Sumatera, sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia, memegang peranan strategis yang tak terbantahkan dalam peta ekonomi dan demografi nasional. Pulau ini dicirikan oleh kekayaan sumber daya alam yang melimpah, khususnya batubara dan sektor pertanian, serta kontribusinya yang signifikan terhadap populasi dan luas daratan Indonesia, mencakup sekitar 20% dari total populasi dan 23% dari luas daratan nasional. Dalam konteks ini, penyediaan dan pengembangan infrastruktur yang memadai bukan sekadar kebutuhan, melainkan faktor krusial yang menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, penguatan konektivitas antar wilayah, serta kelancaran distribusi barang dan mobilitas masyarakat.
Pembangunan infrastruktur di Sumatera telah diakselerasi melalui penetapan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Inisiatif ini dirancang untuk mempercepat realisasi pembangunan dan secara substansial meningkatkan daya saing ekonomi, baik di tingkat regional maupun nasional. Pembangunan infrastruktur di Sumatera merupakan strategi ekonomi nasional yang disengaja untuk membuka dan memanfaatkan potensi ekonomi pulau. Penekanan pada PSN dan sumber daya alam, seperti batubara dan hasil pertanian, menunjukkan adanya visi ekonomi jangka panjang yang terintegrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaan infrastruktur sangat erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi makro, yang bertujuan untuk mendukung eksploitasi dan distribusi sumber daya, mengurangi biaya logistik, serta mengintegrasikan wilayah-wilayah penghasil sumber daya ke dalam rantai pasokan nasional.
Peran Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Pembangunan Infrastruktur
Proyek Strategis Nasional (PSN) mencakup spektrum luas proyek infrastruktur yang diprioritaskan oleh pemerintah untuk diselesaikan dalam kerangka waktu tertentu, dengan target signifikan hingga tahun 2025. Di Sumatera, PSN meliputi proyek-proyek berskala besar seperti Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS), Jalur Kereta Api Logistik Lahat-Kertapati, serta berbagai inisiatif infrastruktur di Palembang, termasuk pembangunan jalan tol, jalur kereta api, dan Light Rail Transit (LRT).
Konsistensi dalam penunjukan proyek-proyek ini sebagai PSN di berbagai sumber, serta keterlibatan lembaga pemerintah pusat seperti Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bersama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Hutama Karya dan PT Kereta Api Indonesia (KAI), mencerminkan adanya pendekatan yang sangat terpusat dalam perencanaan dan pelaksanaan infrastruktur. Pendekatan terpusat ini dirancang untuk mencapai efisiensi dan keselarasan strategis dalam pembangunan. Namun, meskipun bertujuan untuk efisiensi, pendekatan ini juga dapat menimbulkan tantangan dalam adaptasi lokal atau responsivitas terhadap kondisi lapangan, seperti yang terlihat pada isu pembebasan lahan yang kerap menjadi hambatan. Peran Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dalam pembebasan lahan untuk PSN semakin memperkuat gambaran proses yang terpusat ini.
Pengembangan Infrastruktur Kereta Api di Sumatera
Indonesia telah merampungkan rencana jaringan kereta api nasional dengan target ambisius untuk memperpanjang jaringan rel menjadi 10.524 km pada tahun 2030 , atau sekitar 12.000 km. Pada tahun 2014, Sumatera memiliki 1.860 km jaringan kereta api, di mana 1.348 km di antaranya aktif. Kementerian Perhubungan menargetkan panjang rel minimal 2.500 km di Sumatera pada tahun 2025, yang berarti penambahan sekitar 1.200 km dari panjang aktif saat itu.
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar kereta api dalam transportasi intermodal, menargetkan 10-20% untuk layanan penumpang pada tahun 2025 dan 5-10% untuk kargo pada tahun 2020. Pengembangan ini difokuskan pada peningkatan kapasitas, kecepatan, dan kualitas layanan, serta optimalisasi peran kereta api sebagai moda transportasi massal yang efisien. Jalur Kereta Api Trans Sumatera direncanakan membentang dari Aceh hingga Sumatera bagian selatan. Pembangunan ini diharapkan mendukung sistem perkeretaapian yang terpadu sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan.
Target ambisius untuk menggandakan jaringan kereta api nasional hingga 12.000 km pada tahun 2030 dan secara spesifik menambah 1.200 km di Sumatera pada tahun 2025 menunjukkan kebutuhan investasi besar dan percepatan konstruksi yang signifikan. Mengingat bahwa sepertiga dari jaringan nasional tidak beroperasi pada tahun 2014, tantangan pembangunan tidak hanya terbatas pada pembangunan jalur baru, tetapi juga mencakup revitalisasi dan peningkatan jalur yang sudah ada. Skala proyek yang besar ini dapat meningkatkan tekanan pada proses pembebasan lahan dan kebutuhan pendanaan, yang merupakan hambatan umum dalam proyek infrastruktur.
