Pengaruh Budaya (Jawa, Batak, Minang, dan Bugis) terhadap Pola Komunikasi Bisnis dan Pengambilan Keputusan

Oleh : Ade Parlaungan Nasution

 

Abstrak

Penelitian ini menganalisis bagaimana nilai-nilai inti dari budaya Jawa, Batak, Minang, dan Bugis secara signifikan membentuk pola komunikasi bisnis dan proses pengambilan keputusan dalam konteks Indonesia. Pola komunikasi yang ditinjau meliputi gaya langsung/tidak langsung, konteks tinggi/rendah, serta penggunaan isyarat verbal dan non-verbal. Sementara itu, proses pengambilan keputusan dieksplorasi dari aspek hierarki, konsensus, partisipasi, kecepatan keputusan, dan pengaruh tokoh adat atau gender. Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk menyintesis informasi dari berbagai sumber pustaka. Temuan menunjukkan bahwa setiap budaya memiliki karakteristik unik yang memengaruhi dinamika bisnis, mulai dari preferensi komunikasi halus dan berbasis harmoni di Jawa, keterusterangan dan patriarki di Batak, sistem matrilineal dan musyawarah inklusif di Minang, hingga penekanan pada kehormatan dan kejujuran di Bugis. Pemahaman mendalam terhadap nuansa budaya ini bukan hanya relevan secara akademis tetapi juga krusial bagi praktisi bisnis untuk merancang strategi komunikasi yang adaptif, membangun tim yang kohesif, menavigasi negosiasi, dan membuat keputusan yang tepat di lingkungan multikultural Indonesia.

 

1. Pendahuluan

Latar Belakang

Dalam lanskap bisnis global yang semakin terintegrasi, kemampuan komunikasi yang efektif dan proses pengambilan keputusan yang adaptif menjadi faktor krusial bagi keberlanjutan dan kesuksesan organisasi. Perusahaan modern tidak lagi beroperasi dalam isolasi budaya, melainkan dihadapkan pada interaksi yang kompleks dengan individu dan entitas dari beragam latar belakang budaya. Interaksi ini, meskipun menawarkan peluang ekspansi pasar dan akses sumber daya yang lebih luas, juga menghadirkan tantangan signifikan yang berkaitan dengan perbedaan budaya dan bahasa.

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang kaya akan keragaman etnis dan budaya, menyediakan konteks yang sangat relevan untuk studi manajemen antarbudaya. Setiap kelompok etnis di Indonesia, seperti Jawa, Batak, Minang, dan Bugis, memiliki sistem nilai, norma, dan praktik yang berbeda, yang secara inheren membentuk cara individu berkomunikasi dan mengambil keputusan dalam lingkungan bisnis. Ketidakpahaman atau ketidaktahuan terhadap norma-norma budaya ini dapat menyebabkan miskomunikasi, konflik, atau kesalahan strategis yang merugikan bisnis.

Pemahaman mendalam tentang budaya lokal bukan sekadar aspek akademis, tetapi merupakan prasyarat strategis untuk membangun hubungan bisnis yang kuat dan efektif, mengurangi risiko, dan memanfaatkan peluang di pasar global. Hal ini menunjukkan bahwa adaptasi budaya bukanlah pilihan tambahan, melainkan suatu keharusan fundamental untuk mencapai keberhasilan bisnis yang berkelanjutan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini merumuskan beberapa pertanyaan kunci:

  1. Bagaimana nilai-nilai inti budaya Jawa, Batak, Minang, dan Bugis secara spesifik memengaruhi pola komunikasi bisnis, termasuk gaya komunikasi verbal dan non-verbal, serta preferensi saluran komunikasi?
  2. Bagaimana nilai-nilai inti dari keempat budaya tersebut membentuk proses pengambilan keputusan bisnis, mencakup aspek hierarki, konsensus, partisipasi, dan kecepatan keputusan?
  3. Apa implikasi manajerial dari pengaruh budaya-budaya ini terhadap praktik komunikasi dan pengambilan keputusan dalam lingkungan bisnis multikultural di Indonesia?

 

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menganalisis dan menguraikan karakteristik pola komunikasi bisnis yang khas pada individu atau kelompok yang dipengaruhi oleh budaya Jawa, Batak, Minang, dan Bugis.
  2. Mengidentifikasi dan menjelaskan bagaimana proses pengambilan keputusan bisnis dibentuk oleh nilai-nilai dan norma-norma budaya Jawa, Batak, Minang, dan Bugis.
  3. Merumuskan implikasi manajerial dan rekomendasi strategis untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dan pengambilan keputusan di lingkungan bisnis yang melibatkan keragaman budaya Indonesia.

Signifikansi Penelitian

Penelitian ini memiliki signifikansi ganda, baik secara teoretis maupun praktis.

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur di bidang manajemen antarbudaya, perilaku organisasi, dan komunikasi bisnis dengan memberikan analisis mendalam tentang pengaruh budaya lokal di Indonesia. Temuan ini dapat menjadi dasar untuk penelitian komparatif lebih lanjut di wilayah lain, serta berkontribusi pada pengembangan teori-teori komunikasi dan pengambilan keputusan yang lebih sensitif budaya.

Secara praktis, hasil penelitian ini akan memberikan wawasan berharga bagi para manajer, pemimpin organisasi, investor, dan profesional bisnis yang beroperasi di Indonesia. Pemahaman yang lebih baik tentang dinamika budaya ini dapat membantu mereka dalam merancang strategi komunikasi yang lebih adaptif, membangun tim yang kohesif, menavigasi proses negosiasi, dan membuat keputusan bisnis yang lebih tepat dan berkelanjutan di lingkungan multikultural. Hal ini juga dapat membantu mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kolaborasi lintas budaya.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Komunikasi Bisnis

Komunikasi bisnis didefinisikan sebagai pertukaran informasi, ide, dan instruksi dalam konteks organisasi untuk mencapai tujuan bisnis tertentu. Kemampuan komunikasi yang kuat sangat penting untuk memastikan pesan dipahami dengan jelas oleh penerima, sehingga menghindari kesalahpahaman yang dapat merugikan bisnis. Tujuan utama komunikasi bisnis meliputi pemberian arahan, penyampaian informasi, pemberian umpan balik, dan penanaman pemahaman mengenai tujuan organisasi.

Komunikasi bisnis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan saluran dan arah alirannya:

  • Saluran Formal: Komunikasi formal mengikuti struktur hierarki organisasi.
  • Vertikal: Terbagi menjadi komunikasi dari atas ke bawah (manajer ke karyawan untuk perintah, instruksi, prosedur, dan umpan balik) dan dari bawah ke atas (karyawan ke manajer untuk umpan balik dan laporan). Komunikasi ke bawah bertujuan memberikan pengarahan, menjelaskan alasan pekerjaan, menyampaikan prosedur, memberikan umpan balik kinerja, dan menyajikan informasi ideologis organisasi.
  • Horizontal/Lateral: Terjadi antara individu atau departemen dengan posisi atau level yang sama dalam organisasi. Tujuannya adalah memfasilitasi koordinasi dan kolaborasi antar departemen atau tim.
  • Diagonal: Melibatkan komunikasi antara dua tingkat organisasi yang berbeda, namun bukan dalam jalur hierarki langsung. Contohnya adalah komunikasi antara manajer pemasaran dengan bagian pabrik.
  • Saluran Informal: Terjadi secara luas di antara individu dalam organisasi tanpa mempedulikan jenjang hierarki, pangkat, atau jabatan. Topik yang dibahas seringkali bersifat umum seperti humor atau keluarga, namun kadang juga berkaitan dengan situasi kerja.

Untuk mencapai tujuan komunikasi bisnis yang efektif, individu harus memiliki teknik komunikasi yang baik. Teknik-teknik ini meliputi mendengarkan aktif untuk memahami pesan dan membangun hubungan, menggunakan bahasa yang tepat (formal dan jelas), menjaga kontak mata untuk menunjukkan rasa hormat, dan menjaga emosi dalam situasi sulit.

Meskipun tinjauan pustaka menyajikan teknik komunikasi bisnis yang umum seperti “menggunakan bahasa yang tepat” dan “menjaga kontak mata” , definisi “tepat” dan interpretasi “kontak mata” sangat bervariasi antar budaya. Misalnya, kontak mata langsung mungkin dianggap agresif di beberapa budaya konteks tinggi, sementara di budaya konteks rendah dianggap sebagai tanda kejujuran. Hal ini menunjukkan bahwa teknik komunikasi yang tampaknya universal harus diinterpretasikan dan diadaptasi secara kontekstual sesuai dengan norma budaya spesifik agar benar-benar efektif dalam lingkungan bisnis antarbudaya. Kegagalan untuk beradaptasi dapat menyebabkan miskomunikasi meskipun teknik dasar telah diterapkan.

 

2.2. Pengambilan Keputusan Bisnis

Pengambilan keputusan dalam konteks bisnis adalah proses sistematis dalam memilih alternatif tindakan terbaik dari berbagai pilihan yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Proses ini merupakan hal yang fundamental untuk menopang aktivitas bisnis, memastikan perusahaan berfungsi sebagaimana mestinya.

