Di matamu, danau tenang membiru,

Tempat jiwaku berlayar, tak jemu.

Senyummu fajar, menghalau kelabu,

Cinta hadir, dalam debar yang merdu.

 

Tanganmu menggenggam, erat dan pasti,

Menyusuri hari, tanpa ragu di hati.

Bisikmu pelita, di gelapnya sepi,

Dua jiwa menyatu, dalam janji abadi.

 

Namun, badai datang, tak terduga menerjang,

Kabut tebal menyelimuti, arah pun menghilang.

Langkah terpisah, dalam dingin yang mencekam,

Jeritan hati pilu, menyebut nama terpendam.

 

Waktu berlalu, luka menganga pedih,

Kenangan membayangi, bagai duri yang perih.

Harapan meredup, di ujung getir nasib,

Cinta yang dulu membara, kini terasa করিব.

 

Namun, di balik awan kelam yang membentang,

Secercah cahaya muncul, perlahan datang.

Sebuah jejak familiar, di antara riuh bimbang,

Suara yang dulu dirindu, kini terdengar lantang.

 

Pertemuan tak terduga, di persimpangan pilu,

Mata saling menatap, haru menyeruak kalbu.

Kabut tragedi sirna, diganti hangatnya temu,

Cinta yang sempat hilang, kini bersemi baru.

 

Genggaman kembali erat, takkan lagi terlepas,

Air mata bahagia menetes, membasahi bekas.

Luka mengering perlahan, jejaknya kian tipis,

Cinta yang sejati, tragedi pun menepis.

 

Kini mentari bersinar, lebih terang dan indah,

Dua hati yang terluka, kembali menatap cerah.

Bahagia menyelimuti, setelah badai meredah,

Kisah cinta dan tragedi, berujung senyum merekah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.