aman masih menjadi ide bisnis yang menjanjikan. Adopsi teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) di tingkat pengembangan produk startup lokal juga menunjukkan kesiapan ekosistem untuk terus berinovasi dan menemukan model bisnis yang lebih efisien dan relevan dengan kebutuhan pasar.

Kesimpulan 

Ekosistem startup di Indonesia berada di fase krusial yang menantang namun penuh peluang. Laporan ini menyimpulkan bahwa ekosistem sedang beralih dari fase pertumbuhan yang berorientasi pada valuasi tinggi dan pendanaan besar, ke fase yang menuntut ketahanan, efisiensi, dan profitabilitas. Kondisi “tech winter” telah memaksa perusahaan untuk beradaptasi, dan pergeseran fokus investor telah mengubah aturan main secara fundamental. Namun, kekuatan pasar domestik yang besar dan munculnya sektor-sektor berbasis “dampak” menunjukkan bahwa fondasi ekosistem ini tetap kokoh.

Untuk menavigasi masa transisi ini dan mengkapitalisasi peluang yang ada, diperlukan strategi yang adaptif dari berbagai pemangku kepentingan:

  • Untuk Pendiri Startup: Disarankan untuk bergeser dari mentalitas “bakar uang” dan fokus pada ekonomi unit yang sehat serta model bisnis yang berkelanjutan sejak dini. Pemanfaatan jalur pendanaan alternatif seperti CVC dan bank dapat menjadi strategi cerdas untuk mendapatkan modal dan dukungan strategis. Selain itu, investasi pada pengembangan tim internal, terutama untuk mengatasi kesenjangan talenta digital yang kritis, akan menjadi faktor pembeda dalam jangka panjang.
  • Untuk Investor: Dianjurkan untuk menerapkan strategi investasi yang lebih selektif dan berfokus pada startup dengan fundamental bisnis yang kuat dan potensi profitabilitas yang jelas. Mengarahkan modal ke sektor-sektor “dampak” seperti agritech, healthtech, dan climate-tech dapat menawarkan peluang pertumbuhan yang stabil dan sejalan dengan tren keberlanjutan global.
  • Untuk Pemerintah dan Regulator: Disarankan untuk menciptakan kerangka regulasi khusus untuk startup yang dapat menyederhanakan proses perizinan dan memberikan kepastian hukum. Pembentukan Komisi Penasihat Startup Nasional, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara, dapat membantu dalam perumusan kebijakan yang lebih terarah dan mendukung. Selain itu, fokus pada pembangunan infrastruktur digital di luar Jawa dan pemberian insentif untuk mendorong ekspansi startup ke daerah akan sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan merata di seluruh Indonesia.

 

Daftar Pustaka :