Proses pengambilan keputusan yang efektif umumnya melibatkan tahapan-tahapan berikut:

  1. Identifikasi Masalah atau Kesempatan: Mendefinisikan dengan jelas masalah yang perlu dipecahkan atau peluang yang dapat dimanfaatkan, serta tujuan yang ingin dicapai dengan keputusan tersebut.
  2. Kumpulkan Informasi Relevan: Mengumpulkan data historis, melakukan riset pasar, dan mencari wawasan dari berbagai sumber internal maupun eksternal untuk mendapatkan pemahaman yang matang tentang situasi.
  3. Cari Solusi Alternatif: Mengembangkan berbagai opsi atau pendekatan yang mungkin untuk memecahkan masalah, dengan mempertimbangkan kebutuhan pemangku kepentingan yang berbeda.
  4. Pertimbangkan Bukti/Evaluasi Alternatif: Menganalisis pro dan kontra setiap opsi berdasarkan kriteria relevan seperti biaya, manfaat, risiko, waktu, dan sumber daya yang dibutuhkan. Analisis ini seringkali melibatkan metode kuantitatif (seperti analisis biaya-manfaat) dan kualitatif (seperti analisis SWOT atau matriks keputusan).
  5. Pilih Alternatif Terbaik: Membuat keputusan akhir berdasarkan analisis data dan pertimbangan objektif. Terkadang, keputusan yang tepat mungkin merupakan kombinasi dari beberapa alternatif, yang memerlukan pemecahan masalah dan pemikiran kreatif.
  6. Implementasi Keputusan: Membuat rencana implementasi yang jelas dan mengorganisir sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan solusi yang dipilih, memastikan semua pihak yang terlibat memahami peran mereka.
  7. Monitor dan Evaluasi Hasil: Memantau kemajuan dan mengukur kinerja terhadap tujuan yang telah ditetapkan, serta mengidentifikasi apakah keputusan telah memberikan hasil yang diharapkan. Ini melibatkan pengukuran kinerja dan identifikasi dampaknya.
  8. Tindak Lanjut: Melakukan penyesuaian atau tindakan korektif jika diperlukan berdasarkan evaluasi hasil untuk memperbaiki atau meningkatkan keputusan yang telah diambil.

Dalam pengambilan keputusan, terdapat beberapa model yang dapat digunakan:

  • Model Rasional: Model ini bersifat logis dan berurutan, seperti tujuh langkah yang dijelaskan di atas, dan cocok untuk keputusan berdampak besar yang memerlukan hasil maksimal dan pertimbangan berbagai perspektif tanpa banyak bias.
  • Model Intuitif: Model ini didasarkan pada informasi atau data, bukan intuisi semata. Ini memerlukan pengalaman sebelumnya dan pengenalan pola untuk membentuk insting yang kuat, sering digunakan oleh mereka yang memiliki banyak pengalaman dengan masalah serupa.
  • Model Kreatif: Model ini melibatkan pengumpulan informasi dan wawasan, serta menghasilkan ide-ide potensial untuk solusi. Pendekatan ini cocok untuk proses berulang di mana tim dapat menguji solusi dan beradaptasi seiring perubahan keadaan.

Meskipun proses pengambilan keputusan diuraikan sebagai serangkaian langkah sistematis dan rasional , sumber lain menyebutkan bahwa “pendidikan, pengalaman, watak, karakter, dan faktor-faktor keperilakuan lainnya dari para pengambil keputusan dapat menentukan apakah masalah tersebut akan dianggap penting, menjanjikan peluang, atau menginisiasikan proses pengambilan keputusan”. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kerangka kerja rasional tersedia, implementasi praktisnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor subjektif dan budaya. Faktor-faktor ini bertindak sebagai filter yang memengaruhi bagaimana informasi dikumpulkan, alternatif dievaluasi, dan keputusan akhir dibuat, mengubah proses dari sekadar mekanis menjadi proses yang dipengaruhi secara mendalam oleh konteks manusia dan sosial.

 

2.3. Budaya dan Pengaruhnya dalam Bisnis

Budaya didefinisikan sebagai sistem nilai, norma, kepercayaan, kebiasaan, dan pola perilaku yang dianut bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya organisasi pada mulanya dipengaruhi oleh budaya sekitar dari para anggota organisasi, menunjukkan kepribadian dari organisasi itu sendiri.

Konsep Konteks Tinggi (High-Context) vs. Konteks Rendah (Low-Context) dalam Komunikasi:

  • Budaya Konteks Tinggi (High-Context Cultures): Dalam budaya ini, komunikasi sangat bergantung pada isyarat non-verbal, makna implisit, pengetahuan bersama, dan hubungan interpersonal yang kuat. Pesan seringkali tidak langsung, dan ada preferensi kuat untuk menjaga harmoni serta menghindari konflik. Hierarki dan status sosial memainkan peran penting. Pengambilan keputusan cenderung berbasis konsensus, dan simbolisme serta penghormatan terhadap sesepuh dan nilai-nilai tradisional sangat mengakar. Hubungan jangka panjang lebih dihargai daripada transaksi langsung atau hasil cepat. Contoh budaya konteks tinggi meliputi Jepang, Cina, budaya Timur Tengah (seperti Arab Saudi), dan negara-negara Amerika Latin.
  • Budaya Konteks Rendah (Low-Context Cultures): Komunikasi di budaya ini lebih langsung, eksplisit, dan sangat mengandalkan kata-kata. Kejelasan dihargai di atas segalanya, dan orang-orang cenderung mengekspresikan diri secara terbuka dan jelas, menyisakan sedikit ruang untuk interpretasi atau makna implisit. Penekanan kuat pada individualisme, di mana pencapaian pribadi dan ekspresi diri diprioritaskan di atas harmoni kelompok. Waktu dipandang secara linier dan dikelola secara efisien, dengan ketepatan waktu yang sangat dihargai. Aturan dan regulasi berperan penting dalam mengatur perilaku, dan keputusan dibuat berdasarkan penalaran logis. Ketergantungan pada komunikasi tertulis, seperti kontrak dan dokumentasi, juga lebih besar. Contoh budaya konteks rendah meliputi Amerika Serikat dan Jerman.

Meskipun budaya konteks tinggi secara tradisional cenderung menggunakan komunikasi tidak langsung, ada indikasi bahwa komunikasi konteks rendah menjadi lebih umum di budaya konteks tinggi karena pengaruh Barat dan kebutuhan untuk mengakomodasi pendatang atau ekspatriat. Selain itu, dalam tim multikultural, individu dari kedua spektrum konteks perlu beradaptasi dan menyesuaikan gaya komunikasi mereka untuk menghindari kesalahpahaman. Ini menyiratkan bahwa budaya komunikasi tidak statis atau dikotomis, melainkan dinamis dan adaptif. Globalisasi tidak hanya menghadirkan tantangan, tetapi juga mendorong evolusi menuju “budaya hibrida” dalam komunikasi bisnis, di mana elemen-elemen dari berbagai gaya dapat diintegrasikan untuk efektivitas yang lebih besar.

Kolektivisme vs Individualisme:

  • Kolektivisme: Budaya kolektivis memprioritaskan kepentingan kelompok, menekankan konsensus, harmoni, dan hubungan yang erat. Hal ini umum ditemukan di negara-negara Asia. Dalam konteks bisnis, perusahaan dengan budaya kolektivisme lebih cenderung melibatkan banyak pihak dalam proses pengambilan keputusan.
  • Individualisme: Sebaliknya, budaya individualis memprioritaskan kepentingan individu, menekankan efisiensi, dan mendelegasikan keputusan kepada individu yang memiliki tanggung jawab tertentu. Budaya ini lazim di negara-negara Barat.

Hierarki vs Egaliter:

  • Budaya Hierarkis: Dalam budaya hierarkis, terdapat banyak lapisan otoritas, yang cenderung memperlambat proses pengambilan keputusan karena keputusan harus melewati beberapa tingkatan. Namun, pendekatan ini memberikan kepastian bahwa keputusan telah melalui pertimbangan matang.
  • Budaya Egaliter: Sebaliknya, budaya egaliter memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat karena melibatkan diskusi langsung antar-anggota tim.

Meskipun budaya hierarkis cenderung memperlambat pengambilan keputusan , budaya egaliter memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat. Perusahaan multinasional sering mengadopsi pendekatan campuran, misalnya, keputusan strategis yang berdampak besar melalui proses hierarkis, sementara keputusan operasional sehari-hari dengan pendekatan egaliter. Hal ini menunjukkan bahwa model hierarkis dan egaliter bukanlah dikotomi yang kaku, melainkan spektrum yang dapat diadaptasi secara strategis oleh organisasi. Adaptasi ini memungkinkan perusahaan menyeimbangkan kebutuhan akan pertimbangan yang matang dengan kecepatan, tergantung pada sifat keputusan dan konteks budaya yang terlibat.

Peran Penting Komunikasi Bisnis Antarbudaya:

Komunikasi bisnis antarbudaya memegang peran kunci dalam keberhasilan bisnis internasional. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif lintas budaya membantu mengurangi risiko kesalahpahaman dan konflik, membangun hubungan yang kuat, serta mendorong inovasi dan kreativitas melalui beragam perspektif yang dibawa oleh tim multikultural. Tantangan utama yang dihadapi meliputi perbedaan bahasa, norma dan nilai budaya yang berbeda, gaya komunikasi yang bervariasi (misalnya, verbal dan non-verbal), serta persepsi dan stereotip budaya yang keliru. Strategi efektif untuk mengatasi tantangan ini melibatkan pendidikan dan pemahaman budaya, penguasaan bahasa, kesadaran terhadap perbedaan budaya, komunikasi yang jelas dan terbuka, memperkuat hubungan pribadi, dan membentuk tim multikultural yang dapat membawa beragam perspektif dan kemampuan adaptasi.

