Di tengah gemuruh zaman yang melaju,
Di antara gedung kaca dan jalan tanpa debu,
Terlentang sunyi warisan purba,
Menanti disentuh, tak juga disapa.
Dulu, di setiap langkah yang kita jejak,
Ada cerita, ada makna, ada nama leluhur yang bijak.
Kain batik bukan sekadar hias,
Tapi doa dan falsafah yang menari di tiap garis.
Namun kini…
Kita berpakaian tanpa tahu asal,
Menjiplak gaya dari layar global.
Lidah anak-anak kini terlatih asing,
Bahasa ibu dianggap kuno dan ketinggalan pagi.
Kita bangga berjalan tanpa akar,
Tak sadar, kita melayang di udara yang hambar.
Tarian nenek moyang, hanya dibuka di festival,
Lalu disimpan, berdebu dalam lemari basal.
Lagu-lagu rakyat merintih lirih,
Tenggelam di antara suara digital yang riuh bersih.
Gamelan bersuara, tapi tiada telinga,
Yang mendengarnya dengan jiwa terbuka.
Pohon beringin, tempat dulu orang berkisah,
Kini ditebang demi parkiran megah.
Wayang hanya pajangan di etalase,
Tak lagi menjadi cermin hidup dan nasehat halus manusia biasa.
Seni dan budaya perlahan dikerangkeng,
Menjadi “konten” yang butuh rating dan uang yang digenggam.
Padahal dahulu, ia adalah napas dan nyawa,
Penjaga nilai, benteng bangsa.
Apakah kita sedang tumbuh…
atau justru kehilangan bentuk tubuh?
Apakah ini kemajuan…
atau sebuah pelan-pelan penghapusan?
Budaya bukan beban masa lalu,
Tapi kompas untuk tahu kita mau ke mana dan dari mana dulu.
Ia bukan hanya milik museum dan pelajaran sekolah,
Tapi milik jiwa, milik darah.
Mari bertanya di depan cermin pagi:
Masihkah kita tahu siapa diri ini?
Ataukah sudah jadi bayang-bayang,
Yang tak berakar dan mudah terbuang?
Bangkitlah—sebelum terlambat.
Genggam aksara kuno, resapi irama adat.
Kenakan tenun, bukan hanya di hari nasional,
Tapi sebagai lambang cinta yang hakiki dan total.
Rawat bahasa ibu, sebelum ia benar-benar bisu.
Ajak anak-anak menyanyi lagu desa,
Tunjukkan bahwa budaya bukan hiasan,
Tapi jiwa yang membuat kita manusia dengan arah dan tujuan.
Sebab bangsa yang lupa asalnya,
Akan mudah ditarik angin ke mana-mana.
Mari pulang, walau tak mudah,
Ke rumah budaya yang dulu kita tinggalkan dengan gagah.