Status Terkini dan Progres Proyek-Proyek Utama (Penumpang dan Logistik)
Pembangunan infrastruktur kereta api di Sumatera menunjukkan progres yang bervariasi, dengan fokus ganda pada angkutan logistik, khususnya batubara, dan pengembangan jaringan Trans-Sumatera untuk penumpang dan barang umum.
Proyek Kereta Api Logistik Batubara
Pj Gubernur Sumatera Selatan telah meninjau pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Kereta Api Logistik Lahat-Kertapati, yang ditargetkan selesai pada akhir tahun 2026. Proyek ini diharapkan mampu meningkatkan daya angkut batubara secara signifikan, dari 8 juta ton menjadi 28 juta ton per tahun, dengan target akhir mencapai 40 juta ton. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan juga mendorong investor untuk membangun jalan khusus angkutan batubara menuju dermaga, dengan target seluruh angkutan batubara menggunakan jalur khusus (kereta api atau sungai) pada tahun 2027.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) secara aktif meningkatkan investasi untuk distribusi batubara di Sumatera Bagian Selatan, dengan pengembangan prasarana pada lintas Lahat-Kertapati, Prabumulih-Tegineneng, dan Tegineneng-Tarahan. Hingga Juni 2024, KAI telah menyelesaikan pengembangan prasarana seperti pembangunan jalur V, VI, Badug, Depo Simpang Tahap 3, penataan Emplasemen Kramasan, dan persinyalan elektrik di Divre III Palembang. Selain itu, KAI juga telah mendatangkan 36 lokomotif dan ratusan gerbong baru (480 unit gerbong terbuka kapasitas 50 ton, 225 unit gerbong datar kapasitas 54 ton) untuk meningkatkan kapasitas angkut. Angkutan batubara KAI terus mengalami peningkatan, mencapai 51,02 juta ton pada tahun 2023. Proyek ini diakui sebagai bagian dari PSN sesuai Perpres RI Nomor 109 Tahun 2020. Investasi total untuk Kereta Api Logistik Lahat – Muara Enim – Prabumulih Tarahan/Lampung dan Prabumulih – Kertapati/Palembang mencapai Rp 11,520 Triliun.
Jalur Kereta Api Trans-Sumatera (Penumpang dan Umum)
Jalur Kereta Api Trans Sumatera akan segera digarap untuk mendukung sistem perkeretaapian terpadu di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Pembangunan jalur KA Trans Sumatera merupakan prioritas Kementerian Perhubungan. Kemenhub juga telah meninjau perkembangan pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa, yang menghubungkan Sumatera Utara dengan Aceh.
Pemerintah Provinsi Lampung dan Kemenhub bekerja sama mengembangkan jalur kereta Trans Sumatera, termasuk pembangunan jalur shortcut untuk kereta api batubara agar tidak melewati jalur dalam kota, yang diharapkan dapat memperlancar arus lalu lintas dan mencegah kemacetan. Saat ini, masih terdapat sekitar 1.300 km jalur yang belum terhubung dari total 3.500 km panjang rel Trans Sumatera yang direncanakan. Pembangunan Jalur Kereta Api Bakauheni-Palembang sejajar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) juga masuk dalam agenda. Di Aceh, target pembangunan kereta api hingga 2025 dianggap terlalu lama, sehingga diperlukan percepatan. Pemerintah Provinsi Bengkulu terus mendorong pembangunan jalur rel kereta api yang menghubungkan Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu – Kecamatan Kota Padang, Kabupaten Rejang Lebong, dengan penetapan trase yang telah disetujui Menteri Perhubungan pada tahun 2018. Proyek ini akan dibangun sejajar dengan Jalan Tol Bengkulu-Sumatera Selatan.
Fokus ganda pada logistik batubara dan pengembangan jaringan kereta api Trans-Sumatera umum menunjukkan adanya pendorong ekonomi yang berbeda. Sementara jaringan umum ditujukan untuk transportasi terintegrasi dan konektivitas regional, jalur batubara didorong oleh ekonomi ekstraksi sumber daya. Hal ini dapat menimbulkan potensi konflik prioritas atau pengembangan yang tidak merata jika tidak dikelola dengan cermat. Rencana untuk mengintegrasikan kereta api dengan pelabuhan (Kuala Tanjung, Belawan, Pulau Baai) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK Sei Mangkei) merupakan strategi yang baik untuk efisiensi logistik. Namun, pengalaman masa lalu dengan “terkendala terbatasnya muatan dan resistensi masyarakat” untuk Kuala Tanjung menunjukkan bahwa infrastruktur fisik saja tidak cukup; generasi permintaan, penerimaan sosial, dan integrasi operasional yang mulus adalah tantangan kritis yang harus diatasi.