 

Tabel 1: Perbandingan Dimensi Budaya Utama (Jawa, Batak, Minang, Bugis) dalam Komunikasi Bisnis dan Pengambilan Keputusan

Dimensi Budaya Jawa Batak Minang Bugis
Konteks Komunikasi Konteks Tinggi (High-Context) Cenderung Langsung (Direct)  namun juga Konteks Tinggi (High-Context) Konteks Tinggi (High-Context)  dan Cenderung Langsung dalam Kritik Konteks Tinggi (High-Context)
Orientasi Kolektif/Individual Kolektivisme (Kerukunan) Kolektivisme (Kebersamaan, Dalihan na Tolu) Kolektivisme (Gotong Royong, Kebersamaan) Kolektivisme (Sipakatau, Siri’ na Pacce)
Struktur Kekuasaan Hierarkis (Loyalitas, Kepatuhan, Senioritas) Patriarkal (Dominasi Laki-laki) Matriarkal (Garis Keturunan Ibu) , Jarak Kekuasaan Rendah Kolektif, Peran Tokoh Lokal/Adat
Orientasi Konflik Penghindaran Konflik Cenderung Langsung, namun juga Musyawarah Menghargai Musyawarah & Konsensus  namun Langsung dalam Kritik Menjaga Harmoni
Kecepatan Keputusan Cenderung Lambat (Konsensus, Hierarki) Musyawarah dapat memakan waktu Musyawarah Mufakat (Dapat memakan waktu) Musyawarah (Tudang Sipulung)
Peran Gender Tidak spesifik dalam komunikasi bisnis, namun ada nilai sopan santun umum Patriarkal (Laki-laki dominan, perempuan kurang dihargai dalam keputusan) Matriarkal (Perempuan memiliki posisi mulia, “bundo kanduang” dimintai pendapat) Tidak spesifik, namun ada nilai “siri'” yang melindungi kehormatan keluarga
Nilai Kunci Lain Kerukunan, Hormat, Tepo Seliro, Gotong Royong, Unggah-Ungguh Dalihan na Tolu, Hagabeon, Hamoraon, Hasangapon, Kejujuran, Inisiatif Adat Basandi Syarak, Raso/Pareso/Malu/Sopan, Merantau, Jiwa Entrepreneur Sipakatau, Lempu’, Siri’, Getteng, Ada Tongeng, Mappesona ri Pawinruk seuwa-E, Pacce

 

3. Analisis Pengaruh Budaya terhadap Komunikasi Bisnis dan Pengambilan Keputusan

3.1. Budaya Jawa

Budaya Jawa, yang merupakan salah satu budaya dominan di Indonesia, memiliki sistem nilai yang sangat memengaruhi interaksi sosial dan perilaku individu, termasuk dalam konteks bisnis.

Nilai-nilai Inti

Nilai-nilai fundamental budaya Jawa berpusat pada prinsip kerukunan dan hormat. Kerukunan bertujuan untuk menjaga harmoni sosial, menciptakan keadaan tenang, dan menghindari perselisihan, yang termanifestasi dalam praktik

Tepo Seliro (empati atau tenggang rasa), Gotong Royong (kerjasama dan saling membantu), Selamatan (ritual komunal yang memperkuat kebersamaan), dan Musyawarah (pengambilan keputusan melalui konsultasi bersama untuk mencapai konsensus). Prinsip hormat menuntut individu untuk selalu menampilkan perilaku dan tutur kata yang sesuai dengan derajat serta peran sosial orang lain.

Mekanisme psikologis seperti rasa takut, malu, dan keengganan (sungkan) juga mendukung prinsip hormat dan menjaga harmoni ini, mendorong individu untuk berperilaku sopan dan menghindari konflik. Dalam konteks organisasi, terdapat nilai

loyalitas kepada atasan dan kepatuhan terhadap hierarki yang kuat, yang memengaruhi dinamika kekuasaan dan pengambilan keputusan. Ada pula keinginan kuat untuk

menghindari konfrontasi langsung demi menjaga keharmonisan hubungan. Falsafah seperti “aja dumeh, aja adigang, aja adigung, aja adiguna” menekankan pentingnya kerendahan hati, kebaikan, dan rasa hormat terhadap orang lain.

 

Pola Komunikasi Bisnis

Pola komunikasi dalam budaya Jawa cenderung bersifat konteks tinggi (high-context) dan tidak langsung (indirect). Ini berarti komunikasi sangat bergantung pada konteks, isyarat non-verbal, dan pemahaman bersama yang implisit, daripada kata-kata yang diucapkan secara eksplisit. Pesan seringkali disampaikan secara konotatif, puitis, metaforis, atau ambigu, menggunakan eufemisme untuk menyamarkan makna sebenarnya namun tetap menjaga kesopanan. Kecenderungan untuk berbicara pelan dan menghindari konflik langsung adalah refleksi dari upaya menjaga harmoni dalam interaksi sehari-hari.

Konsep Unggah-Ungguh, atau etika berbahasa dan berperilaku, sangat penting dalam budaya Jawa dan mengatur cara berkomunikasi, terutama dalam konteks hierarki sosial. Misalnya, interaksi antara mahasiswa dengan profesor atau rekan senior akan menunjukkan tingkat formalitas dan rasa hormat yang tinggi.

Dalam studi kasus komunikasi horizontal antara karyawan Jawa dan Tionghoa, ditemukan bahwa meskipun hubungan interpersonal dapat terjalin dengan baik, hambatan semantik akibat perbedaan bahasa (misalnya, penggunaan bahasa Jawa Ngoko oleh karyawan Jawa dan bahasa Mandarin oleh karyawan Tionghoa) dan dialek seringkali menyebabkan kesalahpahaman. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun niat untuk menjaga harmoni ada, perbedaan linguistik dapat menjadi kendala signifikan.

Nilai-nilai budaya Jawa seperti kerukunan dan penghindaran konflik  secara langsung mendorong adopsi gaya komunikasi konteks tinggi dan tidak langsung. Pesan yang disampaikan menjadi lebih konotatif, puitis, dan ambigu , seringkali menggunakan eufemisme untuk menjaga kesopanan. Bagi individu atau budaya dengan gaya komunikasi konteks rendah yang menghargai kejelasan dan keterusterangan , komunikasi Jawa ini dapat disalahartikan sebagai ketidakjelasan, ketidaktegasan, atau bahkan ketidakjujuran. Implikasinya, dalam lingkungan bisnis multikultural, perbedaan gaya komunikasi ini dapat menjadi sumber miskomunikasi yang signifikan, menghambat efisiensi dan membangun kepercayaan jika tidak ada kesadaran dan adaptasi antarpihak.

 

Pengambilan Keputusan Bisnis

Proses pengambilan keputusan dalam budaya Jawa cenderung bersifat konsensus dan hierarkis, yang seringkali menjadikannya lambat. Keputusan harus melewati beberapa lapisan otoritas, namun pada saat yang sama, ada upaya untuk melibatkan diskusi dan mencapai kesepakatan bersama.

Pengaruh senioritas dan konsep “bapakism” sangat kuat dalam proses keputusan. Loyalitas dan kepatuhan kepada atasan adalah nilai yang dijunjung tinggi, dan kehadiran orang yang dianggap senior seringkali diperlukan untuk mencapai konsensus. Meskipun gaya “bapakism” dapat mengarah pada pendekatan yang lebih otoriter, pencarian konsensus tetap menjadi tujuan, meskipun ini dapat memperlambat proses.

Keinginan kuat untuk menghindari konflik atau ketidaksepakatan di antara pihak yang terlibat juga dapat memperlambat proses keputusan, karena hal itu dapat menyebabkan disharmoni dalam hubungan. Prioritas pada harmoni ini seringkali lebih diutamakan daripada kecepatan dalam pengambilan keputusan.

Nilai-nilai Jawa yang kuat seperti kerukunan dan penghindaran konflik  adalah pendorong utama di balik pendekatan ini. Dalam konteks pengambilan keputusan, nilai-nilai ini mendorong prioritas tinggi pada pencapaian konsensus , bahkan jika itu berarti proses yang lebih panjang. Mencapai konsensus, terutama dalam struktur hierarkis yang melibatkan banyak lapisan otoritas , secara inheren membutuhkan waktu yang lebih lama. Implikasinya, dalam lingkungan bisnis yang serba cepat, kecepatan pengambilan keputusan dapat terhambat secara signifikan, yang berpotensi menjadi kerugian kompetitif jika tidak dikelola dengan baik.

 

Tabel 2: Pola Komunikasi Bisnis Berdasarkan Budaya

Budaya Gaya Komunikasi Umum Karakteristik Verbal Karakteristik Non-Verbal Pendekatan Resolusi Konflik
Jawa Konteks Tinggi, Tidak Langsung Eufemisme, Konotatif, Puitis, Ambigu. Bahasa halus unggah-ungguh). Mengandalkan isyarat non-verbal, bahasa tubuh halus, keheningan. Penghindaran konflik langsung, menjaga harmoni.
Batak Cenderung Langsung , namun juga Konteks Tinggi Lugas, tegas, jujur, spontan. Dialek khas. Kontak mata langsung (meskipun ada pergeseran generasi). Musyawarah untuk mufakat.
Minang Konteks Tinggi ,Cenderung Langsung dalam Kritik Keterbukaan. Konsep kato nan ampek. Langsung dalam evaluasi negatif, kontradiksi, ketidaksetujuan. Isyarat tangan (marosok), ekspresi wajah, keheningan dalam negosiasi. Musyawarah untuk konsensus.
Bugis Konteks Tinggi Mengutamakan kejujuran (ada tongeng, lempu’). Menghindari kebohongan ( pabbelleang). Isyarat non-verbal signifikan. Penghindaran kontak mata sebagai tanda hormat. Musyawarah (tudang sipulung). Menjaga harmoni.

