Pendahuluan
Dengan dibukanya berbagai macam blokade ekonomi dan berbagai kerjasama internasional baik regional maupun internasional, telah menimbulkan trend baru dalam aliran arus barang dan jasa. Apa yang disebut oleh Friedman sebagai dunia yang datar sekarang benar-benar terwujud, produksi suatu barang dan jasa tdak memiliki batas teritorial baik apa yang disebut negara ataupun kawasan. Saat ini suatu produk akhir bisa saja dikerjakan, baik manajamen dan produksinya melibatkan banyak perusahaan dan banyak negara. Produksi barang mengalir mencari yang terbaik dan termurah sehingga biaya produksi dapat diminimalisasi dengan mutu yang baik yang dapat memberikan kepuasan pelanggan.
Persaingan bisnis modern membawa dampak pada perubahan fokus persaingan dari persaingan antar perusahaan secara mandiri kearah persaingan antar jejaring bisnis seperti supply chain rantai pasokan. Kondisi ini memunculkan era kompetisi antar jejaring bisnis, dimana peran perusahaan manufaktur telah berubah dari memasok perusahaan domestik menjadi pasar internasional melalui perusahaan lokal (Rudberg dan Olhager, 2003).
Pengelolaan kerjasama dalam rantai pasokan memerlukan koordinasi dan integrasi baik didalam maupun diantara perusahaan untuk mencapai manajemen rantai pasokan yang efektif, kualitas pelayanan, dan keuntungan perusahaan.(Lina Anatan, 2010).
Beberapa negara, seperti China, Vietnam, Bangladesh dan beberapa negara di Amaerika Selatan saat ini tengah bangkit menjemput manajemen rantai pasokan, dapat kita lihat banyak produk-produk dari berbagai pabrikan dunia mempunyai pabrik di negara-negara tersebut. Indonesia juga sebagai salah satu negara Asia menawarkan selain tenaga kerja yang murah, Indonesia juga menawarkan modal sosial yang besar yaitu jumlah penduduk sebagai konsumen dan sumber daya alam yang melimpah. Sejatinya investor asing masih menaruh harapan tinggi pada perekonomian Indonesia yang digerakkan oleh konsumsi dan eksplorasi sumber daya alam. Namun kepercayaan anjlok setelah pemerintah menelurkan regulasi yang melarang ekspor mineral mentah. Kebijakan tersebut dikhawatirkan bakal mengotori iklim investasi di tanah air.
Rantai pasokan adalah model produk dan bisnis yang terintegrasi dari perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan tersebut membentuk jaringan/rantai produksi dengan melibatkan banyak perusahaan yang tersebar di banyak negara untuk mencapai efisiensi dan keuntungan maksimal. Kegiatan produksi, seperti pembuatan bahan baku, pembuatan komponen, perakitan dan penyelesaian akhir produk, disebar ke pabrik-pabrik di berbagai lokasi di dunia yang dianggap paling menguntungkan, namun proses produksi tetap dikendalikan oleh pemegang merek dari satu tempat (kantor).
Sebagai gambaran bagaimana rantai pasokan global beroperasi, kita bisa ambil contoh produk iphone produksi Apple yang berbasis di Amerika Serikat. Casing-nya diproduksi oleh MGM Corp asal Jepang, baterainya dibuat oleh perusahaan di Thailand, komponen memori SDRAM dan NAND dibuat perusahan-perusahaan yang berada di Batam. Selanjutnya, dirakit oleh Foxconn di China, untuk kemudian dijual di pasar Asia. Sedangkan pendistribusiannya ditangani oleh sebuah perusahaan logistik yang berbasis di Singapura. Namun semua proses tersebut tetap dikoordinasikan atau dikendalikan oleh Apple dari kantor pusatnya di California, Amerika Serikat.
Lahirnya kontrak international mengubah hakekat perdagangan ke arah terbentuknya ‘poros perdagangan-investasi-jasa’ (trade-investment-service nexus), sehingga pengertian perdagangan, jasa dan investasi, kini sulit untuk dikenali lagi. Operasi turn-key, misalnya, dapat termasuk penyerahan peralatan yang dicatat sebagai ekspor barang, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai sektor jasa. Sejumlah ahli memberi istilah sebagai perdagangan rantai pasokan (supply chain trade).
Supply chain trade mendorong korporasi-korporasi yang berbasis di negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), atau negara-negara berpendapatan tinggi yang menerima dan menjalankan prinsip ekonomi pasar bebas, yang sebagian besar merupakan negara-negara Eropa—memindahkan produksinya ke tempat yang merupakan jaringan produksi dan sumber regionalnya (regional sourcing and production networks). Misalnya, Samsung Electronic memindahkan basis produksi untuk peralatan rumah tangga dari Korea ke Vietnam, tepatnya ke Saigon Hi-Tech Park yang berjarak sekitar 15 km dari kota Ho Chi Minh.