Tabel berikut merangkum proyek-proyek kereta api utama di Sumatera dan progresnya:
Tabel 1: Proyek-Proyek Utama Kereta Api di Sumatera dan Progresnya
Nama Proyek | Jenis (Logistik/Penumpang/Umum) | Lokasi/Lintas Utama | Panjang (km, jika tersedia) | Status Terkini | Target Penyelesaian/Peningkatan Kapasitas | Operator/Penanggung Jawab |
KA Logistik Lahat-Kertapati | Logistik (Batubara) | Lahat-Kertapati, Sumatera Selatan | – | Konstruksi | Peningkatan daya angkut hingga 40 juta ton/tahun (2026) | PT KAI, Pemprov Sumsel |
KA Logistik Lahat-Muara Enim-Prabumulih-Tarahan | Logistik (Batubara) | Lahat-Muara Enim-Prabumulih-Tarahan/Lampung | – | Pengembangan Prasarana | Peningkatan kapasitas angkut batubara (2030) | PT KAI |
KA Logistik Prabumulih-Kertapati | Logistik (Batubara) | Prabumulih-Kertapati/Palembang | – | Pengembangan Prasarana | Peningkatan kapasitas angkut batubara (2030) | PT KAI |
Jalur Trans Sumatera Besitang-Langsa | Umum | Sumatera Utara – Aceh | – | Konstruksi | – | Kemenhub |
Jalur Trans Sumatera Bakauheni-Palembang | Umum | Bakauheni-Palembang, sejajar JTTS | – | Perencanaan | – | Kemenhub |
Jalur KA Pulau Baai-Kota Padang (Bengkulu) | Umum | Pelabuhan Pulau Baai-Kecamatan Kota Padang, Rejang Lebong | – | Penetapan Trase Selesai | – | Pemprov Bengkulu, PT Trans Rentang Nusantara |
Jalur Shortcut KA Batubara (Lampung) | Logistik (Batubara) | Lampung (menghindari jalur dalam kota) | – | Pengembangan | Memperlancar arus lalu lintas, mencegah kemacetan | Kemenhub, Pemprov Lampung |
Jaringan KA Trans Sumatera (Aceh) | Umum | Aceh (Krueng Geukueh – Bungkah) | – | Beroperasi Parsial | Percepatan pembangunan diperlukan | Kemenhub, Pemprov Aceh |
Peran PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Kementerian Perhubungan
PT Kereta Api Indonesia (KAI) merupakan operator utama jaringan kereta api di Indonesia, termasuk di Sumatera, bertanggung jawab atas operasional, sarana, dan prasarana. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bertindak sebagai penanggung jawab proyek dan regulator, dengan peran kunci dalam perencanaan dan pengawasan. Kemenhub secara aktif menawarkan proyek pengembangan angkutan barang dan penumpang berbasis rel kepada investor. Kemenhub juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor sebagai kunci keberhasilan penyelenggaraan transportasi.
Penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, yang melibatkan pihak swasta dan BUMN, merupakan indikator adanya risiko sistemik terhadap integritas proyek, efisiensi, dan penyelesaian tepat waktu. Adanya isu-isu tata kelola ini berpotensi memengaruhi kepercayaan investor dan publik, serta menyoroti pentingnya tata kelola dan pengawasan yang kuat dalam proyek infrastruktur berskala besar. Korupsi dapat menyebabkan pembengkakan biaya, penundaan, kualitas di bawah standar, dan pengalihan dana, yang secara langsung merusak tujuan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan.
Pengembangan Infrastruktur Jalan Tol di Sumatera
Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) adalah proyek jalan tol ambisius yang membentang di seluruh Pulau Sumatera, dari Banda Aceh di ujung utara hingga Bakauheni di ujung selatan, dengan total panjang yang direncanakan sekitar 1.751 mil (sekitar 2.818 km). Proyek ini merupakan penugasan khusus kepada PT Hutama Karya berdasarkan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015, yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Nilai investasi total untuk JTTS diperkirakan mencapai Rp 206,4 Triliun.
JTTS secara eksplisit disebut sebagai “backbone” Jalan Tol Trans Sumatera dan “katalis pertumbuhan” bagi pengembangan wilayah. Penunjukan ini menunjukkan peran fundamentalnya dalam integrasi ekonomi dan pembangunan pulau. Hal ini menyiratkan bahwa penyelesaian JTTS dianggap krusial untuk membuka potensi penuh berbagai wilayah, bukan hanya memfasilitasi perjalanan dari satu titik ke titik lain. Proyek ini dirancang untuk memungkinkan pembangunan regional yang lebih luas, termasuk akses ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan mendukung industri tertentu seperti perkebunan kelapa sawit dan karet.3Ini menunjukkan visi strategis di mana jalan tol bertindak sebagai pendorong utama bagi berbagai kegiatan ekonomi di seluruh pulau.