 

3.2. Budaya Batak

Budaya Batak, khususnya Batak Toba, dicirikan oleh sistem nilai yang kuat dan terstruktur, yang secara signifikan memengaruhi pola komunikasi dan pengambilan keputusan.

Nilai-nilai Inti

Falsafah hidup dan prinsip relasi sosial yang fundamental bagi masyarakat Batak adalah Dalihan na Tolu, yang secara harfiah berarti “tungku berkaki tiga”. Konsep ini menekankan keseimbangan mutlak dan berfungsi sebagai pedoman dalam segala aspek kehidupan, termasuk pergaulan dan adat istiadat. Dalihan na Tolu terdiri dari tiga elemen utama:

Dongan tubu (kelompok semarga, yang harus diperlakukan dengan manat atau hati-hati untuk menghindari perselisihan), Hula-hula (kelompok pemberi istri, yang harus somba atau dihormati sepenuhnya), dan Boru (kelompok penerima istri, yang harus elek atau dibujuk/dilemahlembuti). Ketiga elemen ini harus saling mendukung untuk memupuk persatuan dan menanggulangi persoalan bersama.

Selain Dalihan na Tolu, visi hidup utama masyarakat Batak Toba adalah Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon.

Hagabeon merujuk pada memiliki banyak keturunan, terutama anak laki-laki, yang dicapai setelah menikah. Hamoraon melambangkan kekayaan dan kesuksesan, yang umumnya diperoleh melalui pendidikan dan kerja keras. Sementara itu, Hasangapon merepresentasikan kehormatan dan prestise, yang dicapai setelah Hagabeon dan Hamoraon terpenuhi.

Prinsip hidup etnis Batak juga menekankan kewajiban di atas hak, pentingnya pendidikan, berpikir sebelum berbicara, keterbukaan terhadap orang lain, berbicara jujur dan ikhlas, musyawarah untuk mufakat sebagai cara terbaik, kekuatan dalam kebersamaan, saling menolong dalam kekerabatan, inisiatif, dan keberanian mengatakan yang benar.

Namun, budaya Batak secara tradisional juga dicirikan oleh patriarki, yang mengagungkan maskulinitas dan menomorduakan perempuan. Laki-laki secara tradisional mendominasi pengambilan keputusan dan kepemimpinan dalam keluarga dan masyarakat, dengan peran gender yang kaku. Sistem patrilineal diperkuat dengan anak-anak yang mendapatkan nama keluarga ayah mereka.

Pola Komunikasi Bisnis

Gaya komunikasi Batak Toba dikenal sebagai langsung (direct) dan lugas. Ada kecenderungan untuk bersikap

spontan dalam merespon masalah dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Meskipun ada stereotip “keras” atau “kasar” karena nada suara yang tegas, penelitian menunjukkan bahwa penutur Batak memprioritaskan rasa hormat dan harmoni dalam komunikasi.

Meskipun ada stereotip “keras” atau “kasar” terkait gaya komunikasi Batak , penelitian menunjukkan bahwa penutur Batak memprioritaskan rasa hormat dan harmoni dalam komunikasi. Prinsip hidup etnis Batak juga menekankan “berani mengatakan yang benar” dan “berbicara jujur dan ikhlas berbuat”. Hal ini mengindikasikan bahwa gaya komunikasi yang “langsung” pada Batak  bukanlah manifestasi dari ketidaksopanan, melainkan ekspresi dari nilai kejujuran dan keterusterangan yang sangat dihargai dalam budaya mereka. Pemahaman ini penting untuk menghindari misinterpretasi dan membangun kepercayaan dalam interaksi bisnis.

Dampak patriarki pada komunikasi sangat terlihat dalam keluarga Batak. Ayah dan saudara laki-laki tertua umumnya mendominasi dan berwibawa, membuat keputusan penting seperti pendidikan dan keuangan anak-anak. Komunikasi seringkali satu arah, dengan harapan anak-anak dan pasangan menerima keputusan tanpa perdebatan. Akibatnya, suara perempuan dalam pengambilan keputusan cenderung kurang dihargai.

Namun, terdapat pergeseran signifikan di kalangan generasi muda Batak di perkotaan. Mereka lebih menerima kesetaraan gender dan berkomunikasi lebih setara. Generasi muda ini lebih banyak mendengarkan dan memberdayakan perempuan untuk berbicara, menunjukkan pergeseran menuju inklusivitas dan komunikasi yang lebih terbuka. Transformasi ini sebagian besar didorong oleh pendidikan dan modernitas.

Pengambilan Keputusan Bisnis

Dalam pengambilan keputusan bisnis, Dalihan na Tolu berfungsi sebagai kerangka kerja yang kuat. Lembaga adat ini berperan sebagai dewan musyawarah yang menentukan segala hal dalam kelompok, termasuk penyelesaian konflik melalui musyawarah. Konsep kepemimpinan Dalihan na Tolu (Somba Marula-ula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu) menekankan hormat, kelembutan, dan kehati-hatian, mendorong pemimpin untuk mendengarkan bawahan dan bermusyawarah. Pemimpin yang baik akan mengajak karyawan bermusyawarah dan meminta masukan, bahkan dari posisi yang sangat rendah, untuk mencapai keputusan dan target perusahaan secara bersama.

Meskipun falsafah Dalihan na Tolu menekankan musyawarah, keseimbangan, dan dukungan bersama antar elemen masyarakat , yang mengarah pada kepemimpinan yang inklusif dan mau mendengarkan bawahan , budaya patriarki Batak secara tradisional menempatkan laki-laki sebagai pembuat keputusan utama dan cenderung kurang menghargai suara perempuan. Hal ini menciptakan ketegangan antara nilai-nilai inklusif yang diusung oleh Dalihan na Tolu dan struktur sosial patriarkal yang dominan, terutama dalam konteks keluarga dan masyarakat adat. Meskipun ada pergeseran di kalangan generasi muda menuju kesetaraan gender , dinamika ini tetap relevan dalam memahami kompleksitas pengambilan keputusan bisnis di lingkungan Batak, di mana pengaruh formal dan informal dapat saling bertentangan.

Dampak patriarki juga terlihat jelas dalam pengambilan keputusan. Ayah atau kepala keluarga membuat sebagian besar keputusan penting bagi keluarga, seperti pendidikan dan keuangan anak-anak. Suara perempuan dalam pengambilan keputusan cenderung kurang dihargai dalam rumah tangga tradisional. Namun, seperti dalam komunikasi,

generasi muda Batak di Medan menunjukkan perubahan, lebih terbuka dan mendiskusikan keputusan dengan pasangan dan keluarga, serta mendukung kesetaraan gender. Transformasi ini didorong oleh pendidikan dan modernitas.

 

3.3. Budaya Minang

Budaya Minangkabau dikenal dengan karakteristik uniknya, terutama sistem matrilineal dan falsafah hidup yang kuat, yang secara signifikan membentuk pola komunikasi dan pengambilan keputusan dalam konteks bisnis.

Nilai-nilai Inti

Budaya Minangkabau dikenal dengan sistem matrilineal, di mana garis keturunan dan pewarisan harta pusaka melalui ibu. Sistem ini memengaruhi pola perilaku dalam mengelola sumber daya dan mengambil keputusan dalam masyarakat, bahkan mampu meningkatkan jumlah wirausaha dari kalangan perempuan.

Prinsip fundamental “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (adat berlandaskan syariat Islam, syariat berlandaskan Al-Qur’an) menjadi dasar bagi tatanan sosial dan norma yang mengatur kehidupan sehari-hari, termasuk manajemen dan kepemimpinan.

Nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, keterbukaan, keadilan, dan kebijaksanaan sangat ditekankan dalam manajemen dan kepemimpinan Minangkabau. Prinsip-prinsip ini mendorong kolaborasi, pencapaian konsensus, dan pertimbangan kepentingan semua pihak secara adil. Empat faktor budi pekerti luhur, yaitu “raso, pareso, malu, dan sopan” (rasa, perasaan, malu, dan sopan), menjadi pedoman perilaku dalam interaksi sosial.

Tradisi merantau sudah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari suku Minang, di mana individu pergi ke daerah lain untuk mencari penghidupan yang lebih baik, pendidikan, dan pengalaman. Fenomena ini sangat mendorong jiwa kewirausahaan, terutama bagi laki-laki yang tidak memiliki hak atas tanah waris.

Pedagang Minangkabau juga dicirikan oleh budaya jarak kekuasaan yang rendah (low power distance). Hubungan antara pimpinan dan karyawan seringkali digambarkan sebagai “induk semang – anak semang”, yang berarti saling membantu tanpa pembagian tugas yang kaku, bukan hubungan buruh-majikan. Falsafah “duduak samo randah, tagak samo tinggi” mengisyaratkan kesetaraan semua orang dalam musyawarah.

Pola Komunikasi Bisnis

Keterbukaan dan komunikasi efektif sangat dihargai dalam konteks manajemen Minangkabau, mendorong pemimpin untuk memiliki komunikasi yang efektif dengan tim dan membuka saluran komunikasi yang baik.

