PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN LABUHANBATU: ANTARA HAMBATAN DAN HARAPAN

PENDAHULUAN

Pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) bukanlah kebijakan baru di Indonesia. Kebijakan ini telah dimulai sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005 dan berkembang setelah UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik ditetapkan.

Dengan PTSP, pemohon perizinan tidak perlu lagi mengurus berbagai surat dan dokumen di dinas berbeda dengan lokasi kantor yang berbeda pula. Harapannya PTSP membuat perizinan lebih mudah, murah, dan cepat.

Namun, kualitas PTSP belum menggembirakan. Dalam pelaksanaannya masih terdapat istilah ”satu pintu banyak meja”, ”satu pintu banyak jendela”, atau ”satu pintu banyak kunci”.

Penanaman Modal bagi investasi terutama di daerah Provinsi dan kabupaten di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang kerap meninggalkan catatan-catatan negatif dalam pelaksanaannya, tercatat banyaknya keluhan yang disampaikan para investor antara lain tentang rumit dan  berbeloknya birokrasi perizinan, aturan-aturan yang bertentangan berdasarkan ego sektoral, lemahnya jaminan keamanan terhadap investor.

BEBERAPA HAMBATAN DALAM PELAYANAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN LABUHANBATU

  1. Hambatan Birokrasi

Laporan Global Competitiveness Report 2012-2013 menunjukkan, inefficient government bureaucracy di Indonesia tertinggi dalam daya saing bisnis. Bobotnya, 15,4 persen lebih besar dari masalah korupsi (14,2 persen) serta infrastruktur (8,7 persen). Akibatnya, Indonesia hanya menempati posisi ke-50 dari 144 negara pada 2013, sedangkan Malaysia di posisi ke-25, Thailand ke-38, Tiongkok ke-29, Jepang ke-10, dan Singapura ke-2.

  1. Lemahnya koordinasi antar kelembagaan

Ketidakjelasaan tupoksi dari lembaga pemerintahan telah menimbulkan koordinasi yang tidak harmonis dalam konteks kegiatan investasi. Terlebih kondisi di daerah kerap terjadi saling lempar tanggung jawab antar dinas. Kordinasi yang kurang terjadi oleh adanya pertimbangan subyektif yang berlatar belakang kepentingan suatu kelompok (politis) maupun ekonomi.

Keluhan dan ketidakpuasan dunia usaha saat ini belum sepenuhnya teratasi, terutama keluhan yang berhubungan dengan biaya tinggi dan ketidakpastian hukum bagi pengusaha. Ini terjadi akibat belum berubahnya orientasi pemerintahan daerah terhadap hubungan perizinan dengan pendapatan asli daerah (PAD), dan tarik menarik kewenangan antara pemerintah  pusat dengan pemerintahan daerah.

  1. Beberapa perda yang diterbitkan daerah yang dianggap sebagai penghambat investasi didaerah

Pertama, Perda Pajak. Setidaknya ada 44 Perda dari total 154 Perda yang diteliti mengandung permasalahan. Secara tipologi, permasalahan pada regulasi pajak daerah cenderung pada aspek substansi yang berkaitan dengan standar waktu, biaya, prosedur, dan struktur tarif. Misalnya, pelanggaran terkait ketentuan objek pajak dalam Perda Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang memasukan rumah kos sebagai objek pajak hotel.

Pasal 3 ayat (4) aturan tersebut tersebut memasukan rumah kos dengan nilai sewa kamar paling rendah Rp 750 ribu/kamar sebagai objek pajak hotel. Padahal, Pasal 32 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah mengecualikan objek pajak hotel adalah jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya. Dimana dalam aturan Penjelasan Pasal aturan itu disebut bahwa pengecualian tersebut didasarkan atas izin usahanya. “Kenapa ada perluasan objek pajak terhadap rumah kos?” katanya.

Aturan lain terkait dengan pajak hotel ada pada Perda Kabupaten Pangkajene Kepulauan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Dalam catatan KPPOD, aturan tersebut berpotensi disalahgunakan untuk melakukan pungutan liar. Bagaimana tidak, dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak hotel wajib melegalisasi atau perporasi bon penjualan (bill) kepada Kepala Dinas. Apalagi, dalam ayat selanjutnya diatur sanksi administrasi berupa denda Rp10 ribu/bulan jika tidak melakukan legalisasi terhadap bill. “Ini potensi pungutan liar karena mesti legalisasi bon oleh Kepala Dinas,” tambahnya.

Kedua, Perda Retribusi. Setidaknya ada 166 Perda yang bermasalah dari 290 Perda yang dilakukan penelitian. Secara tipologi, permasalahan Perda Retribusi ini dinilai menghambat starting business/Start-up karena sejumlah perizinan terkait seperti izin gangguan atau HO menjadi syarat yang mesti dipenuhi diawal oleh pelaku usaha. Seperti, Perda Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan, Retribusi IMB dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta dan Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor 5 Tahun 2012 tentang Izin Gangguan yang mengatur syarat memperoleh izin gangguan melebihi syarat yang diatur dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah.

