Sudah waktunya kita membalikkan teori ekonomi dan meletakkan kepalanya dibawah. Laju pertumbuhan yang semakin besar bukan jaminan untuk melawan kemiskinan yang makin buruk…memisahkan kebijaksanaan produksi dan kebijaksanaan distribusi adalah tindakan salah dan berbahaya. Kebijaksanaan distribusi harus masuk menjadi bagian tidak terpisahkan dari pola dan organisasi produksi
(Mahbub ul Haq, Ekonom Pakistan Dalam Buku “The Poverty Curtain”)
….sebagai industri-industri eksport yang tidak berbasiskan bahan mentah Indonesia, maka industri-industri yang dibiayai modal asing ini tidak punya keterkaitan dengan sektor-sektor ekonomi domestic kita secara berarti, sehingga efek penggandanya (multifflier effect) hanya sebatas pembentukan pendapatan melalui upah untuk para buruh murah bangsa Indonesia..yang akan menimbulkan kebocoran terhadap ekonomi Indonesia dalam bentuk pembayaran import bahan baku dan penolong dan pembayaran jasa-jasa fihak asing (jasa modal, jasa teknologi, jasa manajemen, asuransi, perkapalan dan lain-lain)
(Sritua Arif, Ekonom Indonesia)
Ekonomi bukan hanya soal bagaimana memperoleh penghasilan, tetapi juga bagaimana memanfaatkan penghasilan itu dengan baik untuk meningkatkan kehidupan dan kebebasan kita
(Amartya Sen, Ekonom India Peraih Nobel Ekonomi)
Pembangunan itu merupakan suatu transformasi masyarakat yang merupakan perubahan dari hubungan-hubungan tradisonal, cara berpikir yang tradisional, cara -cara tradisional yang dipergunakan dalam menangani masalah kesehatan dan pendidikan, cara melaksanakan kegiatan produksi tradisional, ke pada cara-cara ‘modern’
(Joseph Stiglitz , Peraih Nobel Ekonomi)
Rakyat” adalah konsepsi politik, bukan konsepsi aritmatik atau statistik, rakyat tidak harus berarti seluruh penduduk. Rakyat adalah “the cornmon people”, rakyat adalah “orang banyak”. Pengertian rakyat berkaitan dengan “kepentingan publik”, yang berbeda dengan “kepentingan orang-seorang”. Pengertian rakyat mempunyai kaitan dengan kepentingan kolektif atau kepentingan bersama. Ada yang disebut “public interests” atau “public wants”, yang berbeda dengan “private interests” dan “private wants”. Sudah lama pula orang mempertentangkan antara “individual privacy” dan “public domain”. Ini analog dengan pengertian bahwa “preferensi sosial” berbeda dengan hasil penjumlahan atau gabungan dari “preferensi-preferensi individual”. Istilah “rakyat” memiliki relevansi dengan hal-hal yang bersifat “publik” itu. Rakyat itu berdaulat, alias raja atas dirinya.
(Mohammad Hatta, Sang Begawan Ekonomi Rakyat)
Kalau nasionalisme baru toh harus diberi definisi, saya kira definisi yang paling tepat adalah semangat yang selalu ingin meningkatkan kemampuan penciptaan kekayaan negaranya, tetapi bersedia bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain, dengan syarat bahwa di dalam kerjasama ini kita tidak dirugikan dan tidak merugikan negara lain. Sifat kerjasama dan interaksi adalah untuk mencapai sinergi dan tidak saling menghisap.
(Kwik Kian Gie, Ekonom Indonesia)