Segmen yang Beroperasi, Sedang Konstruksi, dan Direncanakan
Hingga Desember 2024, PT Hutama Karya telah berhasil membangun 1.042 km JTTS, yang kini menghubungkan 8 provinsi di Sumatera. Progres pembangunan JTTS menunjukkan pendekatan bertahap dengan berbagai segmen yang telah selesai dan beroperasi, sementara yang lain masih dalam tahap konstruksi atau persiapan.
Segmen yang Selesai/Beroperasi (Fase 1 dan Tambahan):
Beberapa segmen kunci telah beroperasi penuh, termasuk Medan-Binjai (16.8 km) sejak 2021, Palembang-Indralaya (22 km) sejak 2017, Pekanbaru-Dumai (131.48 km) sejak 2019, dan Bakauheni-Terbanggi Besar (140 km) sejak 2017.3 Ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang (185 km) dan Pematang Panggang-Kayu Agung (bagian dari ruas yang sama) telah beroperasi sejak 2019.30 Selain itu, beberapa seksi dari Sigli-Banda Aceh (74.1 km) telah beroperasi sebagian sejak 2022.30 Pada tahun 2024, beberapa seksi baru juga telah diresmikan, seperti Indrapura – Kisaran Seksi I (15.6 km) pada Februari 2024, sebagian ruas Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Parapat (28 km) pada Februari 2024, Pekanbaru – Padang seksi Bangkinang – XIII Koto Kampar (24.7 km) pada Mei 2024, Binjai – Pangkalan Brandan Seksi 2 (19 km) pada September 2024, sebagian ruas Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Parapat (45.6 km) pada September 2024, dan Betung – Tempino – Jambi Seksi 3 (34 km) pada September 2024.37 Ruas Padang – Sicincin (36.6 km) juga telah difungsikan untuk periode Natal dan Tahun Baru 2024/2025.2
Segmen dalam Konstruksi/Persiapan:
Beberapa segmen vital masih dalam tahap konstruksi atau persiapan. Ini termasuk Palembang-Tanjung Api-Api yang dalam fase persiapan dengan studi kelayakan dan AMDAL telah selesai.30 Ruas Kisaran-Tebing Tinggi (target operasi 2023) dan Bukittinggi-Padang Panjang-Lubuk Alung-Padang (target operasi >2024) sedang dalam konstruksi.30 Ruas Binjai-Langsa sebagian telah beroperasi dengan target operasi penuh pada 2024.30 Sementara itu, Langsa-Lhokseumawe (target operasi >2024) dan Lhokseumawe-Sigli (target operasi 2024) masih dalam tahap persiapan.30 Ruas Pekanbaru-Bangkinang-Payakumbuh-Bukittinggi (target operasi 2023) dan Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Prapat-Tarutung-Sibolga (target operasi 2024) juga sedang dalam konstruksi.6 PT Hutama Karya juga aktif dalam penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) untuk beberapa seksi Fase II, termasuk Betung-Jambi dan Palembang-Betung, yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan efisiensi logistik.
Rincian segmen JTTS dan statusnya yang bervariasi menunjukkan pendekatan pengembangan yang bertahap. Penandatanganan perjanjian konsesi baru (PPJT) untuk Fase II mengindikasikan proses perencanaan yang dinamis dan adaptif. Hal ini memungkinkan respons terhadap kebutuhan yang berkembang dan prioritas ekonomi, menunjukkan bahwa rencana ini tidak kaku tetapi terus disesuaikan berdasarkan kemajuan dan kebutuhan yang muncul.