Dalam Permendagri tersebut hanya diatur tiga syarat memperoleh izin gangguan, yakni fotokopi KTP atau akta pendirian usaha, status kepemilikan tanah, dan formulir permohonan izin. Namun, dua Perda tersebut mengatur lebih dari hal itu. Misalnya dalam Perda Kota Bandung diatur syarat lainnya seperti fotokopi surat IMB, surat penyataan tertulis dari tetangga sekitar yang berpotensi terkena dampak usaha tersebut dan diketahui oleh RT dan RW setempat. lalu keterangan domisili perusahaan dari lurah dan camat dan fotokopi lunas PBB tahun terakhir. “Ini memberatkan perusahaan dan hambat iklim investasi di daerah,” kritiknya.

Ketiga, Perda Ketenagakerjaan. Salah satu substansi yang dinilai memberatkan pelaku usaha adalah terkait dengan pengisian lowongan pekerjaan yang memprioritaskan warga domisili sekitar perusahaan paling kurang 60 persen dari tenaga kerja yang dibutuhkan. Dikatakan Yudha, hal tersebut bertentangan dengan beberapa hal, antara lain prinsip free internal trade serta Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa setiap orang diberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan.

.

Keempat, Perda Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSL). Secara istilah, TJSL lebih banyak dikenal sebagai corporate social responsibily (CSR) yang  sebetulnya sudah diatur oleh sejumlah regulasi, seperti UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari 50 Perda terkait TJSL, ditemukan ada 7 Perda yang mengatur biaya persentase TJSL.

  1. Jaminan Keamanan

Jaminan kemanan meliputi jaminan akan pemilikan hak, suasana beroperasi perusahaan yang nyaman dan kepastian memdapatkan perlakuan hukum yang sama

  1. Infrastruktur dan Fasilitas

Infrastruktur dan fasiltas sangat berperan dalam menarik para investor menanamkan modalnya di daerah, Infrastruktur meliputi jalan raya, pelabuhan, jembatan. Sayangnya di Labuhanbau belum ada pelabuhan laut yang standard dan kondisi jalan raya yang masih belum mendukung masuknya investasi.

Kemudahan Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia   

Mengingat pentingnya peningkatan penanaman modal di Indonesia maka pemerintah memberikan fasilitas terhadap para penanam modal dan juga perusahaan-perusahaan yang padanya diadakan penanaman modal agar tidak dibebani pajak atau dikurangi sehingga pajak itu tidak  menghambat peningkatan penanaman modal di Indonesia, hal ini berkaitan dengan fungsi insenstif pajak. Pajak-pajak yang tidak dibebani atau dikurangi terhadap para penanam modal dan perusahaan-perusahaan yang padanya diadakan penanaman modal  dapat dirinci sebagai berikut :

  1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
  2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
  3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
  4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
  5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
  6. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
  7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industry pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
  8. Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk.

Tidak semua penanam modal dapat memperoleh insentif pajak. Di dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan syarat-syarat terhadap para investor yang dapat menerima pengurangan atau pembebasan pajak yang diebutkan di atas, yaitu investor yang melakukan perluasan usaha dan melakukan penanaman modal yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu dari kriteria-kriteria yang disebutkan UU No.25 Tahun 2007 tersebut , seperti :

  • menyerap banyak tenaga kerja;
  • termasuk skala prioritas tinggi;
  • termasuk pembangunan infrastruktur;
  • melakukan alih teknologi;
  • melakukan industri pionir;
  • berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
  • menjaga kelestarian lingkungan hidup;
  • melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan,dan inovasi;
  • bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau industri yang menggunakan barang modal atau mesinatau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Jadi, dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut maka permintaan akan penanaman modal di Indonesia akan semakin berkembang dan meningkat. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Salah satu dampak yang dapat dilihat jelas ketika penanaman modal itu meningkat adalah berkurangnya pengangguran, karena semakin besar penanaman modal di suatu negara maka semkin luas pula lapangan kerja yang dibutuhkan sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja.