Pola perdagangan semacam ini menjelaskan mengapa globalisasi cenderung berkembang ke arah regionalisasi. Dengan alasan yang sama, juga dapat dimengerti mengapa pembentukan MEA merupakan usaha ASEAN mengintegrasikan dirinya secara penuh kedalam rantai pasokan gobal. (Edy Burmansyah,2014)
Peringkat daya saing global Indonesia dalam IMD World Competitiveness Centre 2017 mencatat kenaikan enam level ke posisi 42 dari tahun sebelumnya di urutan 48. Dalam laopran tersebut daya saing Indonesia memperoleh skor 71,116. Namun, kenaikan ini belum mampu mendongkrak Indonesia dari posisi buncit dari 5 negara di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN 5 (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia).
Singapura tetap menempati posisi pertama sebagai negara dengan daya saing tertinggi dalam ASEAN 5 dengan skor 99,488. Kemudian diikuti Malaysia di urutan kedua dengan skor 83,53, lalu Thailand di posisi ketiga dengan skor 80,095, dan di posisi ke empat Filipina dengan skor 71,798.
Kurangnya ketersediaan dana untuk program infrastruktur, prioritas pembangunan infrastruktur yang belum jelas, aturan hukum yang belum pasti, serta penegakan hukum kurang memadai membuat peringkat Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Masih tingginya praktek korupsi dan kolusi serta masih besarnya ketimpangan distribusi kekayaan di Indonesia membuat peringkat daya saing Indonesia belum bisa naik lebih jauh.
Tinjauan Pustaka
Manajemen Rantai Pasokan atau disebut Supply Chain Management merupakan pengelolaan rantai siklus yang lengkap mulai bahan mentah dari para supplier, ke kegiatan operasional di perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai kepada konsumen. Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan–perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, supply chain management adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Definisi Supply Chain Management juga diberikan oleh James A. dan Mona J. Fitzsimmons, yang menyatakan bahwa supply chain management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di sistem logistik tradisional.
Sedangkan definisi Supply Chain Management menurut Chase, Aquilano, Jacobs adalah sistem untuk menerapkan pendekatan secara total untuk mengelola seluruh aliran informasi, bahan, dan jasa dari bahan baku melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir. Oleh Robert J. Vokurka, Gail M. Zank dan Carl M. Lund III supply chain management didefinisikan sebagai, “all the activities involved in delivering a product from raw material through the customer including sourcing raw material and parts, manufacturing and assembly, warehousing and inventory tracking, order entry and order management, distribution across all channels, delivery to the customer, and the information system necessary to monitor all of the activities” .
Stevenson mendefinisikan supply chain management sebagai suatu koordinasi strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan. Russell dan Taylor mendefinisikan bahwa supply chain management adalah mengelola arus informasi, produk dan pelayanan di seluruh jaringan baik itu pelanggan, perusahaan hingga pemasok .
Manajemen Rantai Pasokan atau disebut Supply Chain Management merupakan pengelolaan rantai siklus yang lengkap mulai bahan mentah dari para supplier, ke kegiatan operasional di perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai kepada konsumen. Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan–perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, supply chain management adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Definisi Supply Chain Management juga diberikan oleh James A. dan Mona J. Fitzsimmons, yang menyatakan bahwa supply chain management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di sistem logistik tradisional.
