Di hamparan pasir yang membisu,

Tempat jejak rindu bersembunyi.

Jantung ibu berdetak, mengukir namamu,

Di setiap embusan napas, terukir doa suci.

 

Ini bukan sekadar jarak, Nak,

Ini adalah bentangan makna, kanvas perjuangan.

Setiap tetes peluh adalah tinta takdir yang tercurah,

Menulis kisah esokmu, penuh harapan dan kebebasan.

 

Di sini, di antara keramaian asing dan sepi yang mendalam,

Ibu menemukan hening, tempat jiwa berbicara.

Bukan hanya tentang materi, bukan hanya tentang uang,

Melainkan tentang nilai, tentang ketahanan, tentang arti.

 

Setiap hari adalah pelajaran tentang ketiadaan,

Ketiadaan peluk hangat, ketiadaan cerita pengantar tidur.

Namun dari ketiadaan itu, muncullah kekuatan,

Sebuah ikrar tak tergoyahkan, sebuah jembatan yang takkan luntur.

 

Meski lautan membentang, dan waktu terus melaju,

Ada benang tak terlihat yang mengikat jiwa kita.

Ia tak mengenal ruang, tak mengenal batasan,

Adalah cinta, Nak, cinta yang melampaui segala.

 

Kau adalah cermin dari harapan yang abadi,

Representasi masa depan yang ingin ibu saksikan.

Tumbuhlah, Nak, dalam kebijaksanaan dan budi,

Jadikan setiap langkahmu, sebuah doa yang termakbulkan.

 

Dalam keheningan malam, saat bintang-bintang bersaksi,

Ibu titipkan dirimu pada Pemilik Takdir.

Semoga kau tumbuh menjadi pribadi yang berarti,

Mampu membaca makna hidup, tak hanya sekadar hadir.

 

Dan kelak, saat takdir mempertemukan kita kembali,

Bukan hanya raga yang bersua, tapi jiwa yang menyatu.

Dengan pemahaman baru, tentang pengorbanan dan arti,

Bahwa cinta ibu, adalah filosofi hidupmu.

 

Amin.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.