POTENSI DAN PELUANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN LABUHANBATU

  1. Aspek Ekonomi

 

Distribusi Presentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Seri 2010 Kabupaten Labuhanbatu Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2016 (Persen)
SEKTOR  
2013 % 2014 % 2015 % 2016 %
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan      5.808.543,90             28,87      6.065.835,10             27,35      6.057.125,10         25,15          6.601.969,10 24,91
Pertambangan dan Penggalian          142.624,70                0,71          151.594,20                0,68           169.145,96            0,70              186.834,60 0,70
Industri Pengolahan      6.530.925,00             32,46      7.314.602,60             32,98      8.233.685,81         34,19          9.128.166,40 34,44
Pengadaan Listrik dan Gas             13.531,00                0,07             14.321,70                0,06              14.695,42            0,06                 14.630,70 0,06
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang                6.514,90                0,03                7.098,60                0,03                 7.835,51            0,03                    8.413,50 0,03
Konstruksi      1.736.070,30                8,63      1.969.199,60                8,88      2.199.295,98            9,13          2.376.418,50 8,97
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor      3.202.940,10             15,92      3.624.230,30             16,34      4.031.434,87         16,74              446.003,80 1,68
Transportasi dan Pergudangan          336.045,50                1,67          384.230,80                1,73           428.925,41            1,78              475.700,80 1,79
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum          284.241,20                1,41          328.869,40                1,48           365.307,08            1,52              405.108,40 1,53
Informasi dan Komunikasi          140.502,20                0,70          148.635,10                0,67           158.243,01            0,66              171.167,10 0,65
Jasa Keuangan dan Asuransi          257.023,30                1,28          287.361,70                1,30           319.155,53            1,33              352.400,80 1,33
Real Estate          526.388,30                2,62          589.502,20                2,66           660.439,44            2,74              744.960,30 2,81
Jasa Perusahaan             32.601,70                0,16             36.717,90                0,17              40.838,18            0,17                 45.547,80 0,17
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib          637.072,00                3,17          730.530,40                3,29           827.660,04            3,44              907.056,10 3,42
Jasa Pendidikan          353.645,80                1,76          399.619,70                1,80           431.169,98 1,79              478.442,80 1,81
Jasa Kesehatan dan Kegaiatan Sosial             89.027,90                0,44          101.314,80                0,46           113.441,91            0,47              120.479,80 0,45
Jasa Lainnya             19.923,00                0,10             22.337,70                0,10                 2.470,48            0,01                 27.901,90 0,11
Produk Domestik Regional Bruto   20.117.620,70   22.176.001,90   24.083.108,12       26.505.235,80

Dari Tabel PDRB diatas dapat kita lihat bahwa Labuhan batu menyimpan potensi besar dalam penanaman modal dalam sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Disamping itu juga.

Andai saja Kabupaten Labuhanbatu memiliki pelabuhan laut, maka akan muncul sektor baru dalam penanaman modal yaitu sektor Pengangkutan dan Pergudangan

Potensi Sumberdaya Alam

Selain sumber daya buatan disektor pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, budidaya perikanan) Kabupaten Labuhanbatu juga memiliki potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan yakni kehutanan dan kelautan.

Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Labuhanbatu tentang penggunaan lahan menurut jenis, terdapt lahan hutan seluas 245.372,55 ha atau 26,604 % dari total luas wilayah Labuhanbatu (922.318 ha). Sumberdaya hasil hutan yang dapat diolah untuk memberikan nilai tambah adalah kayu lapis (plywood), kayu gergajian, block board dan moulding.

Sampai dengan tahun 2001 terdapat 1 (satu) unit pabrik penghasil kayu lapis, block board dan moulding. Untuk penghasil kayu gergajian terdapt 7 (tujuh) unit pabrik.

Selain mengolah sumberdaya hutan, potensi hutan di kabupaten ini dapat pula dikembangkan menjadi hutan wisata (holiday resort).

Sumberdaya kelautan juga sangat potensil untuk dikembangkan. Wilayah Labuhanbatu memiliki panjang garis pantai +75 km. Di wilayah ini terdapat 5 (lima) kecamatan dan dengan jumlah penduduk 20 % dari total penduduk Labuhanbatu. Disebabkan oleh faktor prasarana transportasi, wilayah ini relatif tertinggal dibandingkan dengan wilayah pedalaman (non pantai). Hasil yang diperoleh dari wilayah pantai masih terbatas pada hasil perikanan laut.

Total hasil perikanan laut tahun 2001 adalah 29.942 ton atau 96 persen dari total subsektor perikan di Labuhanbatu. Sektor perikanan dapat dikembangkan diperairan pantai dengan ciri khas hutan mangrove.

Areal yang telah diolah menjadi kawasan tambak baru terdapat di dua kecamtan yaitu areal mangrove di Kecamatan Kualuh Leidong dan Panai Hilir. Budidaya ikan yang dapat dikembangkan antara lain ikan kerapu dan ikan tambak (udang).

  1. Aspek Tenaga Kerja

Upah Tenaga Kerja di Labuhanbatu tergolong cukup murah bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Didukung dengan angkatan kerja sebesar 175,000 orang, tentunya akan mendatangkan keuntungan bagi penanam modal di kabupaten labuhanbatu

UMK Tahun 2016   : Rp. 2,085,000

UMK Tahun 2017   : Rp. 2, 272,000

Referensi :

Murbanto Sinaga, 2003 ANALISIS DAYA TARIK INVESTOR UNTUK BERINVESTASI DI LABUHAN BATU dalam https://library.usu.ac.id/download/fe/06009581.pdf