Dengan demikian, berdasarkan berbagai definisi supply chain management sebagaimana telah disampaikan, dapat ditarik hal umum bahwa supply chain management adalah semua kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang supply chain. Lebih jauh cakupan supply chain management akan meliputi hal-hal berikut:
Bagian | Cakupan kegiatan antara lain |
Pengembangan produk | Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru |
Pengadaan | Memilih supplier, mengavaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier |
Perencanaan & Pengendalian | Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perancanaan produksi dan persediaan |
Operasi / Produksi | Eksekusi produksi, pengendalian kualitas |
Pengiriman / Distribusi | Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi |
Sumber: I Nyoman Pujawan (2005)
Supply chain dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Menyimak dari definisi ini, maka suatu supply chain terdiri dari perusahaan yang mengangkut bahan baku dari bumi/alam, perusahaan yang mentransformasikan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan pendukung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan retailer yang menjual barang tersebut ke konsumen akhir. Dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu : (Sariyun Naja Anwar,2011)
- Supplies
- Manufactures
- Distribution
- Retail Outlet
- Customer
Permasalahan Penerapan Manajamen Rantai Pasokan Di Indonesia
- Upah Tenaga Kerja
Upah tenaga kerja di Indonesia disusun berdasakan cost of Living atau dengan perkataan lain kebutuhan hidup layak dan terakhir di revisi melalui PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan, kebutuhan biaya hidup layak di lebur kedalam tingkat pertumbuhan dan inflasi sebagai dasar penetapan upah buruh. Tingkat upah buruh menurut pola ini tidak stabil dan selalu berubah setiap tahunnya tergantung dari kinerja perekonomian negara. Sedangkan di negara lain sebut saja Vietnam dan China, upah buruh mininal selama 5 tahun adalah tetap dan relatif tdak bergejolak dengan demonstrasi seperti di Indonesia. Secara kuantitatif, upah buruh di Indonesia masih cukup kompetitif jika dibandingkan dengan Asia lainnya, namun fluktuasi ekonomi yang tidak dapat diduga membuat upah buruh tidak bisa diprediksi dan ditambah lagi dengan ekses pemogokan dan demontrasi buruh yang kerap terjadi di berbagai kota di Indonesia
- Biaya Logistik
Biaya Logistik Indonesia Dan Beberapa Negara Maju
Negara | Persentase Biaya Logistik terhadap PDB | Persentase Biaya |
Logistik terhadap | ||
Biaya Penjualan | ||
USA | 9,90% | 9,40% |
Jepang | 10,60% | 5,90% |
Korea Selatan | 16,30% | 12,50% |
Indonesia | 27%* | 14% |
Sumber: Sislognas (2012)
Biaya logistik terbentuk dari aktivitas yang mendukung proses logistik yaitu pelayanan pelanggan, transportasi, pergudangan, penyimpanan persediaan, dan administrasi logistik. Menurut survei LynnCo Supply Chain Solutions (2013) untuk perusahaan-perusahan di Amerika Serikat bahwa persentase rata-rata biaya logistik terdiri biaya transportasi (39%), biaya pergudangan (23%), biaya simpan persediaan (27%), biaya pelayanan pelanggan (6%), dan biaya administrasi logistik (5%). Lebih lanjut hasil survei juga menunjukkan rata-rata persentase biaya logistik terhadap penjualan adalah sebesar 7,34% yang terdiri dari biaya transportasi (3,24%), biaya pergudangan (1,84%), biaya simpan persediaan (1,52%), biaya pelayanan pelanggan (0,48%), dan biaya administrasi logistik (0,38%). Jika survei ini memasukkan juga biaya pembelian barang yang rata-rata 56% terhadap penjualan perusahaan, maka akan terlihat bahwa total biaya logistik merupakan biaya utama yang signifikan di perusahaan.(Agus Purnomo)
Kinerja Logistik Indonesia di antara Negara-Negara ASEAN
Sumber: Sislognas (2012)
Rasio biaya logistik terhadap Nilai Tambah Bruto di sektor industri untuk 24 sektor Industri adalah sebesar 61,1%. Rasio biaya logistik industri terhadap Output sektor industri adalah sebesar 16,3%. (Kementerian Perindustrian,2016)
Suatu kajian yang dilakukan LPEM UI pada tahun 2005 menyatakan bahwa persentase biaya logistik terhadap penjualan di Indonesia rata-rata 14,08%, sedangkan Jepang 5,9%. Sementara persentase biaya logistik Indonesia terhadap PDB adalah 30%, sedangkan Jepang 10,6%, dan Amerika Serikat hanya 9,9%. Statistik ini menunjukkan dengan jelas bahwa biaya logistik Indonesia masih sangat mahal karena tidak efisiennya aktivitas logistik perusahaan, sehingga menurunkan daya saing perusahaan Indonesia yang pada gilirannya dapat menurunkan pula daya saing negara. (Agus Purnomo)
Di dalam SISLOGNAS dinyatakan bahwa penyebab utama mahalnya biaya logistik di Indonesia adalah kondisi infrastruktur yang ada sekarang ini baik pelabuhan, bandar udara, jalan, dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik. Demikian juga halnya dengan sistem transportasi intermoda ataupun multimoda yang belum dapat berjalan dengan baik, karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara atau sebaliknya belum dapat berjalan lancar karena belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara tersebut. Sehingga menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal. Secara lebih detil permasalahan infrastruktur dapat diidentifikasi sebagai berikut :
- Pelabuhan : Belum Adanya ”Hub Port” Internasional baik laut maupun udara sebagai pusat pengendalian arus barang nasional, maupun internasional serta belum terintegrasinya Manajemen Pelabuhan, sehingga pengurusan pergerakan barang dan dokumen saat ini masih dilakukan berbasis transaksi.
- Prasarana Jalan, menurunnya tingkat pelayanan jalan pada jalur-jalur utama perekonomian terutama di Jawa dan Sumatera menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan mengurangi daya saing produk-produk komoditas.
- Angkutan Kereta Api, konsep bisnis yang diterapkan untuk Kereta Api barang khususnya pengangkutan kargo kontainer masih menerapkan sistem bisnis pengangkutan atau transporter, belum menggunakan perspektif konsep bisnis logistik.