Meskipun budaya Minang sangat menghargai musyawarah untuk mencapai konsensus dan menjaga harmoni sosial , dalam konteks kritik, penutur Minang cenderung menggunakan

strategi langsung seperti evaluasi negatif, ekspresi kontradiksi, dan ketidaksetujuan. Hal ini tampaknya kontradiktif dengan penekanan pada harmoni. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa nilai-nilai seperti “raso, pareso” (sense, feeling, examination) dan kejujuran  mungkin dianggap lebih penting dalam menyampaikan kritik yang konstruktif, bahkan jika itu berarti lebih langsung. Implikasinya, dalam komunikasi bisnis, manajer perlu memahami bahwa “keterusterangan” dalam kritik dari individu Minang mungkin bukan tanda agresi, melainkan ekspresi dari nilai kejujuran yang dianggap perlu untuk perbaikan, yang tetap dalam kerangka etika budaya mereka.

Konsep kesopanan Minang juga tercermin dalam “Kato nan Ampek”, yang mengacu pada empat gaya komunikasi yang dipraktikkan oleh orang Minang: kato mandaki, kato manurun, kato mandata, dan kato malereng.

Dalam tradisi perdagangan, terdapat pola komunikasi non-verbal yang khas, yaitu Marosok, di mana tawar-menawar harga dilakukan secara rahasia menggunakan isyarat tangan (jari-jari), ekspresi wajah, dan keheningan, dengan setiap isyarat memiliki makna spesifik. Selain itu, dalam interaksi di pasar, pedagang Minang dan Jawa cenderung menggunakan campuran bahasa Indonesia, Jawa, dan Minang, yang memfasilitasi hubungan interpersonal yang baik.

Pengambilan Keputusan Bisnis

Musyawarah mufakat adalah inti dari proses pengambilan keputusan dalam budaya Minang. Proses ini melibatkan semua pihak terkait untuk mencapai keputusan berkualitas yang mendapatkan dukungan penuh. Tidak ada suara terbanyak; keputusan diambil berdasarkan mufakat dan kebenaran yang sesuai dengan falsafah “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Kepemimpinan bersifat kolaboratif dan inklusif, dengan pemimpin berperan sebagai fasilitator yang “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting,” menunjukkan kesetaraan hak dalam musyawarah.

Sistem matrilineal memengaruhi pola perilaku dalam mengelola sumber daya dan mengambil keputusan. Perempuan, yang disebut “bundo kanduang”, memiliki posisi mulia dan dimintai pendapatnya dalam musyawarah awal di tingkat keluarga (separuik). Meskipun budaya Minang dikenal dengan sistem matrilineal yang memberikan posisi sentral bagi perempuan dalam masyarakat dan pengelolaan sumber daya , dan “bundo kanduang” dimintai pendapatnya dalam musyawarah , kepemimpinan formal dan proses musyawarah di tingkat yang lebih tinggi (sekaum, sekampung, sanagari) seringkali dipimpin oleh laki-laki seperti mamak dan penghulu. Hal ini menunjukkan adanya pembagian peran yang kompleks: perempuan memiliki pengaruh substansial di ranah informal dan konsultatif, sementara implementasi keputusan formal dan kepemimpinan struktural cenderung dipegang oleh laki-laki. Dalam bisnis, ini berarti penting untuk mengidentifikasi baik pembuat keputusan formal maupun influencer informal.

Proses pengambilan keputusan dilakukan secara bertahap, mulai dari musyawarah kelompok kecil (separuik), kemudian sekaum, sekampung, hingga tingkat nagari, disesuaikan dengan skala persoalan yang akan dibahas. Proses ini dipimpin oleh anggota kerabat laki-laki seperti mamak dan penghulu.

 

3.4. Budaya Bugis

Budaya Bugis, yang berakar kuat di Sulawesi Selatan, memiliki sistem nilai yang unik dan memengaruhi secara signifikan pola komunikasi dan pengambilan keputusan, terutama dalam konteks bisnis.

Nilai-nilai Inti

Nilai-nilai budaya Bugis berpusat pada konsep Sipakatau (saling memanusiakan/menghargai). Nilai ini menekankan interaksi egaliter dan rasa hormat timbal balik antar individu, memastikan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pandangan. Ini juga berarti memperlakukan orang lain sesuai martabatnya.

Lima nilai internal yang mendukung Sipakatau adalah:

  1. Ada-tongeng (berkata jujur): Keselarasan antara perkataan dan tindakan.
  2. Lempu’ (menjaga kejujuran): Tindakan selalu sesuai dengan perkataan.
  3. Getteng (keteguhan pada prinsip dan keyakinan): Ketegasan dan kesetiaan pada kebenaran.
  4. Sipakalebbi’ (saling menghargai): Menghormati martabat manusia.
  5. Mappesona ri Pawinruk seuwa-E (berserah diri kepada Sang Pencipta): Dimensi religius yang menumbuhkan kesadaran akuntabilitas individu kepada Tuhan dalam setiap aktivitas.

Nilai Siri’ (harga diri/rasa malu) adalah nilai fundamental yang mendasari seluruh sistem adat (Panngadereng) Bugis-Makassar. Siri’ mendorong individu untuk menghindari perbuatan tercela dan menjaga kehormatan diri serta keluarga, bahkan dengan pengorbanan. Konsep Pacce (rasa kegelisahan sosial dan kesetiakawanan) juga penting, menunjukkan kasih sayang dan rasa tanggung jawab untuk membantu orang lain.

Pola Komunikasi Bisnis

Masyarakat Bugis, termasuk Bugis-Makassar, Tolaki, dan Moronene, digambarkan memiliki budaya konteks tinggi (high-context). Dalam budaya ini, komunikasi sangat bergantung pada situasi, hubungan interpersonal, dan isyarat non-verbal, daripada kata-kata yang diucapkan secara eksplisit. Isyarat non-verbal mungkin lebih signifikan daripada isyarat verbal dalam menyampaikan makna atau mendeteksi ketidakjujuran.

Dalam banyak budaya kolektivis, termasuk Bugis-Makassar, menghindari kontak mata saat berbicara dengan seseorang yang lebih tua atau berstatus lebih tinggi adalah tanda penghormatan. Namun, penghindaran kontak mata yang berlebihan dapat dianggap mencurigakan dalam konteks kebohongan, meskipun ini harus dilihat dalam konteks norma sosial lokal.

Masyarakat Bugis memiliki prinsip komunikasi yang kuat dalam menjaga kejujuran (lempu’) dan berkata benar (ada tongeng). Mereka sangat pantang jika dicap sebagai pembohong (pabbelleang). Ini menunjukkan bahwa meskipun komunikasi bersifat konteks tinggi, nilai kejujuran verbal tetap sangat ditekankan.

Pentingnya isyarat non-verbal dan konteks budaya dalam komunikasi Bugis tidak dapat diabaikan. Meskipun nilai-nilai inti Bugis seperti sipakatau dan lempu’ menekankan kejujuran dan keterbukaan , komunikasi seringkali bersifat konteks tinggi, di mana makna implisit dan isyarat non-verbal memegang peran penting. Ini berarti bahwa pesan yang disampaikan mungkin tidak selalu eksplisit secara verbal, melainkan memerlukan pemahaman konteks, hubungan, dan isyarat tubuh untuk interpretasi yang akurat. Bagi pihak luar yang tidak terbiasa, hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman atau persepsi bahwa komunikasi kurang lugas, padahal sebenarnya informasi disampaikan melalui saluran yang berbeda.

Hambatan komunikasi juga dapat muncul akibat perbedaan bahasa dan dialek, seperti yang terjadi antara masyarakat Mandar dan Bugis, di mana kata-kata yang serupa dapat memiliki arti yang sangat berbeda dan menyebabkan miskomunikasi. Prasangka mistis dan

culture shock juga dapat menjadi penghambat komunikasi antarbudaya.

Pengambilan Keputusan Bisnis

Pengambilan keputusan dalam masyarakat Bugis sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kolektivisme dan peran tokoh lokal. Masyarakat Indonesia, termasuk Bugis, menunjukkan semangat kolektivisme yang tinggi, sehingga pengambilan keputusan didasarkan pada kepentingan bersama.

Model pengambilan keputusan seringkali melibatkan musyawarah, seperti praktik Tudang Sipulung.

Tudang Sipulung berarti “duduk bersama” dan berfungsi sebagai forum di mana masyarakat dapat mengungkapkan minat mereka dan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi, bertindak sebagai perantara antara kepentingan masyarakat dan pemerintah. Keputusan yang diambil melalui proses ini bertujuan untuk mencapai konsensus dan menegakkan keadilan.

Nilai Siri’ na Pacce juga memiliki implikasi signifikan pada pengambilan keputusan, terutama dalam pengelolaan keuangan dan pencegahan penipuan.

Siri’ (rasa malu) dan pacce (solidaritas/belas kasih) bertindak sebagai rem moral yang mencegah tindakan tidak etis. Ketika nilai ini melekat pada diri seseorang, kecurangan akan dihindari karena rasa malu. Hal ini mendorong pengambilan keputusan yang mengutamakan kepentingan kolektif masyarakat di atas keuntungan pribadi.

