Aku manusia Indonesia,
lahir di tanah yang katanya subur,
dibesarkan dengan sumpah dan lagu kebangsaan,
tapi hidupku adalah daftar panjang kewajiban.

Bayar pajak, meski jalan rusak.
Patuh aturan, walau hukum tak selalu adil.
Taat pada negara, meski negara kadang abai.
Berderma untuk bangsa, walau hakku sering jadi teka-teki.

Katanya:
“Bela tanah air!” — aku ikut.
“Kerja keras demi kemajuan!” — aku taati.
Tapi saat aku berkata:
“Bolehkah aku berobat gratis?”
“Bolehkah anakku sekolah tanpa biaya?”
Negara mendadak sibuk,
dokumenku dikembalikan.

Kami ini rakyat,
bukan mesin pencetak kewajiban.
Kami punya tubuh yang letih,
punya jiwa yang haus keadilan.

Mengapa hak harus diajukan seperti permohonan?
Mengapa keadilan terasa seperti hadiah,
bukan keharusan?

Di atas pundak rakyat, negara berdiri,
tapi mengapa saat kami butuh,
negara kadang hilang,
atau hanya datang lewat slogan?

Aku cinta tanah ini,
tapi bukan berarti harus diam.
Aku ingin seimbang—antara tugas dan hak,
antara janji dan bukti,
antara kata “warga” dan makna “manusia”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.