- Angkutan Sungai dan Penyeberangan, rendahnya jaminan keselamatan dan keamanan operasi angkutan sungai, danau dan penyeberangan karena umur kapal yang sebagian besar sudah berumur lebih dari 10 tahun (64%) dan hanya sebagian kecil yang berumur di bawah 10 tahun (36%).
- Belum memiliki regulasi Transportasi Intermoda dan Multimoda serta akses transportasi intermodal belum memadai. Sebagai contoh ketika barang dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok, satu-satunya akses transportasi pengangkutan barang hanya melalui transportasi darat dengan infrastruktur jalan yang sangat terbatas, yang menyebabkan lalu lintas di Pelabuhan Tanjung Priok mengalami kemacetan.
- Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan Manajemen Rantai Pasokan Global di Indonesia :
1. Komoditas |
Belum adanya fokus kepada komoditas pokok dan strategis |
2. Infrastruktur | Belum memadainya dukungan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas |
Infrastruktur logistik nasional (pelabuhan, bandara, stasiun, pergudangan , dsb) belum dikelola secara terintegrasi, efektif dan efisien | |
Belum efektifnya intermodal transportasi & interkoneksi antara infrastruktur pelabuhan dan transportasi | |
Belum optimalnya fasilitasi perdagangan baik domestik maupun internasional | |
3.Penyedia Jasa dan Penyedia Jasa Logistik | Terbatasnya kemampuan daya saing Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Nasional baik pada tataran nasional maupun global |
Lemahnya jaringan nasional dan internasional | |
Layanan jasa logistik masih didominasi perusahaan-perusahaan multinasional | |
4. SDM | Rendahnya kompetensi SDM dan Manajemen |
Minimnya Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Bidang Logistik | |
5. Teknologi Informasi dan Komunikasi | Belum memadainya infrastruktur dan jaringan Teknologi Informasi dan Komunikasi |
Terbatasnya jangkauan jaringan pelayanan non seluler | |
Mayoritas transaksi bisnis masih menggunakan “paper based system”. | |
6. Regulasi | Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah |
7. Kelembagaan | Rendahnya Koordinasi Lintas Sektoral |
Belum ada kelembagaan yang menjadi integrator kegiatan logistik Nasional |
Sumber: Sislognas (2012)
Kualitas Infrastruktur Indonesia dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN Lainnya :
Dari data-data diatas, dari segi infrastruktur, mulai dari mutu dari pelabuhan, jalan dan pengangkutan udara kita masih banyak berbenah dan relatif lebih tertinggal dari negara-negara Anggota ASEAN Lainnya, hanya jalur kereta api saja yang kita lebih bagus dari negara ASEAN Lainnya.
Penutup
Penggunaan konsep manajemen rantai pasokan di Indonesia berdasarkan data-data diatas terutama untuk berkolaborasi dengan pabrikan-pabrikan kelas dunia dalam rangka berpartisipasi dalam perdagangan global, masih sangat kurang hal ini disebabkan antara satu sub sistem dengan sub sistem lainnya masih berjalan secara parsial dan tidak mempunyai suatu jaringan yang utuh
Dari data-data diatas, Indonesia harus lebih banyak berbenah memperbaiki berbagai infrastruktur dan sumber daya manusianya secara terintegrasi agar dapat bergabung dalam gelombang besar perdagangan global karena secara geografis, Indonesia berada pada posisi strategis jalur perdagangan dunia
Kurangnya ketersediaan dana untuk program infrastruktur, prioritas pembangunan infrastruktur yang belum jelas, aturan hukum yang belum pasti, serta penegakan hukum kurang memadai membuat peringkat Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya.
Daftar Pustaka
Anatan, Lina. (2010). Pengaruh Implementasi Praktik-Praktik Manajemen Rantai Pasokan terhadap Kinerja Rantai Pasok dan Keunggulan Kompetitif. Karisma, 4(2).
Anwar, S. N. (2011). Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management): Konsep dan Hakikat. Jurnal Dinamika Informatika, 3(2).
Burmansyah, Edy.2014. Rezim Baru ASEAN ; Memahami Rantai Pasokan dan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Insist Press
Purnomo, Agus. Potensi Green Supply Chain Management untuk Menurunkan Biaya Logistik Nasional. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Logistik /STIMLOG PT Pos Indonesia) dalam https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0ahUKEwjm_-6bobDUAhXJNY8KHemzC34QFghCMAM&url=http%3A%2F%2Fsupplychainindonesia.com%2Fnew%2Fdownload%2F126%2F&usg=AFQjCNFDwfzcutZvoyhBP9Q6yTKNJ-KnKg&sig2=y7HpCB59owL6xq5vLSeMsg&cad=rja
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/manajemen-rantai-pasokan