Di jantung rimba, tersembunyi nestapa,
Desa kami sunyi, merana tanpa daya!
Rumah reyot berdiri, saksi bisu derita,
Asap dapur mengepul, harapan kian sirna!
Jalanan berlumpur, kubangan nestapa,
Mobil mewah tak sudi, injakkan rodanya!
Gelap gulita malam, tanpa setitik cahaya,
Listrik kota gemerlap, kami gigit jari saja!
Anak-anak telantar, ilmu tak menjamah,
Penyakit mengintai, nyawa taruhannya!
Peluh keringat mengalir, bumi tak bersahabat,
Hasil panen menipis, perut keroncongan hebat!
Kalian di sana, berpesta pora, tertawa ria,
Kami di sini tercekik, dalam sunyi sengsara!
Janji-janji busuk, bagai angin berhembus,
Pembangunan katanya? Omong kosong belaka, Tuan Besar!
Namun semangat kami, bara takkan padam,
Harga diri membara, melawan kezaliman!
Teriakan pilu ini, semoga kan terdengar,
Hingga ke telinga penguasa, yang pura-pura buta dan tuli!
Kami bukan sampah, kami juga manusia,
Darah kami merah, tulang kami sama!
Keadilan kami tuntut, hak kami perjuangkan,
Sampai desa terpencil ini, merasakan pembangunan!