Meskipun pengambilan keputusan kelompok didasarkan pada empat fungsi (analisis masalah, penentuan tujuan, identifikasi alternatif, evaluasi karakteristik positif-negatif) , peran tokoh lokal sangat penting dalam menjaga kolektivitas masyarakat dan memengaruhi keputusan. Dalam komunitas Bugis di Bontang, Kalimantan Timur, misalnya, pengaruh tokoh agama sangat kuat dalam membimbing kelompok untuk merumuskan tujuan.

Interaksi antara nilai-nilai tradisional seperti Sipakatau dan Siri’ na Pacce dengan kebutuhan pengambilan keputusan modern menciptakan dinamika yang kompleks. Meskipun nilai-nilai ini mendorong kolektivisme, kejujuran, dan keadilan dalam pengambilan keputusan , implementasi praktisnya dapat dipengaruhi oleh peran tokoh lokal dan struktur kekuasaan informal. Hal ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan tidak hanya mengikuti prosedur formal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial dan otoritas yang diakui secara budaya.

 

Tabel 3: Pendekatan Pengambilan Keputusan Bisnis Berdasarkan Budaya

Budaya Pendekatan Umum Struktur Hierarki/Konsensus Peran Gender/Tokoh Adat Kecepatan Keputusan Contoh/Implikasi
Jawa Konsensus Hierarkis Hierarkis dengan banyak lapisan otoritas. Konsensus dicari, seringkali memerlukan kehadiran senior. Pengaruh senioritas dan “bapakism” kuat. Cenderung Lambat Prioritas harmoni dapat memperlambat proses.
Batak Musyawarah Berbasis Dalihan na Tolu Dalihan na Tolu sebagai dewan musyawarah. Patriarkal dalam keluarga tradisional. Ayah/laki-laki dewasa dominan. Suara perempuan kurang dihargai secara tradisional. Dapat memakan waktu karena musyawarah. Ketegangan antara nilai inklusif dan struktur patriarkal.
Minang Musyawarah Mufakat Kolaboratif dan inklusif, “duduak samo randah, tagak samo tinggi”. Jarak kekuasaan rendah. Matriarkal (perempuan memiliki posisi mulia, “bundo kanduang” dimintai pendapat awal). Pemimpin formal (mamak, penghulu) laki-laki. Proses bertahap (separuik hingga nagari). Pembagian peran gender antara pengaruh informal dan kepemimpinan formal.
Bugis Kolektivisme dan Musyawarah (Tudang Sipulung) Keputusan berdasarkan kepentingan bersama. Peran tokoh lokal penting. Nilai Siri’ na Pacce memengaruhi keputusan etis. Tidak spesifik, namun musyawarah dapat memakan waktu. Interaksi nilai tradisional dan kebutuhan modern.

 

4. Diskusi dan Implikasi Manajerial

Perbandingan pola komunikasi dan pengambilan keputusan antar budaya Jawa, Batak, Minang, dan Bugis mengungkapkan spektrum yang kaya akan dinamika yang harus dipahami oleh para profesional bisnis.

Budaya Jawa, dengan penekanan kuat pada kerukunan dan hormat, cenderung mengadopsi gaya komunikasi konteks tinggi dan tidak langsung. Pesan seringkali disampaikan secara halus, menggunakan eufemisme, dan sangat bergantung pada konteks serta isyarat non-verbal untuk menjaga harmoni sosial. Dalam pengambilan keputusan, prosesnya cenderung lambat, hierarkis, dan berorientasi pada konsensus, dengan pengaruh kuat dari senioritas dan “bapakism” untuk menghindari konflik langsung. Implikasinya, bagi pihak luar, komunikasi ini dapat terasa ambigu atau kurang lugas, dan proses keputusan dapat memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan.

Sebaliknya, budaya Batak, meskipun juga memiliki elemen konteks tinggi yang menghargai hubungan, cenderung lebih langsung dan lugas dalam komunikasi. Keterusterangan ini seringkali berakar pada nilai kejujuran dan keberanian untuk mengatakan yang benar. Pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh falsafah Dalihan na Tolu yang menekankan musyawarah dan keseimbangan antar elemen masyarakat. Namun, struktur patriarkal tradisional masih memengaruhi dominasi laki-laki dalam keputusan, meskipun ada pergeseran menuju kesetaraan gender di kalangan generasi muda. Tantangannya adalah menyeimbangkan keterusterangan dengan kepekaan terhadap hierarki dan peran gender yang masih ada.

Budaya Minang menampilkan kombinasi yang menarik antara sistem matrilineal dan nilai-nilai Islam. Meskipun musyawarah mufakat adalah inti dari pengambilan keputusan yang inklusif dan kolaboratif, dengan pemimpin yang berfungsi sebagai fasilitator , terdapat kecenderungan untuk bersikap langsung dalam menyampaikan kritik. Ini menunjukkan bahwa keterusterangan dianggap perlu untuk perbaikan, bahkan dalam budaya yang sangat menghargai harmoni. Peran “bundo kanduang” memberikan pengaruh informal yang signifikan pada tahap awal keputusan keluarga, sementara kepemimpinan formal dipegang oleh laki-laki. Bagi bisnis, ini berarti pentingnya memahami baik saluran keputusan formal maupun informal, serta dinamika gender dalam pengaruh.

Terakhir, budaya Bugis sangat menekankan nilai “saling memanusiakan” (Sipakatau) dan kehormatan (Siri’). Komunikasi bersifat konteks tinggi, di mana isyarat non-verbal dan konteks sangat penting. Kejujuran (lempu’) adalah nilai utama, dan kebohongan sangat dihindari. Pengambilan keputusan seringkali melalui musyawarah seperti

Tudang Sipulung, dengan pengaruh kuat dari tokoh lokal dan nilai kolektivisme. Nilai Siri’ na Pacce juga bertindak sebagai rem moral dalam pengelolaan keuangan, mendorong keputusan yang etis dan transparan.

Tantangan dan Peluang dalam Lingkungan Bisnis Multikultural Indonesia

Keragaman budaya di Indonesia menghadirkan tantangan kompleks, termasuk potensi miskomunikasi akibat perbedaan gaya komunikasi (langsung vs. tidak langsung, konteks tinggi vs. rendah), perbedaan interpretasi pesan non-verbal, dan hambatan semantik akibat perbedaan bahasa atau dialek. Selain itu, perbedaan dalam struktur kekuasaan (hierarkis vs. egaliter, patriarkal vs. matrilineal) dan pendekatan terhadap konflik dapat memengaruhi efisiensi proses bisnis dan dinamika tim.

Namun, keragaman ini juga menciptakan peluang besar. Tim multikultural dapat membawa perspektif yang beragam, pemahaman yang lebih dalam tentang budaya, dan kemampuan untuk beradaptasi, yang pada akhirnya meningkatkan efektivitas komunikasi dan mendorong inovasi serta kreativitas. Kemampuan untuk menavigasi dan memanfaatkan perbedaan budaya ini dapat menjadi keunggulan kompetitif yang signifikan di pasar Indonesia.

Rekomendasi Strategi Komunikasi dan Pengambilan Keputusan yang Adaptif

Untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dan pengambilan keputusan di lingkungan bisnis multikultural Indonesia, beberapa strategi adaptif dapat direkomendasikan:

  1. Pendidikan dan Pelatihan Lintas Budaya: Organisasi harus berinvestasi dalam program pendidikan dan pelatihan yang mendalam tentang budaya, norma, dan nilai-nilai etnis Jawa, Batak, Minang, dan Bugis. Pelatihan ini harus mencakup pemahaman tentang gaya komunikasi (misalnya, mengenali isyarat non-verbal dan pesan implisit di budaya konteks tinggi), etika bisnis lokal, dan dinamika pengambilan keputusan.
  2. Membangun Hubungan Personal yang Kuat: Mengingat banyak budaya di Indonesia yang bersifat kolektivis dan konteks tinggi, membangun hubungan personal yang kuat dan saling percaya adalah fundamental sebelum masuk ke ranah bisnis yang formal. Ini dapat dilakukan melalui pertemuan tatap muka, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan menunjukkan rasa hormat terhadap nilai-nilai budaya mitra bisnis.
  3. Fleksibilitas dalam Gaya Komunikasi: Para manajer harus mampu menyesuaikan gaya komunikasi mereka. Dalam interaksi dengan budaya konteks tinggi seperti Jawa atau Bugis, diperlukan kesabaran, kemampuan membaca isyarat non-verbal, dan pemahaman terhadap pesan implisit. Untuk budaya yang lebih langsung seperti Batak, keterusterangan yang sopan dan jujur akan lebih dihargai. Dalam konteks Minang, perlu memahami bahwa kritik langsung mungkin merupakan bagian dari upaya perbaikan, bukan agresi.
  4. Pendekatan Hibrida dalam Pengambilan Keputusan: Mengadopsi pendekatan campuran dalam pengambilan keputusan dapat menjadi solusi terbaik. Keputusan strategis yang berdampak besar dapat melalui proses yang lebih hierarkis dan konsensual (seperti di Jawa atau Minang), sementara keputusan operasional sehari-hari dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih cepat dan egaliter. Melibatkan tokoh lokal atau senior dalam proses konsultasi, terutama di budaya yang menghargai hierarki dan konsensus, dapat mempercepat penerimaan keputusan.
  5. Mendorong Keterbukaan dan Klarifikasi: Meskipun beberapa budaya cenderung tidak langsung, penting untuk menciptakan lingkungan di mana klarifikasi dapat dicari tanpa menyebabkan “kehilangan muka”. Menggunakan pertanyaan terbuka dan mengulang kembali pemahaman untuk memastikan keselarasan dapat sangat membantu.
  6. Pembentukan Tim Multikultural: Membangun tim yang terdiri dari anggota dengan latar belakang budaya yang beragam dapat membawa perspektif yang beragam dan pemahaman yang lebih dalam tentang nuansa budaya. Ini memungkinkan adaptasi yang lebih baik terhadap gaya komunikasi yang berbeda dan memfasilitasi pengambilan keputusan yang lebih komprehensif.