  1. Indonesia Startup Ecosystem – Rankings, Startups, and Insights, diakses Agustus 17, 2025, https://www.startupblink.com/startup-ecosystem/indonesia
  2. Indonesia’s startup ecosystem faces funding crunch in 2024, but CVCs emerge as a viable lifeline | e27, diakses Agustus 17, 2025, https://e27.co/indonesia-cvc-startups-20250417/
  3. Tren startup di 2023, dan prediksi 2024 – ID techinasia, diakses Agustus 17, 2025, https://id.techinasia.com/tren-startup-2023-prediksi-2024
  4. Peluang Bisnis Startup Tahun Ini – Redcomm, diakses Agustus 17, 2025, https://redcomm.co.id/knowledges/peluang-bisnis-startup-tahun-ini
  5. Indonesian climate tech startups secure US$31 million in funding despite sector-wide funding drought – New Energy Nexus, diakses Agustus 17, 2025, https://www.newenergynexus.com/news/indonesian-climate-tech-startups-secure-us31-million-in-additional-funding-despite-sector-wide-funding-drought/
  6. Digital Health Startups in Indonesia – HealthTech Alpha, diakses Agustus 17, 2025, https://www.healthtechalpha.com/country/digital-health-startups-in-indonesia
  7. Survei East Venture: Startup Kesulitan Rekrut Talenta Digital – Bisnis Tekno, diakses Agustus 17, 2025, https://teknologi.bisnis.com/read/20220708/266/1552655/survei-east-venture-startup-kesulitan-rekrut-talenta-digital
  8. MEMBANGUN KERANGKA PENGATURAN STARTUP DI INDONESIA – Artikel Hukum, diakses Agustus 17, 2025, https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/download/766/281
  9. Urgensi Regulasi Khusus tentang Perusahaan Rintisan (Startup) dalam Rangka Pengembangan Ekosistem Perusahaan Rintisan di Indonesia – Jentera: Jurnal Hukum, diakses Agustus 17, 2025, https://jurnal.jentera.ac.id/index.php/jentera/article/download/30/20/205
  10. PERKEMBANGAN DAN DAMPAK FINANCIAL TECHNOLOGY TERHADAP INKLUSI KEUANGAN DI INDONESIA: STUDI LITERATUR, diakses Agustus 17, 2025, https://e-jurnal.nobel.ac.id/index.php/jbk/article/download/4642/2590/11569
  11. Digitalization for SME: The Impact of the Use of E- Commerce and Fintech on Income Performance – Golden Ratio Journal, diakses Agustus 17, 2025, https://goldenratio.id/index.php/grmilf/article/download/1533/976
  12. Faktor Pendorong dan Penghambat Pengadopsian E-Commerce Pada Usaha Kecil dan Menengah di Kota Medan – Jurnal UMSU, diakses Agustus 17, 2025, https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/snk/article/download/3596/3314
  13. EV-DCI 2024: Examining the digital potential of Indonesia’s regions – East Ventures, diakses Agustus 17, 2025, https://east.vc/news/insights/ev-dci-2024-examining-the-digital-potential-of-indonesias-regions
  14. Indonesian startup funding on the slide 11 quarters in a row – DealStreetAsia, diakses Agustus 17, 2025, https://www.dealstreetasia.com/stories/mapping-sea-indonesias-2024-journey-charticle-426704
  15. Badai Tech Winter, Startup Ini Tak Kena Dampak – CNBC Indonesia, diakses Agustus 17, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/tech/20241023172827-37-582481/badai-tech-winter-startup-ini-tak-kena-dampak
  16. Pendanaan Seret, Ekonom Khawatir Tech Winter Terjadi Lagi Di 2025 – Validnews.id, diakses Agustus 17, 2025, https://validnews.id/ekonomi/pendanaan-seret-ekonom-khawatir-tech-winter-terjadi-lagi-di
  17. Top 10 Agritech Startups in Indonesia (Who’s Leading?) – XpandEast, diakses Agustus 17, 2025, https://xpandeast.com/blog/agritech-startup-indonesia/
  18. The top 5 agritech startups and companies in Indonesia – Tech Collective, diakses Agustus 17, 2025, https://techcollectivesea.com/2024/05/02/agritech-startups-indonesia/
  19. Top Healthtech Startups in 2025 – StartupBlink, diakses Agustus 17, 2025, https://www.startupblink.com/blog/top-healthtech-startups/
  20. 5 Startup yang Berkembang Pesat di Indonesia dan Populer – Kumparan.com, diakses Agustus 17, 2025, https://m.kumparan.com/berita-terkini/5-startup-yang-berkembang-pesat-di-indonesia-dan-populer-25ZZ4Y7d7Yz
  21. 5 Southeast Asian Climate Tech Startups Tackling Climate Challenges – Carbon GPT, diakses Agustus 17, 2025, https://www.carbongpt.ai/blog/5-southeast-asian-climate-tech-startups-tackling-climate-challenges
  22. Modal Ventura Paling Aktif di Asia Tenggara – East Ventures, diakses Agustus 17, 2025, https://east.vc/id
  23. Unicorn startups in Indonesia (Jul, 2025) – Tracxn, diakses Agustus 17, 2025, https://tracxn.com/d/unicorns/unicorns-in-indonesia/__Gabk9o4-P2xW7AZRrT8haLoLFNAhqh6k8Q3k_DQVXtY
  24. The 8 Unicorns Founded in Indonesia (2024), diakses Agustus 17, 2025, https://www.failory.com/startups/indonesia-unicorns
  25. 69 Best Startups in Indonesia to Watch in 2025 – Seedtable, diakses Agustus 17, 2025, https://www.seedtable.com/best-startups-in-indonesia
  26. Indonesia’s Top 10 Startups That Tech Professionals Should Watch Out For in 2024, diakses Agustus 17, 2025, https://www.nucamp.co/blog/coding-bootcamp-indonesia-idn-indonesias-top-10-startups-that-tech-professionals-should-watch-out-for-in-2024
  27. Pertumbuhan dan Tantangan Ekosistem Startup di Indonesia Halaman 1 – Kompasiana.com, diakses Agustus 17, 2025, https://www.kompasiana.com/hen12684/66739bd7c925c472a65ccd12/startup-di-indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.