Tabel berikut menyajikan ringkasan proyek Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) berdasarkan statusnya:
Tabel 2: Ringkasan Proyek Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) Berdasarkan Status
Nama Ruas | Panjang (km) | Provinsi Terkait | Status Terkini | Tanggal Operasi/Target | Operator Utama |
Medan-Binjai | 16.8 | Sumatera Utara | Operasional Penuh | 2021 | Hutama Karya |
Palembang-Indralaya | 22 | Sumatera Selatan | Operasional Penuh | 2017 | Hutama Karya |
Pekanbaru-Dumai | 131.48 | Riau | Operasional Penuh | 2019 | Hutama Karya |
Bakauheni-Terbanggi Besar | 140 | Lampung | Operasional Penuh | 2017 | Hutama Karya |
Terbanggi Besar-Pematang Panggang | 185 | Lampung, Sumatera Selatan | Operasional Penuh | 2019 | Hutama Karya |
Pematang Panggang-Kayu Agung | Bagian dari 185 | Sumatera Selatan | Operasional Penuh | 2019 | Hutama Karya |
Sigli-Banda Aceh | 74.1 | Aceh | Operasional Parsial | 2022 | Hutama Karya |
Indrapura – Kisaran Seksi I | 15.6 | Sumatera Utara | Operasional Penuh | Feb 2024 | Hutama Karya |
Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Parapat (Seksi Tebing Tinggi – Indrapura 1 & sebagian Seksi 2) | 28 | Sumatera Utara | Operasional Penuh | Feb 2024 | Hutama Karya |
Pekanbaru – Padang (Seksi Bangkinang – Pangkalan, Bangkinang – XIII Koto Kampar) | 24.7 | Riau | Operasional Penuh | Mei 2024 | Hutama Karya |
Binjai – Pangkalan Brandan Seksi 2 | 19 | Sumatera Utara | Operasional Penuh | Sep 2024 | Hutama Karya |
Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Parapat (Seksi Tebing Tinggi – Dolokmerawan – Sinaksak 3 & sebagian Seksi 4) | 45.6 | Sumatera Utara | Operasional Penuh | Sep 2024 | Hutama Karya |
Betung – Tempino – Jambi Seksi 3 | 34 | Sumatera Selatan, Jambi | Operasional Penuh | Sep 2024 | Hutama Karya |
Padang – Sicincin | 36.6 | Sumatera Barat | Fungsional (Nataru) | Des 2024 | Hutama Karya |
Palembang-Tanjung Api-Api | – | Sumatera Selatan | Persiapan | 2022 | Hutama Karya |
Kisaran-Tebing Tinggi | 47.55 | Sumatera Utara | Konstruksi | 2023 | Hutama Karya |
Bukittinggi-Padang Panjang-Lubuk Alung-Padang | – | Sumatera Barat | Konstruksi | >2024 | Hutama Karya |
Binjai-Langsa | 110 | Aceh, Sumatera Utara | Konstruksi (Parsial Operasional) | 2024 | Hutama Karya |
Langsa-Lhokseumawe | 135 | Aceh | Persiapan | >2024 | Hutama Karya |
Lhokseumawe-Sigli | 135 | Aceh | Persiapan | 2024 | Hutama Karya |
Pekanbaru-Bangkinang-Payakumbuh-Bukittinggi | 185 | Riau, Sumatera Barat | Konstruksi | 2023 | Hutama Karya |
Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Prapat-Tarutung-Sibolga | 200 | Sumatera Utara | Konstruksi | 2024 | Hutama Karya |
Betung-Jambi | – | Sumatera Selatan, Jambi | Perjanjian Konsesi Baru | – | Hutama Karya |
Palembang-Betung | – | Sumatera Selatan | Perjanjian Konsesi Baru | – | Hutama Karya |
Peran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI secara konsisten berupaya meningkatkan konektivitas antar wilayah di Pulau Sumatera melalui pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Kementerian PUPR menargetkan penambahan total panjang jalan tol di Indonesia menjadi 5.103 km pada tahun 2024.
Pembangunan jalan tol secara strategis dikaitkan dengan pengembangan kawasan-kawasan produktif seperti kawasan industri, pariwisata, bandara, dan pelabuhan. Tujuan dari keterkaitan ini adalah untuk meningkatkan kelancaran logistik dan mendorong minat investasi. Keterkaitan eksplisit ini menunjukkan strategi yang jelas untuk menggunakan infrastruktur sebagai pengungkit utama bagi pembangunan ekonomi yang lebih luas dan investasi asing langsung. Ini merupakan strategi pembangunan ekonomi top-down di mana infrastruktur dibangun untuk mendahului atau memungkinkan kegiatan ekonomi lainnya, sehingga menciptakan peluang ekonomi baru dan menarik modal dengan membuat wilayah lebih mudah diakses dan efisien untuk bisnis.