 

5. Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa budaya (Jawa, Batak, Minang, dan Bugis) memiliki pengaruh yang mendalam dan multidimensional terhadap pola komunikasi bisnis dan proses pengambilan keputusan di Indonesia. Setiap budaya membawa seperangkat nilai, norma, dan praktik yang unik, yang membentuk preferensi komunikasi (misalnya, konteks tinggi/rendah, langsung/tidak langsung) dan pendekatan keputusan (misalnya, hierarki, konsensus, peran gender/tokoh adat, kecepatan).

Budaya Jawa menekankan harmoni dan hormat, yang tercermin dalam komunikasi tidak langsung dan proses keputusan hierarkis-konsensual yang cenderung lambat. Budaya Batak, meskipun patriarkal secara tradisional, menonjolkan komunikasi langsung dan kejujuran, dengan pengambilan keputusan yang berakar pada musyawarah Dalihan na Tolu. Budaya Minang, dengan sistem matrilineal dan nilai-nilai Islam, menunjukkan musyawarah mufakat yang inklusif, namun juga keterusterangan dalam kritik, dengan peran gender yang kompleks dalam struktur keputusan. Sementara itu, budaya Bugis menjunjung tinggi nilai saling memanusiakan (Sipakatau) dan kehormatan (Siri’), dengan komunikasi konteks tinggi dan pengambilan keputusan berbasis kolektivisme melalui Tudang Sipulung.

Memahami nuansa ini adalah kunci untuk menavigasi kompleksitas lingkungan bisnis Indonesia. Tantangan yang muncul dari perbedaan budaya dapat diatasi dengan strategi adaptif, termasuk pendidikan lintas budaya, pembangunan hubungan personal yang kuat, fleksibilitas dalam gaya komunikasi, pendekatan hibrida dalam pengambilan keputusan, dan pembentukan tim multikultural. Dengan demikian, organisasi dapat mengubah keragaman budaya menjadi keunggulan strategis, mendorong komunikasi yang lebih efektif, keputusan yang lebih tepat, dan keberlanjutan bisnis di pasar yang dinamis.

 

