Ingin ku dekap rembulan, di telapak tangan ini,
Kukumpulkan sinarnya, dalam sebentuk kendi.
Kujadikan suluh abadi, di gelapnya sunyi sepi,
Agar tak ada lagi malam, yang membuat hati terperi.
Ingin ku petik bintang kejora, yang paling gemerlap,
Kukalungkan di leher bumi, agar tak lagi gelap.
Kujadikan permata dunia, yang tak lekang dan tetap,
Simbol keindahan abadi, tanpa pernah surut dan lenyap.
Ingin ku hentikan waktu, di saat bahagia tiba,
Kukunci setiap detik, agar selamanya ada.
Takkan kubiarkan pagi, mengganti indahnya senja,
Kenangan manis abadi, takkan pernah terlupa.
Ingin ku ubah pasir pantai, menjadi intan berlian,
Setiap butirnya berharga, tak ternilai kemudian.
Kemiskinan sirna seketika, tak ada lagi kesengsaraan,
Dunia dipenuhi kemewahan, dalam setiap pandangan.
Namun, ku tahu rembulan terlalu jauh, tuk digapai tangan,
Bintang kejora terlampau tinggi, tuk bisa dikekang.
Waktu terus berputar, tak bisa dipaksa berhenti sejenak,
Pasir pantai tetaplah pasir, takkan menjelma intan.
Harapan ini bagai mimpi, di siang hari yang terang,
Sebuah angan yang indah, namun mustahil menjelang.
Kegelisahan hati terpendam, dalam diam yang panjang,
Menyaksikan kenyataan, harapan tak mungkin datang.
Meski begitu, biarlah mimpi ini tetap bersemi,
Sebagai penghibur hati, di tengah kerasnya realiti.
Karena dalam khayalan, segala yang indah bisa terjadi,
Walaupun hanya sebatas angan, yang takkan pernah terbukti.