Skema Pendanaan dan Investasi
Pendanaan infrastruktur di Indonesia, termasuk proyek-proyek di Sumatera, sebagian besar masih mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) memiliki peran vital dalam penyediaan lahan bagi percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). LMAN menyalurkan pendanaan pembebasan lahan, dengan serapan tertinggi untuk proyek jalan tol. Sejak tahun 2016, LMAN telah membayarkan Rp 80,2 triliun untuk pembebasan lahan PSN, di mana Rp 70,9 triliun dialokasikan untuk jalan tol. Sentralisasi pembiayaan pembebasan lahan melalui LMAN, yang didukung oleh UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, telah berkontribusi pada peningkatan koordinasi dan kecepatan proses.`
Meskipun peran LMAN yang terpusat dan kerangka hukum dirancang untuk menyederhanakan pembebasan lahan, hal ini tetap menjadi “kendala utama” dan “persoalan” dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Persoalan yang muncul meliputi kurangnya alokasi dana pembebasan lahan dan lambatnya proses pengadaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dengan reformasi kelembagaan dan hukum, kompleksitas sosial-politik kepemilikan tanah dan kompensasi terus menjadi hambatan signifikan, berpotensi menyebabkan penundaan dan pembengkakan biaya. Kekhawatiran tentang kenaikan harga tanah dan masalah kompensasi mengindikasikan bahwa masalah ini berakar dalam, mungkin dalam resistensi lokal, sengketa penilaian, atau sistem kepemilikan tanah yang kompleks.
Keterlibatan Sektor Swasta dan Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
Pemerintah secara aktif mendorong keterlibatan sektor swasta melalui pola Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebagai respons terhadap keterbatasan anggaran APBN, di mana 36% pendanaan berasal dari APBN dan 64% diharapkan dari swasta. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) telah menyiapkan opsi dana talangan (bridging finance) untuk proyek tol Trans Sumatera guna memastikan kegiatan konstruksi tetap berjalan sesuai jadwal jika Penyertaan Modal Negara (PMN) mengalami penundaan.Skema KPBU juga diterapkan pada proyek-proyek non-tol, seperti preservasi Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera Selatan.
Proyek kereta api Makassar-Parepare di Sulawesi berfungsi sebagai contoh sukses penerapan skema KPBU di sektor perkeretaapian, menggunakan skema Build Operate Transfer (BOT) dan Availability Payment. Proyek ini diharapkan menjadi percontohan untuk pengembangan serupa di Sumatera . Pembangunan kereta api logistik di Sumatera, seperti jalur Kertapati-Simpang-Tanjung Api-Api, juga direncanakan dengan skema pendanaan swasta. PT KAI sendiri telah melakukan investasi besar untuk mendukung angkutan batubara di Sumatera Bagian Selatan.
Pergeseran menuju keterlibatan sektor swasta yang lebih besar melalui skema KPBU menunjukkan langkah strategis untuk mendiversifikasi sumber pendanaan di luar APBN. Penggunaan “dana talangan” dari SMI dan penerapan “Availability Payment” dalam proyek KPBU menunjukkan rekayasa keuangan yang canggih yang bertujuan untuk mengurangi risiko proyek bagi investor swasta dan memastikan kesinambungan proyek bahkan di tengah penundaan pendanaan publik. Kombinasi strategi ini mengungkapkan pendekatan yang matang dan berkembang untuk pembiayaan infrastruktur, di mana pemerintah secara aktif berupaya mentransfer risiko dan menarik modal swasta melalui instrumen keuangan inovatif.
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pembangunan jalan tol secara signifikan memperkuat konektivitas antar wilayah, mempercepat waktu perjalanan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Sebagai contoh, Jalan Tol Pekanbaru-Dumai berperan penting dalam mempersingkat jarak dan waktu tempuh, serta meningkatkan perkembangan wilayah dan ekonomi antar dua wilayah dalam distribusi barang, orang, dan jasa. Pembangunan jalan tol terbukti membuka lapangan pekerjaan baru. Studi kasus menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar Jalan Tol Pekanbaru-Dumai mengalami kenaikan pendapatan hingga 70% dan memperoleh lapangan pekerjaan. Peningkatan aksesibilitas melalui infrastruktur jalan tol juga menarik minat investor untuk berinvestasi di daerah tersebut.
Proyek kereta api logistik batubara diharapkan mampu meningkatkan daya angkut batubara secara signifikan, yang berdampak positif pada efisiensi rantai pasok industri. Penggunaan kereta api untuk angkutan barang juga mengurangi volume truk besar di jalan raya, yang pada gilirannya mengurangi kerusakan jalan, kemacetan, dan risiko kecelakaan, sehingga meningkatkan kenyamanan dan keamanan masyarakat. Peningkatan pendapatan sebesar 70% dan penciptaan lapangan kerja yang dilaporkan di sekitar jalan tol Pekanbaru-Dumai merupakan indikator kuat manfaat ekonomi langsung. Selain itu, efek yang lebih luas seperti menarik investor dan meningkatkan efisiensi logistik untuk daerah kaya sumber daya menunjukkan pengganda ekonomi tidak langsung yang signifikan, yang mampu mengubah ekonomi regional.