Daftar Pustaka

  1. Komunikasi Bisnis: Pengertian, Tujuan, Jenis-Jenisnya – LSPR, accessed June 21, 2025, https://www.lspr.ac.id/pengertian-komunikasi-bisnis/
  2. 7 Langkah Penting dalam Proses Pengambilan Keputusan [2025 …, accessed June 21, 2025, https://asana.com/id/resources/decision-making-process
  3. Peran Penting Komunikasi Bisnis Antarbudaya Dalam Era Globalisasi, accessed June 21, 2025, https://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/download/6383/3967/
  4. PENGARUH NILAI BUDAYA DALAM PROSES PENGAMBILAN …, accessed June 21, 2025, https://jurnal.uns.ac.id/jas/article/view/65738
  5. Pola Komunikasi Bisnis | PDF | Karier & Perkembangan … – Scribd, accessed June 21, 2025, https://id.scribd.com/document/431848692/Pola-Komunikasi-Bisnis
  6. High-context and low-context cultures – Wikipedia, accessed June 21, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/High-context_and_low-context_cultures
  7. High-context vs. low-context communication | Cross-Cultural Management Class Notes | Fiveable, accessed June 21, 2025, https://library.fiveable.me/cross-cultural-management/unit-3/high-context-vs-low-context-communication/study-guide/DnRIBHHKmLQRBZoA
  8. Cultural Context in Global Business: High vs. Low Context Cultures …, accessed June 21, 2025, https://oboloo.com/cultural-context-in-global-business-high-vs-low-context-cultures/
  9. What are the differences between high context and low context cultures?, accessed June 21, 2025, https://www.countrynavigator.com/blog/what-are-the-differences-between-high-context-and-low-context-cultures
  10. 9 Langkah Proses Pengambilan Keputusan yang Tepat – Talenta, accessed June 21, 2025, https://www.talenta.co/blog/proses-cara-pengambilan-keputusan-dalam-perusahaan/
  11. Sap 8 Aspek Keperilakuan Pada Pengambilan Keputusan Dan para Pengambil Keputusan, accessed June 21, 2025, https://id.scribd.com/document/363614680/Sap-8-Aspek-Keperilakuan-Pada-Pengambilan-Keputusan-Dan-Para-Pengambil-Keputusan-1
  12. AKTUALISASI NILAI-NILAI ETIKA JAWA PADA MASYARAKAT …, accessed June 21, 2025, https://repository.radenintan.ac.id/15494/1/cover%20BAB%201-5.pdf
  13. 32 Bab 2 BUDAYA POLITIK BUGIS MAKASSAR 2.1 … – adoc.pub, accessed June 21, 2025, https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/old20/136820-T%2023398%20Ruang%20publik-Literatur.pdf
  14. PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA P – Neliti, accessed June 21, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/98649-ID-pengaruh-budaya-organisasi-komunikasi-or.pdf
  15. Skripsi KOMUNIKASI ANTARA BUDAYA MASYARAKAT MANDAR DAN MASYARAKAT BUGIS DI DESA LERO KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG, accessed June 21, 2025, https://repository.iainpare.ac.id/id/eprint/2071/1/15.3100.059.pdf
  16. THE CORRELATION BETWEEN JAVANESE CULTURE AND EMPLOYEE ENGAGEMENT: A SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW, accessed June 21, 2025, https://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/Ekonomi/article/download/3564/2826/9905
  17. Styles of Communication: Direct and Indirect – Peace Corps, accessed June 21, 2025, https://files.peacecorps.gov/wws/interactive/culturematters/Ch3/stylescommunication.html
  18. High Context vs. Low Context Communication in the Japan workplace, accessed June 21, 2025, https://www.inventurejapan.com/culture/high-vs-low-context-communication
  19. Communication Style in Japan and the West | Social Bridge Inc.,, accessed June 21, 2025, https://social-bridge.net/english-column/communication-style-in-japan-and-the-west/
  20. Communication Style in Japan – Simplifying Japan Entry – Nihonium, accessed June 21, 2025, https://nihonium.io/communication-style-in-japan/
  21. Communicating in High Context vs. Low Context Cultures, accessed June 21, 2025, https://www.unitedlanguagegroup.com/learn/communicating-high-context-vs-low-context-cultures
  22. Cultural Differences in Business Communication – John Hooker, accessed June 21, 2025, https://johnhooker.tepper.cmu.edu/businessCommunication.pdf
  23. Chapter 10 – Business – Intercultural Communication for the Community College (Second Edition) – Open Oregon Educational Resources, accessed June 21, 2025, https://openoregon.pressbooks.pub/comm115/chapter/chapter-10/
  24. A Culturally Intelligent Way of Handling the Elephant in the Room, accessed June 21, 2025, https://culturalq.com/blog/a-culturally-intelligent-way-of-handling-the-elephant-in-the-room/
  25. Informed Communication in High Context and Low Context Cultures – Open Access Publishing Association, accessed June 21, 2025, https://open-publishing.org/journals/index.php/jeicom/article/download/1008/862/2025
  26. What is High Context and Low Context culture? – FutureLearn, accessed June 21, 2025, https://www.futurelearn.com/info/courses/intercultural-communication/0/steps/11070
  27. Understanding the Differences in Low-Context and High-Context Communication Styles in Business Environments, accessed June 21, 2025, https://dev.to/wdp/understanding-the-differences-in-low-context-and-high-context-communication-styles-in-business-environments-20a3
  28. High- Vs. Low-Context Communication Survival Guide – GLOBIS Insights, accessed June 21, 2025, https://globisinsights.com/career-skills/communication/high-low-context-communication-survival/
  29. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Proses Pengambilan Keputusan pada Perusahaan Multinasional – Pubmedia Journal Series, accessed June 21, 2025, https://journal.pubmedia.id/index.php/par/article/download/3482/3348/7350
  30. Nilai Budaya dan Gaya Komunikasi Warga Minangkabau, Jawa, dan Bugis – Jurnal UPN Veteran Yogyakarta, accessed June 21, 2025, https://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/download/3775/2850
  31. Meaning and Message of Communication Behaviour of Javanese Ethnic Traders to Prospective Buyers – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/368618439_Meaning_and_Message_of_Communication_Behaviour_of_Javanese_Ethnic_Traders_to_Prospective_Buyers
  32. THE ROLE OF JAVANESE CULTURE ON COMMUNICATION PATTERNS IN THE CAMPUS ENVIRONMENT – JOURNAL ACADEMIC SOLUTION PUBLISHER, accessed June 21, 2025, https://journal.aspublisher.co.id/index.php/opini/article/download/313/75/495
  33. Contrastive analysis of politeness strategies in refusal speech acts: A study of Sundanese and Batak language – Ejournal UMM, accessed June 21, 2025, https://ejournal.umm.ac.id/index.php/englie/article/download/39040/15961/137686
  34. CHAPTER I INTRODUCTION 1.1 The Background of the Study Batak ethnic consists of five parts namely, accessed June 21, 2025, https://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/3830/8/9.%20809115011%20Bab%20I.pdf
  35. Local Knowledge as a Catalyst for Gender Equality in Medan’s Multicultural Society – SciTePress, accessed June 21, 2025, https://www.scitepress.org/Papers/2024/134118/134118.pdf
  36. The Local Wisdom 0f Dalihan Na Tolu Batak Angkola and the Perspective of al-Ghazali’s Moral Thoughts in the Formation of Moral Character – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/383243336_The_Local_Wisdom_0f_Dalihan_Na_Tolu_Batak_Angkola_and_the_Perspective_of_al-Ghazali’s_Moral_Thoughts_in_the_Formation_of_Moral_Character?_share=1
  37. (PDF) The politeness of criticism speech acts in Japanese and …, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/372600781_The_politeness_of_criticism_speech_acts_in_Japanese_and_Minangkabau_films
  38. The Influence of Lecturers’ Language Style toward Higher Students’ Psychological Condition in Indonesia – ERIC, accessed June 21, 2025, https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1311820.pdf
  39. The politeness of criticism speech acts in Japanese and Minangkabau films – Portal Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, accessed June 21, 2025, https://ejournal.upi.edu/index.php/IJAL/article/download/58272/23541
  40. (PDF) Model of Lie Cues Detection in Cross-Cultural …, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/390946391_Model_of_Lie_Cues_Detection_in_Cross-Cultural_Communication_Insights_from_Linguistic_and_Cultural_Intersections
  41. studi bicultural etnis jawa, tionghoa, dan batak pada pt karya tekhnik utama di kota, accessed June 21, 2025, https://www.jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/download/232/167
  42. (PDF) Migration Letters Philosophy of Dalihan Na Tolu as Social Capital in Creating Dynamic Religious Harmony – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/377635757_Migration_Letters_Philosophy_of_Dalihan_Na_Tolu_as_Social_Capital_in_Creating_Dynamic_Religious_Harmony
  43. PERAN KEPEMIMPINAN BATAK (Studi Eksplorasi pada Ganesha Operation Medan), accessed June 21, 2025, https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/download/14157/13690
  44. Makalah Kelompok 1 Budaya Alam Minangkabau | PDF | Karier & Perkembangan – Scribd, accessed June 21, 2025, https://id.scribd.com/document/737945640/MAKALAH-KELOMPOK-1-BUDAYA-ALAM-MINANGKABAU-1
  45. pengaruh nilai budaya bisnis pada masyarakat minangkabau …, accessed June 21, 2025, https://www.journal.lppmunindra.ac.id/index.php/JABE/article/download/1457/1136
  46. nilai budaya sipakatau masyarakat bugis dalam konseling analisis transaksional: literature review – E Journal STKIP Singkawang, accessed June 21, 2025, https://journal.stkipsingkawang.ac.id/index.php/JBKI/article/download/4922/pdf
  47. PENGARUH NILAI BUDAYA DALAM PROSES … – Dewi Fatmawati, accessed June 21, 2025, https://jurnal.uns.ac.id/jas/article/viewFile/65738/39401
  48. PERILAKU KOMUNIKASI ORANG BUGIS DARI PERSPEKTIF ISLAM – Neliti, accessed June 21, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/93223-ID-perilaku-komunikasi-orang-bugis-dari-per.pdf
  49. BUDAYA SIRI’ NA PACCE DALAM PENGELOLAAN DANA DESA …, accessed June 21, 2025, https://stiealwashliyahsibolga.ac.id/jurnal/index.php/jesya/article/download/1167/636
  50. Ave at: – Rumah Jurnal Fakultas Adab dan Humaniora UIN IB, accessed June 21, 2025, https://rjfahuinib.org/index.php/tabuah/article/download/616/403/1903
  51. Compromise of Islam and customary practices in the religious practices of the muslim community in Papua: a study of maqāṣid syarī’ah | Request PDF – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/387503319_Compromise_of_Islam_and_customary_practices_in_the_religious_practices_of_the_muslim_community_in_Papua_a_study_of_maqasid_syari’ah
  52. Business ethics of te’seng in the agricultural sector in Indonesia – Dialnet, accessed June 21, 2025, https://dialnet.unirioja.es/descarga/articulo/10134970.pdf
  53. (PDF) Business ethics of te’seng in the agricultural sector in Indonesia – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/389084626_Business_ethics_of_te’seng_in_the_agricultural_sector_in_Indonesia
  54. The Ideology of Buginese in Indonesia (Study of Culture and Local Wisdom) – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/282557740_The_Ideology_of_Buginese_in_Indonesia_Study_of_Culture_and_Local_Wisdom
  55. Inter-Cultural Communication: Sipakatau- Sipakalebbi Among Bugis-Kaili Couples in Palu – Journal UMY, accessed June 21, 2025, https://journal.umy.ac.id/index.php/jkm/article/download/17838/8377
  56. Bugis Customs and Culture Siri na Pesse – Semantic Scholar, accessed June 21, 2025, https://pdfs.semanticscholar.org/3337/8fd76f3df85ddbd275320d805c6fc0551353.pdf
  57. The Influences of Javanese Culture in Power of Making Decisions in Indonesian Universities: Case Studies in Mm Programmes – Neliti, accessed June 21, 2025, https://www.neliti.com/publications/75339/the-influences-of-javanese-culture-in-power-of-making-decisions-in-indonesian-un
  58. THE INFLUENCES OF JAVANESE CULTURE IN POWER OF MAKING DECISIONS IN INDONESIAN UNIVERSITIES: CASE STUDIES IN MM PROGRAMMES, accessed June 21, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=612541&val=7317&title=THE%20INFLUENCES%20OF%20JAVANESE%20CULTURE%20IN%20POWER%20OF%20MAKING%20DECISIONS%20IN%20INDONESIAN%20UNIVERSITIES%20CASE%20STUDIES%20IN%20MM%20PROGRAMMES
  59. 2024 Komunikasi Budaya Patriarki dalam Etnis Batak di Kota Medan: Stud – ResearchGate, accessed June 21, 2025, https://www.researchgate.net/publication/383370073_Komunikasi_Budaya_Patriarki_dalam_Etnis_Batak_di_Kota_Medan_Studi_Kasus_Keluarga_Bapak_Sulaiman/fulltext/66c9ee0b97265406eaa7b75e/Komunikasi-Budaya-Patriarki-dalam-Etnis-Batak-di-Kota-Medan-Studi-Kasus-Keluarga-Bapak-Sulaiman.pdf
  60. Faktor Determinan Jiwa Berwirausaha Pedagang Minang … – Neliti, accessed June 21, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/299663-determinant-factors-of-entrepreneurial-s-3572295d.pdf
  61. Understanding Japanese Decision-Making Processes: The ‘Ringi’ System, accessed June 21, 2025, https://onestepbeyond.co.jp/blogs/understanding-japanese-decision-making-processes-the-ringi-system/
  62. The decision making process in Japan – Japan Intercultural Consulting, accessed June 21, 2025, https://japanintercultural.com/free-resources/articles/the-decision-making-process-in-japan/
  63. 393 Peran Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Hak Ulayat Untuk Pengadaan Kepentingan Umum di Kabupaten – Jurnal UISU, accessed June 21, 2025, https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/alhikmah/article/download/5417/3943
  64. osf.io, accessed June 21, 2025, https://osf.io/dxte8/download
  65. NILAI-NILAI BUDAYA BATAK TOBA SEBAGAI SUMBER …, accessed June 21, 2025, https://journal.unesa.ac.id/index.php/metafora/article/download/10691/4505
  66. PERGESERAN NILAI-NILAI BUDAYA … – Repository UNJ, accessed June 21, 2025, http://repository.unj.ac.id/2692/1/Tesis%20siap%20Yudisium.pdf
  67. KOMUNIKASI ANTAR KARYAWAN ETNIS JAWA DAN TIONGHOA – Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, accessed June 21, 2025, https://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/19351/18834
  68. Apa Tujuan Kita Bermusyawarah: Memahami Esensi dan …, accessed June 21, 2025, https://www.liputan6.com/feeds/read/5903923/apa-tujuan-kita-bermusyawarah-memahami-esensi-dan-manfaatnya
  69. Negotiating International Business -Indonesia, accessed June 21, 2025, https://instruction2.mtsac.edu/rjagodka/busm_51_project/Negotiate_html/Indonesia.htm
  70. POLA KOMUNIKASI TRADISI MAROSOK ANTARA SESAMA …, accessed June 21, 2025, https://jurnal.unpad.ac.id/jkk/article/download/10464/7141
  71. Dalihan na Tolu as a Bond of Social Cohesion – International Society for Development and Sustainability, accessed June 21, 2025, https://isdsnet.com/ijds-v8n2-01.pdf
  72. 1 No. Reg. 191190000023874 LAPORAN PENELITIAN BUDAYA SEBAGAI PERTAHANAN BANGSA: STUDI KASUS MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA B, accessed June 21, 2025, https://repository.ar-raniry.ac.id/32227/1/LP_PTPN_2019-Kamaruzzaman.pdf
  73. POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI PARA … – Digilib Unila, accessed June 21, 2025, http://digilib.unila.ac.id/71718/2/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
  74. Analisis Penerapan Komunikasi Lintas Budaya dalam Perusahaan Multinasional (Suatu Telaah Pustaka) – Jurnal, accessed June 21, 2025, https://jurnal.usbypkp.ac.id/index.php/adbisindonesia/article/download/1572/511

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CAPTCHA ImageChange Image

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.