Prediksi : Trend Mode yang Akan Mendominasi Tahun 202
Tahun terus berganti, dan dunia mode pun tak pernah berhenti bergerak. Setiap musim, kita disuguhi tren-tren baru — dari runway Paris hingga jalanan Jakarta. Tapi di tahun 2025 ini, dunia mode tampaknya sedang menuju titik yang lebih dalam: bukan hanya soal gaya, tapi juga soal nilai. Sebagai pengamat kasual sekaligus penikmat perkembangan fashion, saya melihat tren mode tahun ini bukan hanya soal looks, tapi juga tentang arah baru yang sedang kita bentuk bersama.
Mode Itu Lebih dari Sekadar Baju
Sebelum membahas prediksi tren, penting untuk mengingat bahwa fashion bukan sekadar apa yang kita pakai. Fashion adalah cermin zaman. Ia merefleksikan teknologi, budaya, ekonomi, bahkan keresahan kolektif manusia. Di era digital ini, mode bukan hanya dikuasai oleh rumah mode besar, tapi juga oleh kreator konten, algoritma media sosial, dan bahkan AI.
Di tengah semua itu, pertanyaan yang muncul adalah: Apa yang akan kita kenakan di tahun 2025, dan kenapa itu penting?
1. Sustainability 2.0: Mode yang Lebih Bertanggung Jawab
Tren sustainable fashion bukan hal baru, tapi tahun 2025 menjadi era di mana kesadaran ini benar-benar masuk ke arus utama. Konsumen semakin pintar, dan mereka tak lagi hanya mencari looks keren — mereka ingin tahu asal usul pakaian mereka: apakah bahannya ramah lingkungan? Siapa yang membuatnya? Berapa banyak air yang digunakan?
Bahan-bahan seperti hemp, recycled polyester, hingga bio-fabricated leather semakin banyak digunakan. Desainer global dan lokal berlomba-lomba menggabungkan estetika dan etika. Bahkan, banyak brand mulai mengadopsi model “pre-order only” untuk menghindari overproduksi.
2. Fashion x Teknologi: AI & Virtual Style
Tahun ini, kolaborasi antara fashion dan teknologi benar-benar terasa. Dari pakaian yang dirancang oleh AI hingga fitting room virtual di e-commerce, teknologi mengubah cara kita melihat dan membeli baju.
Muncul juga tren digital fashion — pakaian yang hanya ada di dunia virtual, digunakan untuk konten atau di dunia metaverse. Kedengarannya aneh? Mungkin. Tapi generasi muda, terutama Gen Alpha, melihatnya sebagai ekspresi yang sah.
Aplikasi seperti StyleSnap dan AI-stylist personal juga mulai populer. Alih-alih mencari inspirasi lewat majalah, kini orang bisa “minta outfit” langsung ke AI.
3. Nostalgia Y2K dan Evolusi Gaya Gen Z/Alpha
Tren Y2K (gaya tahun 2000-an awal) kembali mencuat sejak beberapa tahun lalu, dan kini berevolusi jadi lebih kreatif. Crop top, kacamata kecil warna-warni, celana cargo, hingga perhiasan plastik kembali muncul — tapi dengan twist futuristik.
Menariknya, gaya ini tidak hanya dihidupkan ulang, tapi juga dikritik dan dikembangkan. Misalnya: tren low-rise jeans yang dulu sempat bikin tidak nyaman, kini hadir dalam versi high comfort dengan bahan stretch dan potongan inklusif.
Ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak hanya “mengulang” gaya lama, tapi juga menyesuaikannya dengan nilai zaman: kenyamanan, keberagaman, dan ekspresi diri yang otentik.
4. Quiet Luxury vs. Maximalist Rebellion
Dua kutub besar saling tarik-menarik di 2025:
- Quiet luxury — gaya minimalis, elegan, dengan potongan rapi dan bahan berkualitas tanpa logo mencolok. Ini gaya yang dipopulerkan lewat serial seperti Succession, atau figur seperti Sofia Richie.
- Maximalist rebellion — gaya penuh warna, tekstur, dan layering dramatis sebagai bentuk perlawanan terhadap konformitas. Banyak terlihat di kalangan seniman muda, kreator TikTok, dan fashion show avant-garde.
Dua tren ini menggambarkan kondisi psikologis masyarakat pasca pandemi dan krisis global: sebagian mencari ketenangan, sebagian lagi ingin meledak bebas.
5. Unisex, Androgini, dan Fashion Tanpa Gender
Mode di 2025 makin blur soal batasan gender. Banyak brand — besar maupun kecil — yang mulai meninggalkan label “pria” dan “wanita” dalam koleksi mereka. Potongan unisex, oversized, dan androgini menjadi hal lumrah.
Yang lebih menarik: bukan hanya apa yang dikenakan, tapi siapa yang mengenakannya. Representasi model non-biner, transgender, hingga individu dari berbagai bentuk tubuh menjadi sorotan utama. Dunia mode perlahan belajar untuk inklusif — meski masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Mode Indonesia 2025: Tradisi, Urban, dan Kreativitas Lokal
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Saya melihat geliat menarik dari desainer lokal yang semakin berani mengeksplorasi identitas budaya dengan pendekatan modern. Batik, tenun, dan songket tidak lagi sekadar pakaian formal — tapi hadir dalam bentuk jaket streetwear, tas tote kekinian, hingga sneakers lokal.
Selain itu, pasar anak muda Indonesia semakin beragam. Ada yang mengadopsi gaya K-fashion, ada juga yang tampil eksperimental dengan thrifted looks. Komunitas fashion lokal di media sosial semakin kuat, saling mendukung brand kecil dan mendorong narasi “bangga buatan Indonesia”.
Opini Pribadi: Mode Sebagai Cermin dan Harapan
Buat saya pribadi, mode di 2025 bukan hanya soal tren, tapi soal harapan. Saya berharap bahwa dunia mode menjadi lebih inklusif dan manusiawi. Bahwa kita bisa tetap bergaya tanpa harus merusak lingkungan. Bahwa kenyamanan tidak kalah penting dari penampilan.
Tapi saya juga sadar, dunia mode masih banyak tantangan: dominasi fast fashion, eksploitasi buruh tekstil, budaya konsumtif. Karena itu, saya percaya kita semua — sebagai konsumen — punya peran penting. Pilihan kita setiap hari punya dampak.
Jangan takut berekspresi, tapi juga jangan lupa bertanya: siapa yang membuat pakaian ini, dan bagaimana prosesnya?
Penutup: Dan Kamu, Akan Pakai Apa?
Tahun 2025 ini membawa banyak warna dan kemungkinan dalam dunia mode. Kita bisa memilih untuk tampil klasik, futuristik, eksentrik, atau bahkan virtual. Yang penting, kita tahu kenapa kita memilih itu.
Mode adalah tentang diri kita — dan dunia yang ingin kita bentuk bersama.