Tabel 3: Manfaat Utama Pembangunan Infrastruktur di Sumatera
Kategori Manfaat | Deskripsi Manfaat Spesifik | Contoh/Data Pendukung |
Ekonomi | Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah | Pendapatan daerah Banten naik 5,7% (Tol Tangerang-Merak) |
Efisiensi logistik dan distribusi barang | Mempersingkat waktu tempuh Pekanbaru-Dumai, menurunkan biaya logistik dari KEK Sei Mangkei | |
Peningkatan daya saing industry | Mendukung distribusi batubara hingga 40 juta ton/tahun | |
Menarik investasi | Akses mudah ke daerah menarik investor | |
Peningkatan pendapatan masyarakat | Kenaikan pendapatan masyarakat hingga 70% (Jalan Tol Pekanbaru-Dumai) | |
Pendapatan bagi negara | Pembayaran tol dari pengguna | |
Sosial | Penciptaan lapangan kerja | Pembangunan jalan tol membutuhkan operator 24 jam |
Mempercepat waktu perjalanan | Mengurangi hambatan seperti kemacetan dan jalan rusak | |
Peningkatan kenyamanan dan keamanan masyarakat | Mengurangi volume truk besar di jalan raya, mengurangi kemacetan dan risiko kecelakaan | |
Keterjangkauan daerah | Akses ke daerah menjadi mudah | |
Lingkungan | Pengurangan emisi karbon (jangka panjang) | Kereta api lebih rendah emisi per ton-kilometer dibandingkan truk |
Hemat energi | Kereta api lebih efisien energi per satuan penumpang | |
Hemat ruang | Pembangunan sarana dan prasarana kereta api lebih hemat ruang |
Tantangan Pembangunan (Pembebasan Lahan, Koordinasi, Pendanaan)
Pembebasan lahan tetap menjadi kendala utama dan mendasar dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Persoalan yang muncul meliputi kurangnya alokasi dana pembebasan lahan dan lambatnya proses pengadaan lahan. Koordinasi antar pemangku kepentingan proyek, yang melibatkan penanggung jawab proyek, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, hingga masyarakat, seringkali sulit dicapai. Hal ini diperparah oleh adanya “ego sektoral” di antara berbagai pihak. Keterbatasan APBN mendorong keterlibatan swasta, namun skema pendanaan ini juga memerlukan penyiapan proyek yang matang dan daya tarik investasi yang kuat. Dugaan korupsi dalam proyek kereta api menjadi tantangan serius terhadap integritas, efisiensi, dan akuntabilitas pembangunan infrastruktur.
Tantangan pembebasan lahan, koordinasi, dan pendanaan tidak terisolasi melainkan sangat saling terkait. Penundaan dalam pembebasan lahan dapat menyebabkan pembengkakan biaya dan peningkatan kebutuhan pendanaan. Sementara itu, koordinasi yang buruk dapat memperburuk masalah lahan dan menghambat penyebaran keuangan yang efektif. Masalah korupsi semakin memperumit semua aspek ini, berpotensi mengikis kepercayaan dan efisiensi secara keseluruhan. Jaringan tantangan yang kompleks ini menunjukkan bahwa penyelesaian satu masalah seringkali bergantung pada kemajuan di masalah lain.
Dampak Lingkungan dan Strategi Mitigasi
Pembangunan infrastruktur, termasuk jalan tol dan kereta api, diakui dapat mengganggu kualitas habitat dan ekosistem alami. Dampak spesifik dari pembangunan rel kereta api yang telah teridentifikasi meliputi potensi tanah longsor dan berkurangnya daerah resapan air, yang dapat menyebabkan banjir di sekitar wilayah rel, seperti yang terjadi dalam studi kasus di Semarang dan Barru. Selain itu, kerusakan lahan pertanian dan terpotongnya saluran irigasi berpotensi menyebabkan gagal panen dan kekeringan di area terdampak, seperti yang diamati di Kabupaten Barru. Perubahan pemanfaatan lahan pertanian dan permukiman, serta peningkatan harga lahan di sekitar proyek, juga merupakan dampak yang perlu diperhatikan. Meskipun kereta api secara inheren dianggap sebagai moda transportasi yang rendah emisi dan hemat energi per ton-kilometer , dampak lingkungan lokal dari fase konstruksi dapat signifikan.
Sebagai respons, berbagai strategi mitigasi telah diimplementasikan atau direncanakan. Ini termasuk penerapan konsep keberlanjutan lingkungan, seperti penyediaan perlintasan khusus satwa dilindungi di ruas JTTS Riau. Ada pula pengembangan jalan yang menyeimbangkan kepentingan makhluk hidup (flora dan fauna) melalui konsep ecoroad, yang mempertimbangkan perencanaan terpadu konservasi, konservasi habitat, dan transportasi. Upaya lain meliputi pengurangan dampak jalan terhadap satwa liar, pembangunan kembali jalur habitat atau koridor habitat, serta mendorong perubahan perilaku dan cara pandang pengguna jalan terhadap satwa liar. Kementerian Perhubungan juga berfokus pada transisi menuju transportasi rendah karbon yang inklusif, penguatan transportasi kota berkelanjutan, dan dekarbonisasi transportasi di Indonesia.
Meskipun infrastruktur sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi, terdapat pengakuan yang jelas tentang dampak negatifnya terhadap lingkungan, khususnya gangguan habitat, banjir, dan kerusakan pertanian. Pencantusan strategi mitigasi spesifik seperti perlintasan satwa liar dan konsep “ecoroad” menunjukkan peningkatan kesadaran dan upaya untuk mengintegrasikan keberlanjutan lingkungan ke dalam perencanaan. Hal ini mencerminkan pergerakan melampaui kepatuhan semata menuju konservasi proaktif, menunjukkan pendekatan yang lebih matang terhadap pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4: Tantangan Kunci dan Upaya Mitigasi dalam Pembangunan Infrastruktur
Kategori Tantangan | Deskripsi Tantangan Spesifik | Upaya Mitigasi/Solusi yang Diterapkan |
Pembebasan Lahan | Kurangnya alokasi dana, lambatnya proses pengadaan lahan, sengketa kompensasi, kenaikan harga tanah | Peran sentral LMAN dalam pendanaan pembebasan lahan PSN ; Dukungan UU No. 2/2012 untuk pengadaan tanah |
Pendanaan | Keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) | Mendorong keterlibatan sektor swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) ; Opsi dana talangan (bridging finance) dari SMI, Penerapan skmea Availability Payment |
Koordinasi | Sulitnya koordinasi antar stakeholder (pemerintah pusat, daerah, BUMN, masyarakat); Adanya “ego sektoral” | Keberadaan lembaga koordinatif seperti KPPIP ; Penekanan Kemenhub pada sinergi lintas sektor |
Tata Kelola | Dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek infrastruktur | Penyelidikan dan penegakan hukum oleh KPK ; Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam tender dan pelaksanaan proyek |
Lingkungan | Gangguan kualitas habitat dan ekosistem alami; Potensi tanah longsor dan berkurangnya daerah resapan air (menyebabkan banjir); Kerusakan lahan pertanian dan terpotongnya saluran irigasi | Penerapan konsep keberlanjutan lingkungan (perlintasan khusus satwa dilindungi) ; ecoroad yang menyeimbangkan kepentingan flora dan fauna ; Upaya mengurangi Pengembangan dampak jalan
terhadap satwa liar dan membangun kembali koridor habitat ; Fokus pada transportasi rendah karbon dan dekarbonisasi |
5. Kesimpulan dan Prospek Masa Depan
Pembangunan infrastruktur kereta api dan jalan tol di Sumatera merupakan upaya masif dan terintegrasi yang krusial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, konektivitas regional, dan efisiensi logistik di pulau tersebut. Proyek-proyek strategis seperti Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dan Jalur Kereta Api Trans Sumatera menunjukkan progres signifikan, dengan banyak segmen yang telah beroperasi penuh atau sebagian, serta sejumlah besar proyek yang sedang dalam tahap konstruksi atau persiapan. Keberhasilan ini didorong oleh peran sentral pemerintah, melalui Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan, yang didukung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Hutama Karya dan PT Kereta Api Indonesia (KAI), dalam perencanaan, pendanaan, dan pelaksanaan proyek-proyek ini.
Skema pendanaan terus berevolusi, dengan ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilengkapi dengan peningkatan peran Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta investasi swasta untuk mengatasi keterbatasan anggaran dan mendiversifikasi sumber daya. Meskipun manfaat ekonomi dan sosial yang besar telah terbukti, seperti peningkatan pendapatan masyarakat dan efisiensi logistik, tantangan persisten seperti pembebasan lahan yang kompleks, kebutuhan koordinasi antar berbagai pihak, dan risiko korupsi masih memerlukan perhatian serius dan solusi berkelanjutan. Komitmen terhadap mitigasi dampak lingkungan, yang ditunjukkan melalui pembangunan ecoroad dan perlintasan satwa liar, mencerminkan upaya yang semakin kuat menuju pembangunan infrastruktur yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Prospek masa depan pembangunan infrastruktur di Sumatera akan sangat bergantung pada kemampuan para pemangku kepentingan untuk secara efektif mengatasi tantangan yang ada, mempertahankan momentum investasi yang tinggi, dan memastikan tata kelola proyek yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian, visi infrastruktur yang terpadu, efisien, dan berkelanjutan di seluruh pulau dapat terwujud, memberikan kontribusi maksimal bagi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Sumatera.